HTI Press, Makassar- Gelombang penolakan RUU Ormas terus bergulir. Perkembangan terakhir menyebutkan, sekitar 96 Ormas telah menyatakan penolakan karena menganggap RUU ini sangat represif.
Usai Selasa lalu massa Hizbut Tahrir tumpah ruah melakukan aksi penolakan ke gedung DPRD Sulsel, pagi ini (28/3) giliran forum ulama Sulsel menggelar muzakarah ulama dan Asatidz guna menunjukkan dukungan penuh atas upaya penolakan RUU Ormas.
Tampil sebagai pembicara USt. Syahrir Nuhun, Lc, MTh.I. Di hadapan para alim ulama, beliau menegaskan betapa represifnya rancangan Undang-Undang yang tengah di godok Anggota DPR-RI. RUU Ormas mengusung semangat mengontrol ala orde baru yang tentu saja sangat membahayakan kepentingan umat islam.
Selain itu, RUU ini turut membonceng upaya pengembalian asas tunggal yakni pancasila, padahal telah di batalkan di masa lalu. Anehnya, ketentuan asas ini boleh berganda. Artinya boleh juga mencantumkan asas yang lain. Dari sini kelihatan kalau ada upaya tersamar tentang poin asas ini. Efeknya tentu saja asas organisasi bisa multitafsir.
Belum lagi sifat diskriminatif yang terkandung di dalam RUU Ormas. Ada sifat membedakan antara ormas parpol dan ormas biasa sehingga, sanksi-sanksi yang di tetapkan hanya berlaku bagi ormas biasa yang bukan sayap parpol. Hal ini memberikan kesan adanya balas dendam parpol kepada ormas, terutama ormas yang kerap mengkritisi keterlibatan mereka dalam kasus korupsi yang menurunkan kepercayaan masyarakat.
“ di RUU ormas di tetapkan asasnya pancasila. Sedangkan di UU Parpol tidak ada seperti itu.” Papar Ust. Syahrir.
pada Bagian lain, ust. Syahrir juga mempertanyakan adanya pemberlakuan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Kata beliau, tanpa surat ini maka ormas islam tidak boleh melakukan pengajian. Kalau bersandar pada definisi ormas, SKT ini juga harus di miliki oleh organisasi kemasyarakatan yang levelnya kecil. Contohnya kelompok majelis talim, arisan, panti asuhan dan lainnya. Itu karena luasnya definisi ormas menyebabkan semua akan masuk kedalam istilah ini. Jadi, semua organisasi mutlak berada di bawah kontrol dan kehendak pemerintah.
Akhirnya, RUU ini di nilai mampu membungkam partisipasi ormas apalagi adanya pengaturan tidak boleh melakukan aktivitas politik bagi ormas, termasuk di dalamnya mengkritik kebijakan penguasa.
Forum ini di akhiri dengan konferensi pers dan penandatangan pernyataan sikap dari berbagai perwakilan diantaranya KPPSI, FPI, Hidayatullah, HTI, mubaligh Mesjid Al-markaz, Imam Mesjid Mujahidin Pangkep, Mubaligh kabupaten gowa, takalar, maros, dan lainnya. []Roy/MI Sulsel