Demokrasi Ciptakan Pemerintah Sableng 212

Demokrasi terbukti hanya menciptakan pemerintahan sableng 212. “Artinya, dua tahun pertama untuk kembalikan modal. Satu tahun untuk mengabdi. Dan dua tahun sisanya untuk persiapan maju dalam pilkada berikutnya,” ungkap Ketua DPD II Barito Selatan Muhammad Bakrie saat menyampaikan orasi dalam acara Muktamar Khilafah bertempat di Stadion Tuah Pahoe, Km 5 Palangkaraya Ahad (12/5). Sehingga, mustahil model pemerintahan semacam ini akan mampu melayani kebutuhan dan menuntaskan problematika di masyarakat.
Acara Muktamar diguncang oleh seruan syariah dan khilafah dari 3000 peserta kaum muslimin se Kalimantan Tengah yang memadati stadion. Tujuan muktamar adalah untuk memupuk kesadaran politik dan opini penegakan syariah dan khilafah sebagai penganti sistem demokrasi sekuler yang terbukti bobrok.

Dalam pidato pembukanya, Ketua DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kalteng Ustad Hadian Susilo menjelaskan latar belakang acara Muktamar Khilafah dilaksanakan pada bulan Mei ini karena bertepatan dengan bulan Rajab. “Karena bulan Rajab, tepatnya 28 Rajab 1342 H Khilafah Islamiyah di Turki diruntuhkan Musthafa Kamal atas dukungan Inggris,” ungkapnya dengan nada tinggi. Hadian menuturkan sejak runtuhnya khilafah, umat Islam kehilangan institusi yang menjadi pelaksana syariah, pelindung dan pemersatu umat Islam. Selain itu, umat ini terus dilanda berbagai musibah tanpa henti. Umat Islam dicabik-cabik, ditumpahkan darahnya, dirampas kekayaannya, dihinakan agamanya, dan dijajah kaum kafir. “Sungguh, tiadanya khilafah benar-benar merupkan umm al-jarâim, induk dan pangkal aneka musibah, keburukan, dan kejahatan,” tegasnya.

Pembicara kedua, Ketua DPD HTI Kotawaringin Barat Abu Nasir menyatakan bahwa barat kini sedang berada di ambang kehancuran akibat resesi ekonomi berkepanjangan, konflik politik, kehancuran moral, kriminalitas dan problematika sistemik lainnya. Pada sisi lain, tanda tanda kebangkitan Islam semakin dekat dan nyata di depan mata. Allah membuktikan kebenaran sabda Nabinya yang berbunyi,“Ina-Llaha takaffala bi Syam wa ahlihi (Allah telah menjamin Syam dan penduduknya).” Hal ini dibuktikan dengan terus berkobarnya api Revolusi Syam hingga, meski telah memasuki tahun ke-3.

Menurut Abu, Revolusi Syam juga berbeda dengan Revolusi Mesir, Tunisia, Libya maupun Yaman. Revolusi Syam adalah Revolusi Islam, yang tidak hanya bertujuan menumbangkan Rezim Kufur, Bashar Assad, tetapi bertujuan untuk menegakkan Khilafah yang menerapkan sistem Islam. Adapun orator ketiga, Muhammad Bakrie menjelaskan bahwa salah satu sumber malapetaka bagi umat ini karena diterapkannya sistem kufur demokrasi dan nasionalisme. Siapapun yang melaksanakan sistem kufur yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam ini, pasti akan berbuah pada bencana dan penderitaan.

Untuk itu, menurut DPP HTI Pusat Jakarta, Tun Kelana Jaya, arah perubahan yang kita tuju adalah melanjutkan kehidupan Islam (isti`nâfu hayâtil islâmiyyah).  Melanjutkan kehidupan Islam maknanya adalah ‘audatul muslimîn ilal ‘amali bi jami’i ahkâmil Islâm (mengembalikan kaum Muslimin untuk mengamalkan seluruh ajaran Islam) baik akidah, ibadah, akhlak, muamalat; sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri.

Selain itu, melanjutkan kehidupan Islam berarti merubah negeri-negeri Islam menjadi dâr al-Islâmserta merubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami.  Misi ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan tegaknya khilafah dan mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslimin yang dibaiat atas dasar ketaatan kepada al-Quran dan as-Sunnah.

Acara Muktamar Khilafah digelar oleh DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Provinsi Kalimantan Tengah dan 31 kota besar se Indonesia. Puncak acara pada Ahad, 2 Juni 2013 bertempat di stadion Gelora Bung Karno Jakarta. (harian Borneonews, 13/5/2013)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*