Jakarta-Walau di Indonesia angka perkapita income naik 3500 US Dollar dan terus bergerak hingga mencapai 6000 US Dollar. Namun, Menurut Pakar Ekonomi Islam, Muhammad Syafii Antonio jurang antara si kaya dan si miskin sangat memprihatinkan.
“Harus diingat bahwa jurang antara kaya dan miskin dalam 50 tahun terakhir sangat tinggi,” ujar Pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Islam(STEI) Tazkia ini, saat acara Talkshow Islamic Book Fair (IBF), Ahad (10/3) Istora Senayan Jakarta.
Menurutnya, kesejahteraan hanya berada di middle class, sedangkan dibagian lain jumlah angka kemiskinan sangat tinggi. Parahnya, banyak pengusaha Indonesia bergantung pada APBN dan APBD.
Pria penerima penghargaan tokoh perbukuan versi IBF ini pun menilai, kehebohan partai politik dengan ingin memenangkan pemilu-pemilu merupakan fenomena yang menyedihkan apalagi dengan sikap dengan kemenangan itu mereka bisa menjadi kaya. “Inilah kepentingan pragmatis itu,” imbuhnya.
“Mereka akan berfikir kepentingan investasi mereka saat pemilu apakah bisa kembali modal atau tidak saat menjabat, mereka pun hanya memikirkan logika bisnis dalam memajukan bangsa,” pungkasnya.[] (Mediaumat.com 10/03/2013)
Berapapun jumlah angka income perkapita yang dihasilkan dari sistem demokrasi kufur, kaum muslim yg berakal tidak patut untuk mensyukurinya. Sebab, realitas sistem ekonomi yg tidak berbasis Islam sehingga tidak pernah barokah sedikitpun. Coba 70% pendapatan nasional dari pajak diperoleh dgn penuh intrik kedzaliman–jika konglomerat terlindungi ngemplang bayar pajak, namun kaum miskin dipaksa dan dikejar2 bayar pajak. Disamping itu, rakyat dilupakan/dibodohi bahwa hutang nasional kini ada di seputar dua ribu trilyun dengan cicilan dan bunga riba haram hampir dua ratus trilyun. Apa gunanya banyak angka pendapatan namun jika hutang ribawi haram juga demikian menggunung–sama dengan bohong. Hanya sistem ekonomi Islam yang mampu menjawab manajemen keuangan secara akuntabel dan halal–dan hanya terjadi dlm sistem Khilafah Islamiyyah.