Derita Pekerja Perempuan Dhaka di Balik Puing Reruntuhan Pabrik Garment
Seorang wanita muda melahirkan saat terperangkap di bawah reruntuhan pabrik garmen yang runtuh di kota Bangladesh Dhaka pekan lalu, menewaskan sekitar 360 orang.
Setidaknya 362 orang dipastikan tewas dalam runtuhnya gedung berlantai 8 tersebut pada hari Rabu.
Korban tewas diperkirakan akan meningkat dalam sebuah tragedi yang paling mematikan dan memukul industri garmen Bangladesh, yang bernilai US $ 20 milyar (A $ 19,52 miliar) setiap tahun dan menjadi andalan perekonomian. Runtuhnya gedung dan bencana sebelumnya di pabrik-pabrik garmen telah memfokuskan perhatian pada kondisi kerja yang buruk dari pekerja yang bekerja keras hanya demi US $ 38 per bulan untuk memproduksi pakaian merek internasional.
Sekelompok produsen garmen mengatakan pabrik-pabrik di gedung mempekerjakan 3.122 pekerja, tetapi tidak jelas berapa banyak yang berada di dalam ketika pabrik tersebut runtuh. Sekitar 2.500 korban telah diperhitungkan. (nzherald.co 29/04/2013)
********
Bagi sebagian besar wanita yang bekerja di pabrik-pabrik seperti yang baru saja ambruk di Bangladesh, maka ini bukanlah perkara tentang pemberdayaan yang glamor atau kemerdekaan di mana organisasi asing yang beroperasi di negara mereka ingin mereka percaya. Faktor terbesar yang mendorong mereka untuk mengambil kerja manual yang intensif merupakan kegagalan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Allah SWT telah menganugerahi Bangladesh dengan berbagai sumber daya. Tetapi karena pemerintah salah urus dalam menjalankan negara, komoditas berharga ini praktis diberikan kepada perusahaan perusahaan asing, sementara elite penguasa, baik itu Awami League, BNP atau Partai Jatya memperbudak orang Bangladesh dengan mendaftar sebagai negara peminjam dari lembaga-lembaga seperti IMF, dengan melumpuhkan pendapatan rakyatnya. Pinjaman ini juga dilengkapi dengan kondisi yang hanya melemahkan negara, dan mendorong saudari kita untuk menjadi tenaga kerja, yang secara tradisional didominasi oleh karyawan laki-laki, karena sifat dari pekerjaan.
Penguasa dan pengusaha serakah dengan koneksi di tempat-tempat tinggi biasanya berhasil mengamankan transaksi bisnis dengan perusahaan-perusahaan internasional, yang mengubah etos kerja mereka menjadi etos kerja buta. Banyak orang yang bekerja di pabrik-pabrik garmen ini dan hanya mendapatkan 6 sen per pakaian!
Apakah bayaran ini setimpal untuk para penjahit terampil? Apakah mereka layak mendapatkan upah sebesar 6 sen untuk setiap pakaian? Mengapa budaya tidak manusiawi ini tampak normal di negeri-negeri dunia ketiga? Dan mengapa saudara-saudara kita dipaksa bekerja dalam kondisi yang keras padahal negeri mereka, Bangladesh berlimpah akan sumber daya dan seluruh dunia Islam?
Mari songsong kelahiran dunia baru yang menyejahterakan umat di bawah naungan Syariah dan Khilafah![]
Sumber: Muslimah4Khilafah