Dalam bentrokan antara kaum Muslim dan Koptik di dekat Kairo telah memakan korban meninggal dan terluka: 5 orang meninggal, termasuk 4 orang Kristen, dan setidaknya 6 orang lainnya menderita luka-luka, tadi malam dalam bentrokan sektarian dengan senjata api di utara ibukota Mesir, Kairo. Sumber keamanan pada hari Sabtu (6/4) menjelaskan bahwa bentrokan pecah di kota al-Khusus, sebuah daerah kumuh dan miskin di provinsi Qalyubiyah utara ibukota Kairo, setelah seorang pria Muslim memprotes anak-anak yang menggambar swastika (lambang Nazi) pada dinding sebuah lembaga Azhar di wilayah tersebut, menurut kantor berita Prancis. Dengan latar belakang itu, maka pecah perkelahian sengit dengan seorang pemuda Kristen yang kemudian berubah menjadi pertempuran dengan peluru tajam dan senjata otomatis antara kaum Muslim dan Koptik. Sumber itu menegaskan bahwa “5 orang meninggal dalam bentrokan itu, termasuk 4 orang Kristen, dan melukai 6 orang lainnya, setidaknya dua dari mereka terkena tembakan peluru tajam.”
*** *** ***
Tidak ada keraguan bahwa ikatan yang mengikat rakyat Mesir satu dengan yang lainnya, sejak para penguasa mereka tidak lagi melakukan hubungan sesuai dengan ketentuan hukum Islam, maka hubungan itu dilakukan berdasarkan pada sekularisme dan pemisahan agama dari kehidupan. Dan negara di era Mubarak sering menggunakan masalah sektarianisme, dan berkali kali menuangkan minyak di atas api, sehingga ada kesenjangan antara Koptik dan kaum Muslim.
Paus Shenouda pada tahun 1985 mengatakan bahwa “Koptik berada di bawah aturan hukum Islam jauh lebih bahagia dan lebih aman. Juga di masa lalu, ketika hukum syariah yang berlaku. Kita sangat mendambakan hidup di bawah sistem dimana: “Mereka memiliki hak seperti hak kami, dan mereka punya kewajiban seperti kewajiban kami”. Sejauh ini, Mesir mendatangkan hukum dari luar negeri. Kami tidak memiliki hukum (peraturan) yang serinci hukum Islam. Lalu bagaimana kami ridha dengan hukum (peraturan) yang datang dari luar, sementara kami tidak ridha dengan hukum (peraturan) Islam? [Alahram Alqahirah, edisi, 6/3/1985].
Orang yang memperhatikan situasi Mesir sebelum revolusi, dan setelah revolusi, serta berlanjutnya kekacauan, maka ia tidak melihatnya kecuali buah langsung dari berlanjutnya sekulerisme dalam mengatur masyarakat, yang memisahkan agama dari kehidupan. Lalu bagaimana pemilik agama akan menemukan stabilitas di bawah bayangan sekulerisme. Rakyat Mesir tidak akan pernah menemukan ketenangan kecuali mereka diatur dengan hukum Islam. Sebab hukum Islam adalah satu-satunya yang menjamin perlindungan bagi hak-hak kaum Muslim dan Koptik. Sementara hal itu, setiap hari semakin jauh dari mereka. Sedang yang dekat dengan mereka adalah penumpahan darah mereka di tangan satu sama lainnya, dan mereka juga lebih dekat dengan murka Tuhan. Sehingga hidup berkah dan ketenangan hilang dari mereka. Maha Benar Allah dengan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thâhâ [20] : 124).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 9/4/2013.