HTI Press, Bandung.– “Saat ini eranya Khilafah. Demokrasi sudah mulai ditinggalkan bahkan digugat di negeri asalnya sendiri”. Maka sangatlah aneh, kalau tokoh-tokoh Islam malah memperjuangkan demokrasi”. Demikian menurut Ust. Farid Wadjdi membuka pemaparannya dalam Diskusi Politik Tokoh Jabar “Demokrasi vs Khilafah” yang digelar DPD I HTI Jabar pada Sabtu (13/04) di RM Sindang Reret, Bandung.
Lebih lanjut Ust. Farid menjelaskan bahwa sistem pemerintahan Islam bukan Monarki, bukan Republik, bukan Federasi, bukan Demokrasi, bukan Teokrasi dan Bukan Autokrasi. Islam memiliki sistem pemerintahan yang unik dan khas yakni Khilafah Islam.
Selain itu, Ust. Farid juga menjelaskan perbedaan mendasar antara Demokrasi dengan Khilafah, dari aspek standar, hubungan rakyat-penguasa, pemilihan kepala negara dan masa jabatannya.
Hadir dalam diskusi politik tersebut, tokoh-tokoh Jawa Barat, diantaranya Agung S. Soetisno (Ketua KADIN Jabar), Kol (Pur) Herman Ibrahim, Prof. Dr. Muhammad Nadjib (Ketua ICMI Jabar), Prof. Anas Subarnas (Guru Besar Unpad), Dr. (HC) Mursalin Dahlan, Drs. H. Hadiyanto A. Rachim (DDII Jabar), KH. M. Ridwan (PW PERSIS), Dr. Tommi Setiawan, Yaya Rumana, MA (PW Mathlaul Anwar), Noorman Herryadi, Sp.F (Kabag Forensik RSHS), Ajay (LSM Buruh Gaspermindo), Rahmat Baiquni (Jamaatul Muslimin) dan sejumlah tokoh lainnya.
Dalam kesempatan tersebut peserta menyampaikan gagasannya. Diantaranya Dr. (HC) Mursalin Dahlan. Beliau menyampaikan sangat senang dengan adanya acara seperti ini. Insya Allah mampu mengingatkan tentang perjuangan utama dari seluruh elemen masyarakat untuk berjuang menegakan khilafah, ujarnya. Beliau juga menegaskan bahwa khilafah adalah satu-satunya sistem yang mampu menerapkan Islam secara sempurna.
Sementara itu Prof. Dr. M. Nadjib yang juga merupakan Ketua ICMI Jabar dan PR IV UIN SGD Bandung menyampaikan bahwa demokrasi baiknya tidak di besarkan-besarkan karena terbukti gagal. Menurutnya, keputusan bangsa Indonesia memilih demokrasi adalah kesahan besar dan ini adalah kesalahan kolektif. Plato sendiri telah mengecam demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik diantara yang paling buruk. Menurutnya Plato juga menyebutkan adanya konsep negara ideal. Dan negara ideal yang dimaksud menurutnya setara dengan khilafah. Prof. Nadjib juga menyatakan, bahwa jika kebenaran dilihat dari suara mayoritas maka pasti celaka. Bagaimana jika mayoritas penduduknya adalah pencuri atau penjahat? Tanyanya retoris.
Dari kalangan pengusaha, Pak Agung S. Soetisno yang juga Ketua KADIN Jabar menjelaskan bahwa di era demokrasi saat ini beliau sangat prihatin. Menurutnya, dalam sistem Demokrasi hanya menjadikan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Saat ini menurutnya berbagai sektor dikuasai asing, seperti halnya sektor finansial dan migas. Demokrasi menurutnya menyebabkan biaya tinggi. Dalam pilgub jabar saja menurutnya menghabiskan biaya Rp 1,4 triliuin, tetapi tetap tidak melahirkan manusia setengah dewa yang mampu memperbaiki jabar lebih baik.
Dari kalangan akademisi, Prof Anas Subarnas yang juga Guru Besar Unpad mengatakan, bahwa sebagai orang Islam saya mengapresasi sistem Khilafah, karena menurutnya mau tidak mau dari aspek akidah maupun kebutuhan, kita harus mengikuti Islam. Khilafah Islam menurutnya merupakan sistem pemerintahan yang mampu mengimplematasikan hukum-hukum Islam.[]