RUU Ormas Ditunda, Ormas Islam Bersatu Suaranya tidak Bisa Diabaikan

Batalnya sidang Paripurna dan ditundanya pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) pada hari ini, diakui atau tidak, akibat bersatunya Ormas Islam untuk menolak RUU –yang mewajibkan setiap Ormas menjadikan Pancasila sebagai asasnya– tersebut.

“Ini menunjukkan bahwa Ormas Islam itu bersatu dalam arti bersuara secara lantang, serempak, kemudian komunikasi satu sama lain, suaranya itu tidak bisa diabaikan,” ungkap Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.com. Jum’at (12/4).

Menurutnya, bersatunya Ormas Islam itu penting, bukan hanya untuk RUU Ormas, tetapi ke depan bisa diperlukan untuk RUU-RUU lain yang sebenarnya banyak yang perlu dikritisi secara keras. “Misal, RUU Kamnas, RUU BPJS, RUU Kelistrikan, RUU Penanaman Modal, dll,” Ismail mencontohkan.

Waspada

Namun demikian, Ismail mengingatkan, Ormas Islam harus waspada dan jangan merasa puas dulu. Karena ini hanyalah penundaan pengesahan, bukan pembatalan. Karena persoalannya bukan soal ditunda atau tidaknya tetapi pada konten atau isi dari RUU Ormas itu, apakah masih mengandung hal-hal yang masih membuka pintu lahirnya kembali rezim represif itu atau tidak.

“Meski ditunda sebulan, dua bulan bahkan satu tahun sekali pun kalau isinya masih sama ya itu tidak menyelesaikan masalah. Tetapi hanya menunda keributan saja. Oleh karena itu yang paling penting adalah isinya itu seperti apa,” catat Ismail.

Oleh karena itu, Ormas Islam harus bersama-sama, kembali duduk dalam satu meja membahas draf terbarunya.

Menurut Ismail, dalam draf terbaru per 9 April 2013, sudah banyak perubahan yang berarti. Di antaranya soal asas di dalam Pasal 2 itu rumusannya seperti UU Parpol, ditulis Asas Ormas itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

“Saya pikir ini  kemajuan ya. Ini rumusan yang lebih baik daripada sebelumnya. Itu artinya, bahwa Pansus RUU Ormas memperhatikan aspirasi masyarakat, aspirasi Ormas Islam khususnya. Saya pikir ini perubahan yang paling penting,” Ismail mengapresiasi.

Hanya saja, disayangkan masih ada beberapa hal yang menurutnya masih mengganjal. Pertama, dalam Pasal 7 yang membahas lingkup kegiatan Ormas masih belum dicantumkan bidang politik.

Itu artinya bahwa Ormas itu secara formalitas tidak boleh bergerak di bidang politik. “Ini saya kira bisa menimbulkan masalah. Karena Ormas tidak mungkin bisa dipisahkan dari politik, politik di sini tentu bukan politik berebut kekuasaan,” jelas Ismail.

Kedua, dalam pasal penjelasan mengenai larangan. Disebutkan Ormas itu dilarang menyebarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam penjelasan mengenai paham yang bertentangan dengan Pancasila itu, di draf lama disebutkan atheisme, komunisme, kapitalisme, sosialisme dan liberalisme. Anehnya di dalam draf paling anyar kapitalisme, sosialisme dan liberalisme itu ditiadakan.

“Nah, ini kan menimbulkan pertanyaan. Kalau begitu apakah kapitalisme, sosialisme dan liberalisme itu sesuai dengan Pancasila? Masak iya politik liberal, ekonomi liberal, budaya liberal, ekonomi kapitalis, yang selama ini menimbulkan eksploitasi, menimbulkan ketidakadilan, yang di Eropa dan di Amerika sendiri mulai digugat itu sesuai dengan Pancasila?”

Itu kan pertanyaan susulan yang pasti muncul ketika tiga paham itu dihapus dari daftar paham yang disebut bertentangan dengan Pancasila. Karena membuka peluang berkembangnya paham-paham ini.

“Disebut bertentangan saja masih bisa berkembang, apalagi tidak disebut bertentangan. Nah ini saya pikir juga harus dipersoalkan pada kesempatan yang akan datang, sebelum RUU Ormas ini disahkan,” pungkasnya. (mediaumat.com, 12/4)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*