Munaqosah Muballighah Sleman “Dukungan Muballighah untuk Perjuangan Syari’ah dan Khilafah”
HTI Press. “Perjuangan memang penuh onak duri, jatuh bangun, yang semua itu membutuhkan kesabaran”. Demikian petikan tausiyah Ibu Nyai Hj. Romlah Djumali (Pimpinan Ponpes Nurul Huda, Banyurejo, Tempel, Sleman, DIY) dalam forum munaqosah l Sleman di kediaman Ibu Amir Hamzah, salah seorang penggerak pengajian di wilayah Sleman Timur, Rabu (22/5). Pertemuan tiap Rabu Legi ini dimaksudkan sebagai sarana berbagi pemahaman Islam dan saling menguatkan dalam perjuangan antar muballighah.
Munaqosah dibuka oleh Ustadzah Reni salma (tim Lajnah Khoshoh Muballighah MHTI Sleman) dilanjutkan dzikir dan tausiyah oleh Ibu Nyai Hj. Romlah Djumali. Ibu Romlah menyampaikan bahwa perjuangan membutuhkan kesabaran. “Makna sabar adalah tahan cobaan, teguh, dan hati yang mantap, apalagi dalam medan dakwah terutama dakwah HTI yang menurut sebagian masyarakat dakwahnya keras,” ungkap Bu Nyai yang sekalipun sudah lanjut usia tapi selalu bersemangat.
Dalam panduan diskusinya, Ustadzah Eulis Siti Murnaesih (Ketua MHTI Sleman) menyampaikan bahwa respon para muballighah terhadap perjuangan syari’ah khilafah memang belum sama. Perbedaan kekuatan dukungan juga berpengaruh terhadap respon masyarakat yang menjadi lahan dakwah para muballighah tersebut. Misalnya, masih ada muballighah yang belum memahami pentingnya Khilafah sehingga belum dapat menyampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. “Dukungan kuat dari para mubalighah mutlak diperlukan oleh HTI untuk melakukan perubahan besar terhadap sistem rusak ini,” tandas Eulis.
Ibu Nyai Romlah menanggapi bahwa sesungguhnya dakwah HTI keras karena memang benar. “Masyarakat menganggap keras karena demikian kuat pertentangannya dengan sistem demokrasi kufur yang benar-benar rusak,” imbuhnya. Diskusi menghangat dengan ungkapan Ibu Amir Hamzah, bahwa menyampaikan kebenaran itu banyak konsekuensinya termasuk dicap negatif oleh masyarakat. “Ada beberapa kyai yang menjadi anggota HTI lalu ditinggal jamaahnya. Namun dengan berjalannya waktu, jamaah lainnya pun berdatangan,” katanya. Diskusi kemudian berlanjut dengan pembahasan bahwa sistem Khilafah berbeda dengan sistem republik, kerajaan, parlementer, dan sistem lainnya yang ada di dunia saat ini. Munaqosah kemudian ditutup dengan do’a oleh Ustadzah Adhe Helmayeni. (Pus/MMC DIY)