Menteri Luar Negeri AS, John Kerry mengatakan pada konferensi pers bersama rekannya dari Norwegia, Espen Barth Eide, “Sebiasa mungkian kami ingin melihat Assad dan oposisi duduk bersama di meja untuk pembentukan pemerintahan transisi, sesuai dengan kerangka yang disususn di Jenewa.” Ia menambahkan bahwa “Perjanjian Jenewa membutuhkan saling persetujuan dari kedua belah pihak untuk membentuk pemerintahan transisi.”
Ia mengatakan: “Assad tidak perlu mengubah perhitungannya. Ia tidak usah berpikir bahwa dirinya mampu melepaskan tembakan tanpa akhir. Juga, oposisi Suriah harus bisa berkolaborasi dengan datang ke meja perundingan.” (aljazeera.net, 12/03/2013).
*** *** ***
Pernyataan Kerry ini bertepatan dengan undangan resmi Muad Khatib Ketua Koalisi Suriah kepada kekuatan oposisi, dan Salim Idris Kepala Staf Militer Pembebasan Suriah untuk mengunjungi Washington. Ini merupakan petunjuk jelas untuk maksud kata “oposisi yang bisa bekerjasama”, yang kadang-kadang Amerika menyebutnya dengan “kelompok moderat”, dan kadang-kadang menyebutnya dengan “kelompok yang bisa diterima”) untuk oposisi luar negeri yang diwakili oleh koalisi Suriah dan Organisasi Staf Militer. Sehingga kerangka kerja terbaru ini mengungkap perhatian pemerintah Amerika, Barat dan Rusia, serta memberikan dukungan finansial dan politik guna memperkuat mereka agar menjadi alat yang efektif dalam mengatasi revolusi Islam, yang oleh Amerika digambarkan sebagai “kelompok ekstremis”. Dan di saat yang sama agar menjadi kuda Trojan untuk mewujudkan transisi politik secara damai di Suriah.
Kesepahaman Jenewa selalu menjadi atap yang diterima Amerika untuk sebuah penyelesaian, tetapi aplikasinya, dan usaha menyakinkan jalan besar Suriah dengannya bukan perkara mudah, terutama karena tujuannya adalah agar kekuatan oposisi yang baru duduk dengan Assad di meja perundingan, dan kemudian keluar dengan terbentuknya pemerintahan transisi gabungan dari poros rezim dan poros oposisi, yang gagal diwujudkan oleh Dewan Nasional Suriah. Akibatnya pikiran diplomasi Amerika terbelah terkait memilih mantan Syaikh dan Khatib masjid Jami’ Umayyah untuk menjadi muka baru dan sebuah acuan “kelompok Muslim moderat” guna bernegosiasi dengan rezim. Dengan demikian, pembuatan koalisi merupakan buah dari konspirasi itu, yang dikuasai oleh Robert Ford—Duta Besar AS di Damaskus—dengan cara licik dan tipu muslihat.
Kekuatan revolusi parit menyadari fakta peran mencurigakan koalisi Suriah dan lengan militer dengan diwakili oleh Dewan Militer yang dipimpin Salim Idris. Inilah yang mendorong Amerika untuk melakukan konspirasi lebih besar untuk revolusi yang diberkati ini dengan harapan dapat mengadaptasikannya dan menyeretnya ke dalam rawa kegagalan, seperti yang terjadi pada revolusi-revolusi sebelumnya di kawasan timur Tengah. Namun pemeliharaan Allah SWT, dan dijaminannya terhadap revolusi Syam, telah menggagalkan semua upaya Amerika, Rusia dan Barat. Revolusi Syam telah dijual pada Allah, dan itu akan menjadi perdagangan yang menguntungkan—dengan tegaknya Khilafah, insya Allah.
Kesabaran dan ketekunan dalam memperjuangkan kebenaran akan segera berbuah, insya Allah, dan orang-orang yang zalim akan tahu ke mana kehidupan mereka akan berakhir. [Abu Basil].
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/03/2013.