Kebanggaan Muslimah: Kami Menolak Islamofobia Femens dan Perang Salib Neo-Kolonialis Untuk Menyelamatkan Kami
Oleh: Sofia Ahmad
Aktivis yang saat ini kuliah Hubungan Internasional di Universitas Birmingham
Saya telah mengikuti eksploitasi yang dilakukan oleh Femen dan telah menjadi semakin merasa frustrasi dengan cara bagaimana mereka melakukan kampanyenya. Apa yang sedang dilakukan Femen sangatlah kontraproduktif dan merugikan kaum wanita Muslim di seluruh dunia. Bagi saya dan ratusan wanita lain yang sudah melakukan kontak dengan saya selama beberapa hari terakhir, taktik mereka merupakan bagian dari perang ideologi yang terjadi di antara unsur-unsur neo-kolonial dalam masyarakat Barat dan Islam. Tujuan mereka bukan untuk membebaskan kita dari yang dianggap sebagai perbudakan, tapi malah bertujuan untuk memperkuat imperialisme Barat dan membangkitkan persetujuan atas perang yang sedang berlangsung terhadap negara-negara Muslim.
Meskipun saya mengemukakan pandangan pribadi tentang efektivitas tindakan Amina Tyler, saya berharap bahwa dia tetap dalam keadaan aman dan baik. Namun, saya gagal untuk melihat bagaimana deklarasi ‘Topless Jihad Day ‘untuk mendukungnya’ akan memiliki efek positif terhadap nasibnya. Suatu kebijakan yang didasarkan pada “Muslim women, let’s get naked” (Wanita Muslim, marilah kita telanjang) adalah tindakan yang kontraproduktif dan nyaris gila. Ini adalah apa yang mendorong saya untuk memulai ‘Muslimah Pride Day’ (Hari Kebanggaan Muslimah).
Tampaknya, banyak wanita Muslim lainnya di seluruh dunia setuju dengan sikap saya dan apa yang terjadi selanjutnya adalah penolakan yang lantang dan vokal terhadap Femen. Alih-alih para wanita Muslim ‘yang telanjang’, dari seluruh dunia malah men-tweet dan meng-upload gambar-gambar mereka ke Facebook dengan mengenakan jilbab, cadar, dan pakaian Barat. Mereka memberikan tanda yang memberitahu kepada dunia mengapa mereka bangga dengan identitas mereka dan tidak butuh para wanita Islamofobia rasis untuk mendikte mereka tentang bagaimana mereka harus berpakaian. Banyaknya peserta dan dukungan gerakan ini adalah indikasi dari tingkat kemarahan dan frustrasi yang dirasakan oleh para wanita Muslim terhadap tindakan yang kekanak-kanakan dan terus-menerus yang dilakukan oleh Femen dan kelompok-kelompok lain semacamnya.
Dalam surat terbuka kami untuk Femen, kami menyebut mereka sebagai kaum ‘feminis kolonial’ untuk menggambarkan kegiatan mereka. Saya yakin itu adalah istilah yang paling tepat untuk menggambarkan feminisme mereka. Dari Helen of Troy, wajah yang meluncurkan seribu kapal, hingga dalih pembebasan wanita yang berkisar invasi Afghanistan, para wanita selalu digunakan sebagai pion oleh kaum pria sebagai alasan untuk berperang. Femen hanyalah bab yang paling akhir dalam sejarah panjang kaum imperialis gender yang mendorong persetujuan dan memberikan latar belakang ideologis untuk membenarkan perang. Dengan mengabaikan peran negara-negara barat dalam penindasan kaum wanita Muslim dan hanya berfokus pada pria Muslim, mereka hanya bekerja untuk menjelek-jelekkan Islam, bukan untuk membebaskan kaum wanita Muslim.
Dalam sepucuk surat terbarunya yang dimuat di Huffington Post UK, Inna Shevchenko menunjukkan bahwa kami punya kaum “pria berjanggut dengan pisau” di belakang kami yang telah mendorong kami untuk melancarkan kampanye ini. Dengan demikian, dia menolak hak kita untuk mengekspresikan diri sebagai hal yang tidak mungkin.
Apa yang dia siratkan dari pernyataannya adalah bahwa wanita Muslim tidak mampu berbicara untuk diri mereka sendiri. Ini adalah upaya terang-terangan yang menyangkal bahwa kita memiliki hak dalam kehidupan kita sendiri. Usaha untuk memunculkan perasaan rendah diri ini adalah pernyataan simbolik atas alasan mengapa begitu banyak wanita Muslim yang sangat marah kepada Femen.
Menjelang terjadinya perang Afghanistan adalah contoh utama tentang bagaimana feminisme digunakan untuk membangun dan menyebarkan stereotip negatif tentang wanita Muslim untuk menyiapkan dukungan bagi para penghasut perang. Mantan First Lady, Laura Bush, memberikan pidato tentang apa yang dia sebut sebagai penderitaan kaum wanita di Afganistan, yang ternyata adalah merujuk kepada hal seperti burkha yang dianggap menjadi hambatan bagi kebebasan. Nasib kaum wanita Afghanistan yang diberitakan digunakan untuk memanipulasi publik agar percaya bahwa perang ini adalah perang salib feminis yang bermaksud baik untuk membebaskan mereka. Kenyataan yang sesungguhnya yang menyakitkan adalah bahwa metode yang dipilih untuk pembebasan kaum wanita Afghanistan adalah dengan pengeboman, pembunuhan dan perkosaan terhadap mereka yang dengan cara sinis membayangi semangat untuk menyelamatkan mereka dari kaum pria Muslim yang ‘jahat’ dari kalangan mereka sendiri.
Dalam iklim di mana kita terus-menerus diperingatkan tentang ‘benturan peradaban’ dan perang abadi negara-negara Barat terhadap negara-negara Muslim, ada kebutuhan mendasar untuk merendahkan martabat ‘musuh’. Penekanan yang berlebihan terhadap kaum pria Muslim yang dianggap melakukan tindakan misogini yang membayangi kurangnya pengawasan atas penindasan Barat terhadap kaum wanita Muslim. Ketergantungan Femen pada kiasan yang dipakai media secara berlebihan dari nilai-nilai Barat modern yang dibandingkan dengan nilai-nilai Islam tradisional adalah dengan menciptakan representasi dikotomis atas ‘diri sendiri’ (Barat) dan ‘orang lain’ (Muslim).
Wacana-wacana itu hanya didasarkan pada gaun yang dipakai wanita yang secara historis telah digunakan untuk membenarkan penindasan terhadap semua kelompok yang didominasi di dalam sejarah. Para penjajah Prancis merobek jilbab para wanita Muslim selama Revolusi Aljazair. Dalam esainya Aljazair Unveiled, dimana Frantz Fanon meneliti peran wanita dalam masyarakat terjajah, Frantz mengutip penguasa kolonial Perancis dengan mengatakan: “Jika kita ingin menghancurkan struktur masyarakat Aljazair, menghancurkan kapasitas perlawanannya, pertama-tama kita harus menaklukkan kaum wanita, kita harus pergi dan temukan mereka di balik kerudungnya di mana mereka menyembunyikan diri dan di rumah-rumah di mana para prianya menjaga mereka agar tidak terlihat “. Kelompok Neo-cons dan kelompok Islamofobia menggunakan pendekatan yang sama untuk menundukkan para wanita Muslim.
Kampanye hiper-seksualitas Femen dan desakan kepada kaum wanita Muslim untuk bertelanjang sebagai tanda emansipasi adalah sebuah gejala fantasi orientalis. Ketika kaum puritan, kaum Kristen munafik dari Eropa pertama kali datang ke seluruh dunia Muslim, kaum wanita Muslim terlarang bagi orang-orang Barat namun hal itu tidak menghentikan para penulis sastra harem untuk membuat-buat karangan fantasi seksual mereka dan menampilkannya sebagai kenyataan. Kaum wanita Muslim digambarkan sebagai para budak seks yang duduk-duduk di dalam harem, untuk kesenangan seksual kaum pria Muslim. Hal ini telah menyebabkan munculnya ide ‘Wanita Muslim’ sebagai objek seksual yang tunduk. Taktik Femen ini menunjukkan bahwa mentalitas ini tidaklah berubah. Sekarang, Barat yang menganggap dirinya bebas secara seksual, menampilkan kaum wanita muslim (yakni ‘orang lain’) sebagai budak seks yang ditutup-tutupi yang berusaha secara mati-matian melepaskan diri dari burkha mereka yang menyesakkan dan berusaha melepaskan diri dari kawin paksa.
Saya tidak menolak fakta bahwa ada banyak masalah di dunia Muslim. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa Barat baik secara langsung (melalui perbudakan, kolonialisme dan neokolonialisme) maupun secara tidak langsung (melalui dukungan terhadap rezim misoginis dan menindas seperti di Arab Saudi) telah melakukan hal yang lebih jauh dengan merusak kaum wanita Muslim daripada apa yang dimiliki oleh kaum pria muslim. Itu sebabnya saya dengan keras menentang Femen dengan pemaksaan agenda neokolonialnya. Jika Femen benar-benar ingin membantu kaum wanita Muslim, mereka harus mengatasi kenyataan bahwa sudah terlalu lama hingga saat ini, kaum wanita Muslim telah dipinggirkan, dibom, diperkosa, dibunuh, dan diperbudak oleh kaum pria dari dunia barat. Mereka harus bekerja di negara mereka sendiri untuk mencoba dan membatalkan perang di masa depan terhadap negara-negara Muslim dan membantu memecahkan masalah. Atau mungkin, mereka harus tetap mencoba membebaskan kaum wanita di barat.
Kami telah kewalahan dan sangat menghargai dukungan dan dorongan yang kita telah dapatkan dari kaum non-Muslim di seluruh dunia. Seorang wanita dari Amerika Serikat mengirimkan gambar di mana dia telah mengenakan jilbab yang terbuat dari sepotong kain dan ikat kepala sebagai solidaritas atas hak kita untuk memakainya. Kaum Feminis Barat seperti Those Pesky Dames juga telah keluar untuk mendukung kampanye kami. Ini merupakan indikasi dari kemampuan untuk melihat sikap historis yang tertanam masa lalu dan kemauan kaum non-Islam untuk mencoba memahami agama yang disalahartikan ini.
Meskipun popularitas kampanye dan pesan kami yang kuat yang terkirim keluar, Femen terus menampilkan pengabaian yang mencolok dan telah secara konsisten mencoba untuk mengecilkan legitimasi suara kolektif kami. Femen telah mencoba untuk mengabaikan kampanye kami dengan menggunakan konspirasi dan prasangka, dan belum ada tanda-tanda terjadinya debat intelektual atau argumen yang konstruktif terhadap poin-poin yang kita telah angkat. Mereka tidak berusaha untuk mendekati kami secara langsung, mereka juga tidak pernah memberikan tanggapan atas surat terbuka kami. Sebaliknya, Inna Shevchenko mengatakan bahwa dia akan melihat kami di “garis pertempuran”, namun kami tidak ingin terlibat dengan istilah-istilah itu.
Bagi kami, ini bukanlah tentang pertengkaran dengan Femen. Sebaliknya, kami prihatin dengan gambaran yang lebih besar, atas perubahan sikap dan persepsi dan untuk memupuk pemahaman yang lebih baik antara kaum Muslim dan Barat. Ini adalah kesempatan kami untuk menceritakan kisah-kisah kami, biarkanlah suara kami didengar dan menguasai narasi kami sendiri. Femen harus berharap bagi musim panas yang hangat, sehingga mereka bisa bertelanjang setiap hari agar kami jadi peduli, sebagian besar wanita Muslim telah menunjukkan bahwa kami tidak akan bergabung dengan mereka kapan pun dalam waktu dekat. (rz/huffingtonpost.co.uk, 10/4)