Kelahiran Terorisme yang Disponsori Negara

Oleh Hassan Tahsin

Sebagai akibat pemboman Boston Marathon baru-baru ini, yang merupakan serangan terburuk yang terjadi di negeri Amerika sejak serangan 11 September 2001, istilah “terorisme global” sekali lagi dibicarakan di arena internasional. Beberapa pemimpin dunia telah menggunakan istilah ini dan dengan demikian telah membantu untuk membentuk opini publik global. Namun, penyebab nyata bagi tersebarnya aksi terorisme masih belum diketahui sebagaimana halnya alasan mengapa pemerintah-pemerintah tampaknya tidak dapat mengakhiri momok yang terjadi secara global ini.

Sebelum kita memeriksa penyebab tersebarnya terorisme, kita harus terlebih dahulu mendefinisikan istilah ini. Istilah ini dapat disimpulkan sebagai berikut; “terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan dalam berbagai bentuknya, seperti pembunuhan, penyiksaan, penculikan dan perusakan dengan motif tersembunyi untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik tertentu dengan menggunakan paksaan untuk membuat musuh mengalah kepada keinginan seseorang dan mendiktenya.” Dengan kata lain, terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menerapkan tekanan pada pemerintah atau lembaga yang tidak setuju dengan ideologi atau kepentingan kelompok-kelompok teroris.

Bentuk terorisme seperti ini muncul di Rusia dan Eropa Barat pasca Revolusi Perancis. Akhirnya, beberapa raja dan kepala negara dibunuh. Percikan api yang memulai Perang Dunia I adalah terjadinya pembunuhan Archduke Austria Franz Ferdinand. Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang nasionalis Serbia itu terjadi ketika Ferdinand mengunjungi kota Sarajevo di provinsi Austro-Hungaria, Bosnia-Herzegovina.
Penyebaran terorisme

Terorisme semacam itu juga muncul di Amerika Serikat bersama dengan munculnya Ku Klux Klan pada tahun 1866. Tujuan dasar dari kelompok ini adalah untuk mengadvokasi supremasi kulit putih dan nasionalisme dan mengakhiri keberadaan masyarakat kulit hitam.

Pada pertengahan abad ke-20, jenis terorisme ini dipraktekkan oleh kaum Zionis yang melakukan teror dengan tujuan menciptakan situasi bagi terbentuknya sebuah negara Yahudi di tanah Palestina. Terorisme ini termasuk pembantaian atas warga Palestina yang tidak bersalah oleh kelompok-kelompok Yahudi bersenjata, pembunuhan para pemimpin Palestina dan bahkan pembunuhan orang-orang Barat yang menentang kehadiran gerakan Zionis di Palestina.

Ideologi politik besar tidak menganggap terorisme sebagai cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Namun, gerakan-gerakan pembebasan dan kelompok-kelompok revolusioner merasa bahwa mereka terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan kolonialisme dan pendudukan, dan oleh karena itu, mereka mendukung terorisme sebagai cara yang sah untuk mencapai kemerdekaan.
Metamormofis konsep terorisme

Pada tahun 1970-an, konsep terorisme selanjutnya berubah. Istilah ini disalahgunakan untuk melayani kepentingan-kepentingan pemerintah terhadap gerakan-gerakan revolusioner yang sah. Pemerintah-pemerintah itu menyebut setiap tindakan anti-pemerintah sebagai aksi teror. Sehingga akhirnya menyebabkan perjuangan untuk meraih kemerdekaan atau perlawanan terhadap kekuatan pendudukan mendapat predikat sebagai aksi teroris. Dengan kata lain, istilah ini disalahgunakan untuk melayani kepentingan-kepentingan pribadi.

Penyimpangan ini ada dalam arti dan definisi terorisme sehingga mendorong banyak pemerintah untuk mengambil keuntungan dari kelompok-kelompok teroris atau kelompok-kelompok kriminal terorganisir dengan cara mendukung mereka untuk melaksanakan beberapa misi rahasia mereka. Hal ini terbukti dalam kasus beberapa pemerintah yang mendasarkan tindakannya pada kelompok-kelompok teror selama masa Perang Dingin. Selanjutnya, terorisme menjadi profesi dengan terjadinya tindakan-tindakan teror yang bersemangat untuk melayani kepentingan orang-orang yang memberi mereka uang yang paling banyak.

Hal ini mengakibatkan tersebarnya terorisme dari wilayah yang terbatas kepada wilayah global yang lebih luas. Akhirnya, pemerintah-pemerintah yang menjadi mentor kelompok-kelompok teroris itu tidak lagi mampu mengendalikan mereka. Laporan Strategis Arab, yang diterbitkan di Mesir pada awal tahun 1999, memberikan pandangan objektif tentang perkembangan yang terjadi dalam operasi kelompok-kelompok teror pada tahun 1998 dan situasi proyeksikan mereka pada tahun 1999. Menurut laporan itu, contoh terbaik dari peran bahwa pemerintah bermain dalam aksi teror adalah ledakan yang menargetkan kedutaan AS di Kenya dan Tanzania pada 7 Agustus 1998. Itu merupakan pukulan fatal bagi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah AS pada masa itu. Sebuah kelompok militan, yang dididik oleh AS sendiri, berada di balik dua serangan itu.

Pemerintah AS ingin mendapatkan keuntungan dari Afghanistan untuk mewujudkan tujuannya, seperti mengendalikan minyak dan kekayaan mineral di Asia Tengah dan menggagalkan rencana Iran untuk memasang pipa minyak dan gas alam yang akan mencapai hingga ke Pakistan dari Turkmenistan melalui Afghanistan. Pada saat yang sama, pemerintah AS ingin mengambil keuntungan dari posisi geopolitik Afghanistan sehingga bisa mengepung dan mengisolasi Iran secara militer, politik dan ekonomi. Tindakan-tindakan semacam itu yang dilakukan oleh AS untuk melayani kepentingan sendiri telah memupus harapannya sendiri untuk bisa hadir secara dominan di wilayah itu.

Terorisme global yang sedang dibacarakan dunia pada saat ini pada awalnya adalah ciptaan beberapa pemerintah. Jika ada kemauan nyata untuk memberantas terorisme, maka adalah penting untuk mengkontrol secara penuh semua kelompok teroris dan menghentikan pendanaan mereka. Jika itu dilakukan, maka infrastruktur kelompok-kelompok itu akan terbongkar. Para pemimpin yang membunuh tidak akan membantu melenyapkan kelompok-kelompok teroris. Hal ini hanya akan mengakibatkan munculnya pemimpin tingkat kedua dan ketiga dari kelompok-kelompok yang akan memungkinkan kelompok itu untuk tetap utuh. Kebanyakan kelompok teroris memiliki perencanaan organisasi yang sangat baik karena pendanaan pemerintah yang mereka terima. Itulah alasannya mengapa terorisme jenis ini dapat secara tepat disebut sebagai terorisme yang disponsori negara.


Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh Saudi Gazette pada tanggal 2 Mei 2013.

______________________

Hassan Tahsin adalah seorang penulis veteran Mesir dan kontributor tetap untuk surat kabar pan-Arab, termasuk Saudi Gazette. Tulisan-tulisannya fokus pada konflik di Timur Tengah. Analisis politik Tahsin terutama berpusat pada hubungan Arab-Israel pada tingkat regional, dan kebijakan dalam dan luar negeri Mesir, termasuk hubungan dengan dunia Barat. Tahsin bisa dihubungi di htahsin-8@hotmail.com. (rz)

 

Sumber : alarabiya.net

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*