Soal Miss World: Jangan Biarkan Jabar Makin Liberal
Oleh : Siti Nafidah Anshory (Ketua MHTI Jawa Barat)
Baru-baru ini, antaranews.com merilis berita soal pernyataan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan yang secara tidak langsung memberi dukungan atas penyelenggaraan puncak acara Miss World digelar di Sentul, 28 September 2013 nanti.
Dukungan ini diberikan karena dua alasan. Pertama, menurutnya ajang Miss World ini berbeda dengan ajang sejenis lainnya karena saat puncak acara tidak akan menggunakan bikini dan akan lebih sopan. Kedua, acara ini bisa menjadi ajang promosi pariwisata Jawa Barat ke dunia internasional.
Dalam berita tersebut, dikabarkan pula bahwa Gubernur menyatakan siap berkomitmen untuk menampilkan keramahtamahan masyarakat Jawa Barat selama menjadi tuan rumah acara ini. Bahkan pihaknya juga sempat mengusulkan agar selain menggunakan kebaya saat puncak pagelaran, salah satu rangkaian acara menuju Final Miss World bisa mengambil lokasi di tempat wisata Jawa Barat seperti Kawah Putih di Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Bukan Alasan
Meski Gubernur sempat mengatakan bahwa perizinan bagi perhelatan bertaraf internasional seperti Miss World ini bukan termasuk wilayah kewenangannya, namun dukungannya atas acara ini merupakan langkah yang “berani” dan patut dikritisi. Kenapa? Karena selain akan menuai kontroversi, apa yang dijadikan alasan sebenarnya tak layak menjadi alasan.
Pertama, soal “kesopanan” yang katanya dijamin akan diperhatikan dalam penyelenggaraan acara. Pertanyaannya, sopan menurut standar siapa? Sementara kita tahu, bahwa perhelatan semacam Miss World memiliki rangkaian tahapan yang harus dilalui setiap peserta, dan pada setiap tahapan penilaian, tentu sudah ada pakemnya. Antara lain soal apa yang dipakai, apa yang harus dilakukan, yang semuanya memakai standar “Barat” yang diketahui sangat liberal dan sekuler serta bertentangan dengan nilai-nilai yang dikukuhi masyarakat Jawa Barat, terutama Islam.
Sebagai kader parpol Islam beliau tentu sangat memahami bahwa aktivitas semacam ini bertentangan dengan syariat Islam yang menjaga kemuliaan perempuan, di antaranya dengan pengaturan soal akhlak dalam pergaulan, soal aurat dan larangan menampakkan kecantikan kepada laki-laki bukan mahram (tabarruj). Dan nash-nash syara’ (al-Qur’an dan as-Sunnah) telah banyak menjelaskan hal ini dengan penunjukan yang qath’i (fixed). Jika demikian halnya, bukankah aktivitas memberi dukungan bahkan memfasilitasi aktivitas yang bertentangan dengan syariat merupakan hal yang sangat dibenci oleh Allah dan dicela dalam Islam?Terlebih dalam posisinya sebagai pemimpin yang punya kekuasaan untuk mencegah segala bentuk kemaksiatan.
Kedua, soal promosi pariwisata yang terkesan mengada-ngada. Sesungguhnya masih banyak cara cerdas, elegan dan halal yang bisa dilakukan untuk mempromosikan potensi Jawa Barat ke dunia internasional tanpa harus mengabaikan budaya luhur khususnya nilai-nilai Islam yang masih tertanam di masyarakat Jawa Barat. Selain bertentangan dengan visi Jawa Barat (yakni : “Dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”), bukankah wilayah ini merupakan salah satu gudang para intelektual dan teknokrat unggul yang diakui tak hanya di level nasional tapi juga di dunia internasional?
Waspada Misi Penjajahan
Diakui atau tidak, ajang putri-putrian semacam Miss World realitasnya telah menjadi simbol eksploitasi perempuan sekaligus menjadi jalan penyebaran budaya liberal dan hedonis yang lumrah dalam sistem kapitalisme. Betapa tidak? Seorang Miss World realitasnya hanya dipilih karena keseksian dan kadar kecerdasan yang tak jelas ukurannya dan dengan tahapan-tahapan yang seringkali mengabaikan nilai-nilai akhlak dan menodai kehormatan perempuan itu sendiri. Sementara yang meraup keuntungan besar dari ajang ini adalah pihak EO dan pihak sponsor dari kalangan produsen fashion, kosmetik, iklan/broadcast serta perusahaan-perusahaan film yang menjadikan “sang putri” sebagai kapstok atau etalase berjalan bagi produk-produk mereka.
Di pihak lain, penyelenggaraan ajang ini telah berhasil memunculkan euforia. Begitu banyak perempuan di dunia yang akhirnya terobsesi menyandang gelar “miss world” dengan segala kemewahan hidup yang diraihnya. Bahkan kehidupan mereka yang serba glamour, hedon dan liberal baik dalam berperilaku, cara berpakaian, cara berpikir, otomatis menciptakan patron (role model) baru mengenai sosok perempuan modern yang seolah harus ditiru.
Dampak dari semua itu, standar dan model kemajuan pun menjadi berubah dan kian menjauh dari nilai-nilai Ilahiyah yang justru menempatkan kaum perempuan dalam posisi strategis dan terhormat sebagai ibu generasi dan manajer keluarga. Hingga kebanyakan kaum perempuan sekarang justru lebih bangga mengejar karir dan materi demi memenuhi kesenangan jasadiyah sesaat hingga kerusakan akhlak dan segala dampaknya menjadi problem yang kian menyesaki ruang kehidupan keluarga dan masyarakat kita.
Kita tentu tak ingin, virus liberalisme, hedonisme dan sekulerisme yang rusak dan merusak semacam ini makin menjangkiti anak-anak remaja perempuan khususnya di Jawa Barat. Bukankah selama ini kita belum mampu menyelesaikan persoalan moralitas remaja Jabar yang kian rusak akibat tata pergaulan dan budaya liberal yang merasuk lewat media televisi, radio dan internet? Bukankah kita ingin agar generasi Jawa Barat lebih mengedepankan kecerdasan dan kesantunan hakiki yang bersumber dari kesadaran ruhiyah sebagai hamba dan khalifah fil ardhi? Hingga ke depan Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya akan benar-benar menjadi bangsa terdepan dan menjadi pionir peradaban sebagaimana visi besarnya.
Jadi, jangan menambah beban para orangtua terutama para ibu dalam mencetak anak-anak yang shaleh hanya demi menambah pendapatan daerah. Jangan pula korbankan masa depan generasi hanya demi meraih keridhaan bangsa asing dan memenuhi kerakusan para kapitalis. Karena bagi mereka, Jawa Barat –bahkan Indonesia– tak lebih dari pasar potensial, sekaligus objek jajahan produk pemikiran, budaya dan ekonomi, agar kapitalisme tetap menghegemoni.
Cukuplah peringatan Allah swt dalam Al-Qur’anul Karim: “dan Allah sekali-kali tidak akan pernah memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin” (TQS. An-Nisa :141).