HTI Press. Luwuk Banggai- Liberalisme (kebebasan) merupakan pilar dari sistem demokrasi. Dan pilar ini mengandung setidaknya empat bahaya yang merupakan konsekuensi dari kedaulatan di tangan manusia. Hal itu terungkap dalam Muktamar Khilafah Sulawesi Tengah, Ahad (19/5) di Halaman Masjid Agung An Nur, Luwuk Banggai.
Pertama, kebebasan beragama (freedom of religion). “Ide ini sangat membahayakan umat karena akan merusak aqidah Islam,” pekik Haerudin, aktivis HTI Kabupaten Tojo Una Una, di hadapan sekitar seribu peserta yang hadir dari berbagai daerah di Sulawesi Tengah.
Berdasarkan prinsip ini, lanjutnya, agama menjadi sesuatu yang tidak prinsip sehingga seolah menjadi permainan. Menyuburkan aliran sesat. Murtad atau keluar dari agama Islam dianggap hal yang lumrah.
Kedua, kebebasan berpendapat (freedom of speech). Dalam demokrasi, setiap individu berhak mengembangkan pendapat atau ide apapun dan bagaimanapun bentuknya tanpa tolok ukur halal-haram. “Semuanya atas nama kebebasan berpendapat, riba, salah satunya bunga bank, yang jelas-jelas diharamkan Allah SWT, dilegalkan dalam demokrasi,” tegasnya.
Ketiga, kebebasan kepemilikan (freedom of ownership). Kebebasan ini, lanjut Khaerudin, memberikan hak kepada siapapun yang memiliki modal untuk memiliki dan mengembangkan harta dengan cara apapun tanpa peduli halal dan haram.
Ia pun menyebutkan, dengan kekuatan modal ini mereka membolehkan memiliki apa saja meskipun sesungguhnya itu merupakan pemilikan umum (milkiyah ‘amah) yang merupakan milik rakyat seperti air, listrik, atau tambang-tambang yang jumlahnya melimpah.
Atas dasar kebebasan pemilikan inilah, bebernya, kekayaan alam negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia dijarah dan dirampok. Perampokan ini dikemas dengan istilah-istilah manis yang menipu seperti kebebasan perdagangan, pasar bebas, investasi asing, privatisasi, bantuan luar negeri dan lain-lain. Namun pada hakekatnya adalah sama yaitu perampokan.
“Tidak kalah bahayanya adalah kebebasan bertingkah laku (personal freedom),” ungkapnya menyebut bahaya keempat.
Atas dasar ide ini, kupas Khaerudin, mereka mengajarkan umat Islam untuk tidak terikat pada aturan Allah SWT. Alasannya,manusia berhak menentukan apa yang baik untuk dirinya sendiri, berdasarkan kebebasan. Tidak perlu terikat pada aturan agama.
Sehingga mereka pun menyebarluaskan pornografi, membela dan memuji seks bebas tanpa ikatan pernikahan, bahkan memaksa umat Islam untuk melegalkan homoseksual dan lesbianisme. “Lagi-lagi alasannya adalah kebebasan bertingkah laku. Akibat ide ini, tidak sedikit generasi muda Islam yang terjerumus dalam kemaksiatan!” pungkasnya.
Muktamar tersebut disukseskan pula dengan kehadiran tokoh dan peserta dari berbagai ormas Islam di antaranya adalah Hidayatullah, Al Wahdah, Muhammadiyah. Di sampimg itu, nampak hadir pula H Bukhori (mantan Kepala Kantor Kementrian Agama) dan Husni (pengusaha Muslim).[]Muhaimin/Joy