HTI Press. Ada suasana yang berbeda pada selasa malam rabu (26/03/2013) di Ponpes Hidayatullah Tanjung Morawa, Deli Serdang Sumut. Santri yang biasanya pada malam hari disibukkan dengan kegiatan rutin belajar, malam itu justru disibukkan dengan agenda penting Mudzakarah Ulama dan Tokoh Ahlus Sunnah wal Jama’ah bertajuk Menolak Pengesahan RUU Ormas. Pada malam itu delegasi para Ulama dan Tokoh dari berbagai gerakan maupun ormas Islam, serta delegasi para BKM, Serikat Tolong Menolong (STM), Imam Masjid sekabupaten Deli Serdang, tidak lupa pula Ponpes Hidayatullah, hadir tumpah ruah pada mudzakarah tersebut.
Tajuk mudzakarah mengangkat sebuah opini penting yakni terkait Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dan Penolakan Pengesahan RUU Ormas. Dalam waktu dekat DPR akan mengesahkan RUU Ormas, yang memiliki implikasi yang akan secara langsung dirasakan oleh Ormas serta elemen-elemen umat Islam, serta Umat keseluruhan tentunya. Terkait sikap arogansi maupun represif dari penguasa yang dapat legal dilindungi oleh RUU ini kelak, layaknya ORBA dahulu. Ada banyak pasal karet yang juga multi tafsir yang dicantumkan pada RUU Ormas ini, diantaranya terkait Pasal 2 yang kembali memunculkan asas tunggal, Pasal 4 pengekangan Ormas, pasal 7 larangan ormas berpolitik, Pasal 16 berkaitan pengeluaran Surat Keterangan Terdaftar bagi Ormas, Pasal 58 dan 61 – 63 terkait pemantauan ketat dan sanksi bagi Ormas. Semua pasal-pasal ini intinya dapat membatasi hak-hak umat berkumpul, berserikat dan berpendapat, termasuk di dalamnya berdakwah, menegakkan amar makruf nahi munkar kepada penguasa juga dilarang, dakwah harus punya surat izin. Ini semua adalah keanehan-keanehan dari isi RUU Ormas, yang dapat membahayakan Ormas-Ormas Islam sebagai “lisanul ummah”.
Untuk meyakinkan umat bahwa RUU Ormas ini bermanfaat serta baik bagi Umat, penguasa mencatut istilah ASWAJA, sebagai pendukung sikap politik penguasa yang dzalim. Terminologi ASWAJA yang luas ingin dipersempit oleh penguasa, teminologi ini seolah-olah hanya diperuntukkan bagi Ormas-Ormas pendukung RUU ini atau dalam bahasa lain ASWAJA adalah setiap Ormas yang sejalan dengan penguasa sekalipun dalam kedzaliman, demi Allah ini adalah “Fitnah” yang nyata bagi Umat.
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
“dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan” (TQS. Al-Baqarah: 191)
ASWAJA dinisbatkan kepada siapa saja yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits, mereka menjadikan keduanya asas serta mengamalkannya. Dan salah satu sunnah salaful shalih dari ASWAJA adalah berdiri jauh di luar istana penguasa, menjadi lidah umat, siap mengoreksi penguasa dzalim yang menyimpang dari al-Qur’an dan al-Hadits bukan duduk dekat di samping penguasa, sehingga menumpulkan lidah, membutakan hati serta melemahkan iman. Inilah manhaj ASWAJA yang shahih. Maka terkait dengan RUU Ormas ini pun sikap ASWAJA seharusnya menolak, bukan malah menerima dan menjilat penguasa, karena sungguh RUU ini adalah makar yang akan memecah belah umat, melahirkan rezim penguasa dzalim, menumbuhsuburkan kemungkaran serta akan ditinggalkannya dakwah karena tekanan rezim penguasa yang dzalim.
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (TQS. Ali Imran: 54)
Lewat Mudzakarah ini para peserta tercerahkan dan mempunyai satu sikap yang sama yakni bahwa ASWAJA bukan alat pendukung penguasa, dan wajib bagi ASWAJA menolak RUU Ormas. Wallahu a’lam bishawab. [] Abu Zahid al-Maidany