RUU Ormas, Pintu Kembalinya Rezim Represif Ala Orde Baru

HTI Press. Rancangan Undang-Undang (RUU) Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) tengah diperbincangkan, bahkan selangkah lagi akan disahkan menjadi undang-undang. Artinya, di Indonesia  jika RUU tersebut disahkan, maka akan menjadi peraturan yang mengikat bagi seluruh umat di negeri ini.

Mencermati rencana tersebut, Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Bandung menggelar Halqah Islam dan Peradaban (HIP), mengangkat tema “RUU Ormas, Pintu Kembalinya Rezim Represif ala Orde Baru, Ahad, (31/3) bertempat di Masjid An-Nuur Biofarma Jl. Pasteur No. 28 Bandung. Menghadirkan narasumber DPP Hizbut Tahrir Ust. Yahya Abdurrahman, Guru Besar Hukum Unpar Prof. Asep Warlan Yusuf  serta DPD II HTI Bandung Ust Eri Taufiq AbdulKarim. Sekitar 700 orang peserta HIP tampak serius mendengarkan paparan narasumber.

Dalam paparannya, Ust Yahya menyampaikan alasan mengapa RUU Ormas ini sangat berbahaya bagi umat Islam. Beberapa bahaya dari RUU Ormas ini adalah pemaksaan asas tunggal Pancasila dan potensi untuk membungkam sikap kritis Ormas yang selama ini aktif dalam mengkritik pemerintah. Dengan lahirnya undang-undang ini akan membungkam sikap kritis umat khususnya Ormas terhadap kezhaliman pemerintah dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan urusan rakyat. Lebih jauh lagi akan mengembalikan kembali represi ala orde baru, yakni melahirkan sikap represif pemerintah terhadap rakyat.

Bahaya lainnya, nasib semua ormas ada di tangan pemerintah. Artinya pemerintah menjadi pengontrol penuh atas ormas-ormas yang ada di negeri ini. Dipastikan hal ini akan menjadi alat politik pemerintah untuk mengontrol penuh terhadap ormas yang tidak selaras dan menjadi penghalang bagi kehendak pemerintah.

Sementara itu, Prof. Asep Warlan juga menyatakan penolakan terhadap asas tunggal dari RUU tersebut, pasalnya dengan diberlakukannya asas tunggal bagi Ormas maka akan melahirkan sikap represif pemerintah yang berujung pada pembubaran kegiatan maupun ormas itu sendiri, “saya setuju dengan RUU Ormas, tapi tidak setuju dengan pasal yang bersifat elastis yang berujung pada sikap represif, karena akan digunakan pemerintah sebagai cara untuk menghentikan kegiatan, walaupun melalui pengadilan” tegasnya.

Di lain pihak, Ta’mir Masjid Besar Raya Kec. Parongpong Ust. Asep Komarul Hidayat menyatakan tidak setuju atas pengesahan RUU Ormas menjadi undang-undang, “ketika disahkan RUU tersebut disinyalir akan merugikan Umat Islam dan memicu demontrasi serta kekacauan di masyarakat” tuturnya.

Penolakan juga disampaikan oleh pengurus Muhammadiyah Sukajadi Drs. T.A.S Zaenudin. Beliau berpendapat bahwa umat Islamlah yang akan menjadi sasaran ketika RUU tersebut disahkan. Beliau juga mendukung Hizbut Tahrir untuk menolak RUU Ormas tersebut. “Dan saya yakin ini adalah pesanan dari  orang-orang kapitalis yang ingin mencengkramkan kukunya di wilayah Indonesia ini”, tegasnya.

Sementara itu, Ust. Taufiq dalam presentasinya menegaskan bahwa muhasabatul hukkam merupakan kewajiban setiap umat, dimana akan menjadi afdhal jika dilakukan berjamaah. Hal ini diperlukan untuk mencegah sekaligus membongkar makar-makar jahat yang akan dijalankan maupun yang sudah dijalankan pemerintah.

Pernyataan tegas dari Ust. Yahya menutup HIP kali ini dengan semangat dan mengajak seluruh peserta untuk menolak RUU Ormas, menuntut pemerintah menghentikan pembahasan RUU Ormas, dan mengajak bergerak bersama Hizbut Tahrir dalam memperjuangkan Syariah dan Khilafah. []MI Baraya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*