Aktivitas Perempuan dalam Pandangan Islam
HTI Press. Saat ini fenomena muslimah bekerja sudah menjadi rutinitas harian yang terlihat dalam aktivitas bermasyarakat. Terlepas dari menilik hukum bolehnya wanita bekerja dalam pandangan Islam, kondisi perempuan yang berperan dalam dunia kerja saat ini karena dua pilihan. Bekerja karena terpaksa atau karena sukarela memenuhi gengsi – kesenangan belaka.
Dalam siaran live interactive MHTI Lampung pada program Halo Lampung di stasiun Radar TV, Ustadzah Alif Sholihah, S.Tp (Komunitas Perempuan Peduli Keluarga MHTI Lampung), memaparkan bagaimana aktivitas perempuan saat ini dan pengaruhnya dalam kemajuan peradaban negeri bahkan dunia.
Siaran yang berlangsung pada hari Jum’at, 15 Maret 2013, bertemakan “Aktivitas Perempuan dalam Pandangan Islam”. membahas kondisi muslimah yang jauh dari rasa aman. Ini disebabkan karena aktivitas perempuan saat ini jauh dari memenuhi hak dan kewajibannya dalam pandangan Islam .
“Perempuan terpaksa bekerja bahkan melewati waktunya memenuhi kewajibannya di dalam keluarga. Adanya kesenjangan yang lebar antara yang kaya dan miskin karena tidak diterapkannya hukum kepemilikan SDA yang tepat. Mana yang kepemilikan umum, individu, atau Negara. Sehingga fasilitas yang seharusnya dinikmati dengan mudah jadi sulit. Seperti bahan baku makanan, BBM dan sebagainya yang semakin sulit untuk dimiliki. Mau tidak mau, perempuan ikut membantu keluarganya dalam memenuhi kebutuhan hidup”, ungkap Ustadzah Alif.
Adapun batasan yang perlu dipahami bagi muslimah ketika ingin bekerja tentunya tidak lepas dari pemenuhan hak dan kewajibannya sesuai aturan Islam. Seorang perempuan yang sudah menjalankan bahtera rumah tangga, ia tidak boleh melupakan kewajiban utama sebagai ummu wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga).
“Seorang ibu, ia bertanggung jawab dalam pengasuhan anak (hadhonah). Menjadi Ibu memang membutuhkan kesabaran dengan batas waktu tertentu. Maka tidak heran jika saat generasi muda kita tidak peka, karena mereka dididik tanpa kelembutan seorang ibu. Menurut penuturan Ustadzah Alif, ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan oleh Negara agar aktivitas perempuan sesuai dengan aturan Islam. Pertama, Negara yang memberikan jaminan agar perempuan beraktivitas sesuai dengan aturan Islam. Negara menjamin hak dan kewajiban perempuan terlaksana tanpa ada yang melanggar aturan Allah.
Kedua, pengembalian fungsi pemberian nafkah oleh suami. Dengan demikian, juga perlu dipikirkan bagaimana agar setiap laki-laki bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Adapun pemenuhan aspek pendidikan dan kesehatan yang baik dikembalikan pada tanggungjawab Negara untuk mewujudkannya.
Di sela-sela acara, beberapa pertanyaan via telpon turut melengkapi diskusi hangat tersebut. Diantaranya dari Ibu Ummi (Sukarame), menanyakan tentang bagaimana batasan perempuan bekerja dalam Islam serta instansi apakah yang layak bagi perempuan untuk bekerja. Pak Hendrawan (Natar) juga menanyakan bagaimana pengaturan hak-hak perempuan dalam agama Islam.[]