HTI Press, Malang. Muhammad Syaroni, Jubir HTI Malang, dalam Bedah Media Umat di Masjid Ar Ridlo, jl. Tumenggung Suryo Malang, (4/4), pastikan bahwa demokrasi biang korupsi. Menurutnya sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia ini serius dan akut memproduk korupsi.
Fenomena korupsi layaknya gunung es. Korupsi menjadi wajar karena bea politik menuju kekuasaan terbilang sangat tinggi. Syaroni mengutip statemen Mendagri, ”Menurut mendagri Gamawan Fauzi bea setiap calon kepala daerah kabupaten dan kota adalah 20 Milyard.”
Lain itu Syaroni memberi contoh untuk bea suksesi salah satu kandidat pilgub Jatim saja tembus 1,3 Trilyun. Untuk jabatan di atasnya besarannya bisa lebih tinggi lagi. Tentu wajar bila kompensasi dari bea politik tersebut mengharuskan untuk korupsi.
Selain menjadi biang korupsi, demokrasi juga menjadi biang kemiskinan. 76 juta orang antri raskin, 86 juta orang antri jamkesda, 40 juta angkatan kerja termasuk pengangguran. Ironisnya proses demokrasi berbiaya tinggi dibiayai oleh rakyat. Dari 495 kabupaten kota dan 33 propinsi dana untuk pilkada tiap daerahnya menelan dana 40 M. Alih alih untuk kesejahteraan, aset tambang pun justru diserahkan kepada asing. Omong kosong trakle down efek untuk entaskan kemiskinan.
Memberikan tanggapan, Mahfud, takmir masjid Ar Rridlo, menanyakan konsep Hizbut Tahrir untuk mengatasi masalah demokrasi. “Sistem apa kiranya yang dapat memberi solusi atas segala hal negatif itu.“ Sistem khilafahlah solusinya. [] MI HTI Malang