HTI-Press. Jakarta. “Teu asup akal. Hizbut Tahrir bisa kieu. Kumaha ieu, bisa kieu,” ujarnya sambil menatap lebih dari 100 ribu peserta Muktamar Khilafah di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, Ahad 2 Mei lalu. Ungkapan KH Zaenal Arifin itu keluar dengan suara bergetar. Matanya nanar, tampak berkaca-kaca, lebih-lebih gema takbir, dan syariah, khilafah bergema se-antero stadion. Bibirnya bergumam dengan tahlil, tahmid, dan takbir. Kyai yang biasa menyebut dirinya dengan Abah Entus itu pun sesekali menengok ke kiri dan ke kanan menyaksikan suasana yang terus bersemangat.
Abah Entus adalah salah satu kyai yang ikut rombongan peserta Muktamar Khilafah 2013 dari Pandeglang, Banten. Tempat tinggalnya yang cukup jauh, menjadikan ia berangkat dari rumahnya di Kampung Kananga, Desa Kananga, Kecamatan Menes, Pandeglang, sekitar pukul 01.30 dini hari. Jalanan yang gelap menuju jalan raya, ia terangi dengan lampu senter seadanya. Hingga akhirnya, kyai sepuh berusia 70 tahun ini dijemput panitia daerah Pandeglang.
Keikutsertaannya dalam Muktamar Khilafah memiliki kesan tersendiri. Abah Entus yang selalu bergaya nyentrik ini sekitar 4 bulan lalu pertama kali dikontak oleh tim LKU Pandeglang. Silaturahim pertama itu tidak membuahkan apa-apa. Meski mendapatkan penjelasan tentang Hizbut Tahrir secara lengkap, ia tetap bergeming. Tanpa banyak bicara, ia hanya merespon pendek, yaitu dengan kata “oh” atau “ya”. Tanpa banyak bicara apa-apa, paling hanya mengelus jenggotnya yang terurai panjang memutih.
Kali kedua, responnya pun dingin. Penasihat PC Nahdlatul Ulama Kabupaten Pandeglang ini hanya diam. Tanpa komentar panjang dan jauh dari harapan. Apa yang disampaikan syabab seolah tidak berarti apa-apa. Meski tim LKU DPP HTI sudah berupaya memancingnya dengan menyebut para kyai yang sudah sering dikontak dan ikut pertemuan Hizbut Tahrir di beberapa daerah di Banten, Abah Entus diam.
Hingga akhirnya pertemun-pertemuan berikutnya Abah Entus mulai memberi respon yang tidak pernah diduga-duga. Sambutan hangat begitu terasa. Bahkan, respon positif terhadap apa yang disampaikan begitu lugas, jelas, dan penuh keikhlasan. “Abah lihat, Hizbut Tahrir tidak mengiming-imingi sesuatu. Abah perhatikan, apa yang diperjuangkan adalah sesuatu yang benar. Yang haq. Abah tidak ragu lagi, perjuangan Hibut Tahrir adalah perjuangan kami, ya perjuangan Abah,” ujarnya tegas, kala itu.
Dan, setelah Muktamar Khilafah digelar, semangat perjuangan begitu terlihat. Bahkan pasca Muktamar, ia mengikuti pertemuan dengan para pembicara hingga dini hari. Meski tiba di rumahnya pukul 04.00 WIB subuh, Abah Entus tetap terlihat semangat. Derai senyum yang diiringi salam perjuangan itu terasa mengalir. “Abah akan ikut berjuang,” tegasnya, menutup salam perpisahan. (Gus Jun)
Salut buat Abah Entus, semoga banyak lagi para kyai yang menyusul. Aamiin…