Sarasehan Anak Negeri MHTI Chapter Kampus IPB

HTI Press, Bogor. MHTI Chapter Kampus IPB kembali menggelar Sarasehan Anak Negeri (SAN) #3 (09/03). Acara dimulai pada pukul 09.18 wib di RK Pinus 2, Faperta IPB. Tema yang diangkat adalah Mewujudkan Solidaritas Kaum Muslimin Menuju Kebangkitan. Ketiga pembicara yang dihadirkan adalah Gebrina (Staf Kastrad DKM Al-Huriyyah IPB), Puspita Dwining Tyas (Staf Humas Dept. Keputrian BKIM IPB) dan Fasih Vidiastuti Sholihah, S.Si (Aktivis MHTI Chapter Kampus IPB).

Acara diawali dengan pembacaan monolog doa yang disertai fragmen video. Pada sesi ini, forum diantarkan tentang pentingnya kesatuan umat Islam tanpa harus memperuncing perbedaan golongan di dalamnya. Penayangan video pengantar tentang perjuangan dan kondisi terakhir kaum muslimin di Suriah makin mengkondisikan acara menjadi bersemangat dan satu persepsi bahwa umat Islam adalah satu tubuh sehingga perlu untuk membahas Khilafah sebagai solusi bagi umat, tak terkecuali yang di Suriah. Karena, Suriah termasuk wilayah umat Islam yang telah diberitakan oleh Rasulullaah saw sebagai tempat yang diberkahi. Oleh karenanya, supaya para peserta lebih tergambar dengan ide ini, maka penting untuk bicara tentang apa yang bisa dilakukan mahasiswi. Acara pun berlangsung interaktif.

Syam (Suriah, Palestina, Libanon, Yordania), khususnya kaum muslimin di Suriah dan Palestina saat ini tengah dibombardir oleh rezim taghut yang membantai mereka. Gebrina memulai dengan pembahasan Gaza yang hingga kini blm bisa dikuasai Israel karena warga Gaza yakin bahwa mereka dijaga oleh Al-Qur’an. Mengingat, memang banyak kaum muslimin di sana, bahkan yang masih anak-anak, sudah menjadi para hafidz/oh Al-Qur’an. Lalu, pembicara kedua, Puspita menguatkan dengan firman Allah bahwa umat Islam adalah khoyru ummah, namun kini 1,5 milyar umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa untuk Palestina. Di tengah pembahasan, Upik Elvarelza selaku host membuka forum interaktif dengan peserta.

 

Ainun Istiharoh (mahasiswi Dept. Agronomi dan Hortikultura) menanggapi bahwa kondisi kaum muslimin yang masih menjadi korban di sejumlah negeri bukan sebatas karena pemerintah yang represif, umat Islam tidak mulia, harus dicari sebabnya. Fasih selaku pembicara ketiga pun menanggapi bahwa penghancuran kaum muslimin beserta segala insfrastrukturnya itu karena rezim pembantai ingin menjauhkan Islam dari umat Islam Palestina. “Namun, ketika pun ada ketenangan di negeri tanpa penjajahan fisik, maka itu juga menjadi sasaran penjajahan yang lebih smooth, yaitu penjajahan pemikiran. Banyaknya produk Yahudi-Israel di Dunia Islam adalah salah satu bukti bahwa mereka ingin mengeksiskan diri. Manifestasi iman penting untuk meyakini adanya penjajahan pemikiran tersebut, termasuk tidak mudah percaya dengan para penguasa yang tidak sedikit dari mereka yang menjadi agen penjajah. Kaum muslim dibuat oleh kaum kafir dalam kondisi tidak harus keluar dari Islam, tapi cukup menjauhkannya saja dari Islam,” lanjutnya.

 

Peserta kedua, Arini (mahasiswi Dept. Proteksi Tanaman), bertanya tentang motif sejati menuju solusi bagi permasalahan umat Islam ini. Disambung oleh peserta ketiga, Shinta (mahasiswi Dept. Agronomi dan Hortikultura), yang mengkritisi bahwa produk Yahudi itu sangat banyak dan itu adalah bagian dari cengkeraman mereka di Dunia Islam. Gebriana menanggapi bahwa kekuatan Yahudi memang dari dana hasil penjualan barang di Dunia Islam, maka seolah mereka kuat. Lalu, Puspita menambhakan bahwa yang sebenarnya menjadikan Barat takut adalah Islam yang tidak hanya sebagai Dien tapi juga aturan hidup. Tidak ada negara yang melindungi umat Islam, maka sesungguhnya umat butuh negara. Umat Islam terkotak-kotak, sehingga tidak peduli dengan umat Islam di wilayah lain. Fasih pun menguatkan dengan fakta bahwa umat Islam kini terpecah belah oleh sekularisme. Gebrina pun senada, umat Islam adalah saudara, jika yang lain tersakiti maka kita juga semestinya merasa sakit. Seandainya umat Islam di seluruh dunia bersatu, pasti bisa menghadapi penjajahan.

Pada paruh ketiga, Isniani (mahasiswi pascasarjana Dept. Biologi) mengingatkan tentang pentingnya mengkroscek makna kebangkitan, menuju umat Islam agar menjadi khoyru ummah, karena umat Islam terpuruk sejak runtuhnya Khilafah. Hal ini dikuatkan oleh Fasih bahwa Islam itu aturan, bukan sebatas agama. “Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan munafiquun, yang di satu sisi bicara Islam tapi di sisi lain mengingkarinya. Sesungguhnya Islam adalah cara pandang, pikir dan berbuat, so let’s back to Islam,” kupasnya.

Pada akhir sesi diskusi, Upik melontarkan pertanyaan kepada pembicara, “Apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa?” Gebrina menjawab, “Mahasiswa memiliki posisi yang sangat strategis, yaitu di antara pemerintah dan masyarakat.” Puspita menjawab, “Mahasiswa adalah agent of change, yang berperan mengubah dengan membangun kerangka berpikir tentang Islam kepada teman-teman kita.” Fasih menjawab, “Kita harus membangun solidaritas di kalangan kaum muslim, secara makro di Indonesia dan mikro di kampus agar opini penegakan Khilafah dapat sejalan dengan yang ada di Suriah. Oleh karenanya, mari terus serukan Islam.” Upik menyimpulkan dengan menyatakan bahwa solusinya adalah tentu saja Islam dalam formasi negara, yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah. Karena untuk menyerukan Islam, siapa lagi yang harus melakukan jika bukan orang Islam.

Acara diakhiri dengan tayangan video tentang gelombang perjuangan penegakan Khilafah di Suriah. Suasana akhir acara pun bergetar saat adegan yel-yel di Suriah “Ummah turiid Khilafah Islamiyyah” serta video “Islam di Ambang Kemenangan” yang merupakan Teaser Muktamar Khilafah 2013. “Muktamar Khilafah adalah wujud satu aqidah menuju kehidupan Islam. Mari kita sadari pentingnya penegakkan Khilafah,” pungkas Upik. Upik menutup acara dengan pembacaan doa penutup majelis. Sebelum peserta pulang, ada sesi foto bersama antara pembicara, peserta dan panitia []nindira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*