Ibu dan Generasi Berjuang Tegakkan Khilafah

HTI Press. Generasi cemerlang menjadi dambaan setiap bangsa. Para ibu pun pasti mendambakan buah hatinya menjadi bagian dari generasi cemerlang. Apakah generasi cemerlang akan mampu terwujud dalam naungan system (baca: Kapitalisme) saat ini? Lalu, dengan sistem apakah yang akan mampu mewujudkan generasi cemerlang?

Dalam upaya melakukan penyadaran di tengah-tengah masyarakat, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD I Jatim mengundang para ibu dan generasi muslimah dalam Forum Muslimah untuk Peradaban yang diadakan di Hall Mina Asrama Haji Embarkasi Surabaya pada Ahad (12/5) lalu. Forum dengan tema “Stop Kehancuran Generasi, Wujudkan Generasi Cemerlang dengan Khilafah” dihadiri tidak lebih dari 400 muslimah, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, ibu penggerak PKK, mubalighah, pengajar, dan dosen.

Diawali dengan pemaparan fakta anak-anak saat ini oleh Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus Psikolog, Uci Khadijah dan Pengasuk Rubrik Pendidikan Tabloid Artistika, Qonita. Uci menuturkan persoalan yang terjadi pada anak-anak biasanya berawal dari rumah. Bisa karena pola asuh orang tua yang tidak menerapkan nilai aqidah Islam dan tidak adanya teladan akhlaqul karimah.

Menurut Qonita, masalah pergaulan bebas, kriminalisasi, aborsi kini tidak lagi asing di tengah anak-anak. Karena itu, para ibu harus cerdas melihat kondisi yang ada. Ditambah lagi dengan serbuan musuh-musuh Islam yang terus berupaya untuk merusak generasi muda Islam. Terbukti, paham kebebasan merasuki generasi muda muslim. Mereka melakukan apapun ‘semau gue’.

Seperti yang pernah diungkapkan Mantan Perdana Menteri Inggris, Gleed Stones, “”Percuma memerangi umat Islam, kita tidak akan mampu menguasainya selama di dada pemuda-pemuda Islam al-Qur’an masih bergelora. Tugas kita kini adalah mencabut al-Qur’an hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada 1000 meriam.”

Ustdzah Asma’ Amnina dari DPP MHTI mengatakan bahwa  liberalisasi hukum, sosial, pendidikan dan ekonomi memang tengah mengepung keluarga, masyarakat dan negara umat muslim. “Liberalisasi mendominasi banyak hal. Azas kebebasan jadi patokan pengambilan sikap dan keputusan,” ujarnya.

Belum lagi sistem pendidikan kapitalis yang hanya berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan pasar dan pemenuhan standar dengan kompetensi lulusan. Akibatnya, generasi yang dicetak bukan dilihat dari kepribadian, melainkan hanya dari keahlian. Tidak mampu melihat mana benar dan salah. Mereka berfikir pragmatis, individualistik, kehilangan identitas, lunturnya budi pekerti dan sopan santun, tidak visioner serta kurang peka terhadap masalah lingkungan.

Kondisi ini juga dpengaruhi oleh sistem yang tegak saat ini. Sebab sistem pendidikan lahir dari legislasi terhadap undang-undang pendidikan. Nasib generasi diputuskan melalui suara terbanyak dan bukan dari suara kebenaran atau wahyu. Kebijakan pendidikan tidak menghasilkan bagaimana seharusnya (solusi) tapi apa yang dilakukan (pragmatis).

Sistem yang ada sekarang ini juga membiarkan liberalisasi ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan kepemilikan 83 persen kekayaan dunia oleh 20 persen penduduk dunia. Pendapatan 49 negara termiskin dunia di bawah kekayaan 3 orang terkaya di dunia. Bukti terjadinya kesenjangan.

Lalu, bagaimana mencetak generasi cemerlang? Retno Sukmaningrum dari DPP MHTI memiliki jawabannya. Generasi cemerlang yang dimaksud mempunya ciri-ciri taqwa, cerdas dan mampu memimpin umat. Menurut HR Ibnu Majah, cerdas artinya mampu menundukkan hawa nafsu serta biasa beramal untuk bekal kehidupan setelah mati.

Retno mencontohkan generasi cemerlang seperti Muadz bin Jabal yang sudah menjadi hakim agung di usia 18 tahun atau Muhammad Al Fatih yang baru berusia 20 tahun ketika diangkat sebagai panglima perang. “Gernasi cemerlang lahir dari sistem Islam yang terbaik,” ujarnya.

Di dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang bertujuan membangun kepribadian Islam baik aqliyah dan nafsiyah. Wajar jika kemudian kurikulum yang dibuat berdasarkan aqidah Islam dan disesuaikan dengan level berfikir (usia) agar bisa diamalkan.

Dari aspek manajemen, pendidikan di dalam Islam bebas biaya, tersedianya sarana prasarana, guru berkualitas, serta penyiapan orang tua yang berkualitas. Ini tentu tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus ditopang dengan sistem ekonomi yang harus diterapkan oleh negara. Di samping juga didukung dengan ibu yang cerdas, menanamkan ketaatan, solusi hidup dan kepedulian terhadap masa depan umat. “Stop kehancuran generasi, wujudkan generasi cemerlang dengan Khilafah,” katanya.

MHTI senantiasa mengajak umat Islam dalam mewujudkan kembali tegaknya Khilafah. Dalam akhir sesi sebagian peserta telah sepakat untuk turut berjuang bersama Hizbut Tahrir. Mereka juga merindukan tegaknya kembali system Khilafah yang akan mampu melahirkan generasi cemerlang dambaan umat.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*