Pendidik tak Berakhlak: Buah Penerapan Sistem Kapitalisme-Demokrasi
Juru Bicara
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
Pernyataan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
Pendidik tak Berakhlak: Buah Penerapan Sistem Kapitalisme-Demokrasi
Potret buram dunia pendidikan semakin banyak terungkap. Bukan hanya soal buruknya fasilitas pendidikan, kurikulum yang terus berganti-ganti tanpa arah yang pasti, hingga yang terbaru soal kisruh UN. Belakangan masyarakat semakin resah oleh banyaknya kasus asusila yang dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya dan terjadi di dalam lingkungan sekolah. Sebagian kasus yang cukup mengagetkan, minggu lalu dilaporkan bahwa seorang kepala sekolah di Batam melakukan pencabulan terhadap 15 siswi SMP yang dipimpinnya. Juga kasus perbuatan asusila yang dilakukan guru terhadap siswi sebuah SMAN di Jakarta, dan Maret lalu lima siswa sekolah negeri melaporkan tindakan cabul gurunya yang menjanjikan imbalan nilai pelajaran.
Kasus-kasus tersebut bukan hanya menodai dunia pendidikan, namun juga menjadi peringatan nyata bagi kita bahwa sistem pendidikan yang berlangsung saat ini telah gagal menghasilkan generasi berkualitas yang cendikia apalagi untuk diharapkan bisa mewujudkan pribadi-pribadi mulia. Kita membutuhkan perombakan total pada sistem pendidikan kita. Bukan hanya pembenahan kurikulum dan perbaikan acuan seleksi dan pembinaan guru, lebih mendasar dari itu diperlukan perubahan asas pembangunan pendidikan. Pendidikan yang berasas sekularisme saat ini hanya akan melahirkan persoalan.
Sebagai organisasi politik yang serius mengupayakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
- Kapitalisme, ideologi yang diadopsi negara ini telah melahirkan kebebasan berkeyakinan, berperilaku, berpendapat dan memiliki harta. Inilah yang mendasari penerapan konsep hak asasi manusia (HAM). Akibatnya semua orang termasuk guru sekalipun berhak berbuat apapun. Perbuatan-perbuatan asusila pun sudah dianggap biasa, karena yang lain juga melakukannya. Inilah yang menjadi sumber lahirnya berbagai tindak asusila baik oleh guru maupun anak didiknya.
- Demokrasi, sistem politik yang dipilih negara ini telah menghasilkan manusia-manusia yang miskin rasa tanggung jawab. Tak terkecuali para guru yang rendah tanggung jawabnya untuk mendidik dan memberikan keteladanan pada anak didiknya. Alih-alih melindungi dari kekerasan seksual dan mencontohkan akhlak mulia, justru guru melakukan perbuatan asusila bahkan melindungi perbuatan bejatnya dengan menyalahgunakan profesinya.
- Sistem kapitalisme demokrasi tidak akan mampu mencetak guru ideal karena ukuran profesionalitas yang menjadi dasar seleksi pendidik sangatlah dangkal, yakni berdasarkan ukuran kemampuan akademisnya semata. Kepribadian mulia dan kemampuan mendidik yang semestinya menjadi landasan justeru tidak menjadi penentu. Semestinya seleksi dan pembinaan guru dilakukan dengan standar kepribadian Islam setiap calon guru, mewujudkan profesionalitas dengan acuan Hammah (memiliki etos kerja, sehingga mengajar penuh semangat dan ingin mendapat ridla Allah), Amanah (terpercaya dan tidak melakukan penyimpangan baik kepada institusi maupun kepada murid-murid), Kafa’ah (menguasai materi, teknis dan metodologi mengajar), dan Qudwah Hasanah (menjadi suri tauladan bagi orang-orang di sekitarnya)
Oleh sebab itu, janganlah Kita berdiam diri membiarkan bangsa ini kehilangan sumber daya manusia yang mumpuni di masa mendatang karena buruknya sistem pendidikan. Bangsa ini membutuhkan pendidikan berasas Islam yang menjamin penyelenggaraan pendidikan yang profesional dan handal. Kurikulum dibuat untuk melahirkan pribadi Sholih, cakap dan bertanggung jawab, sekaligus sebagai patokan dalam merekrut dan membina praktisi kependidikan.
Sistem pendidikan Islam hanya bisa dipraktekkan sempurna dalam sebuah Negara Khilafah. Karena hanya khilafah Islamiyah lah satu-satunya yang menjadikan pendidikan sebagai layanan yang diberikan Negara tanpa pamrih. Sementara sistem demokrasi menjadikan Negara meregulasi pendidikan rakyat sekadar agar bisa tercetak tenaga- kerja yang mampu menghasilkan materi dan membayar pajak. Karenanya negara demokrasi mengabaikan aspek kepribadian dan kualitas guru dan membiarkan masyarakat termasuk di dalamnya para guru terpapar pemikiran dan perilaku porno. Sebaliknya Negara Khilafah berkomitmen utuh untuk melindungi masyarakat dari berbagai kerusakan ide dan perilaku, dengan melarang keras perilaku porno, media yang mempromosikan gaya hidup liberal dan menegakkan sanksi tanpa pandang bulu pada pelanggar-pelanggar aturan.
Sudah selayaknya sistem demokrasi yang penuh dengan kerusakan ini diganti dengan sistem Islam yang penuh dengan keharmonisan dan kemaslahatan. Marilah bersegera mewujudkannya!
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal [8]: 24)
Jurubicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
Iffah Ainur Rochmah
Hp: 08123037573
Email: iffahrochmah@gmail.com
Krisis maral dapat ditandai dengan dua gejala yaitu tirani dan keterasingan. Tirani merupakan gejala dari rusaknya prilaku sosial, sedangkan keterasingan menandai rusaknya hubungan sosial, solusi yang tepat hanya kembali ke jalan Allah. Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak pula ad kesedihan hati bagi mereka.(Qs. 2:38 )
Sejauh mana ide2 ini telah masuk kpd penyelenggara pemerintah?