Indonesia dinilai sebagai surga bagi perdagangan minuman keras (miras). Sebab, pengawasan peredaran miras di Indonesia sangat longgar. Miras bebas dijual untuk anak di bawah umur.
Pemerintah yang berfungsi untuk mengawasi dinilai tidak tegas soal aturan penjualan miras. “Indonesia surganya miras. Di Indonesia miras bebas dijual 24 jam,” ujar aktivis antimiras, Fahira Idris, saat dihubungi Republika, Selasa (18/6).
Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mencatat impor miras ke Indonesia selalu naik tajam dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2007 realisasi impor miras mencapai 28.690 karton. Jumlah ini meningkat tajam menjadi 143.668 karton pada 2008. Dan pada 2009, angka impor miras terus meroket hingga 279.052 karton. Dalam dua tahun terakhir, angka penjualan miras terus naik hingga dua kali lipat.
Fahira menyebut negara seperti Turki dan Thailand mampu membatasi penjualan miras pada jam tertentu. Sedangkan di Indonesia, penjualan miras tak mengenal batas umur, waktu, dan wilayah. “Penjualan miras di dekat perumahan, rumah sakit, serta tempat ibadah masih sering terjadi,” ungkapnya.
Dia mengaku kecewa karena pemerintah tidak melakukan gebrakan untuk membatasi miras. Pemerintah dan DPR disebutnya tak serius membatasi miras. Sebab, Rancangan Undang-Undang (RUU) Miras hanya ditempatkan di urutan 63 dari 70 RUU dalam program legislasi nasional (prolegnas) di DPR.
Dia mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) soal miras. PP Miras akan menjadi antisipasi di tengah makin bebasnya miras beredar. Menurutnya, aturan soal miras bisa mengikuti jejak PP No 109 Tahun 2012 tentang rokok.
Demi usahanya memerangi peredaran minuman beralkohol, Fahira memprakarsai Gerakan Anti Miras. Gerakan itu digalakkan di forum sosial, seperti Twitter. Gerakan ini sebagai bagian perlawanan atas bebasnya peredaran miras di Indonesia.
Maraknya peredaran miras diakui oleh importir minuman keras, PT Sarinah. Wakil Presiden PT Sarinah, Purnama, mengakui terjadinya peningkatan permintaan minuman keras di Indonesia.
Purnama mengatakan, pihaknya selaku importir lepas tangan mengenai siapa konsumen dari miras-miras yang menyerbu Indonesia itu. “Setelah keluar dari kami lalu diserahterimakan kepada distributor, semua jadi haknya distributor untuk memasarkan produk itu. Kami tidak melakukan pengawasan.”
Dalam pantauan Republika di minimarket waralaba Seven Eleven di Mampang, sejumlah miras bebas dijual. Di ruang merokok minimarket itu tampak pasangan muda-mudi yang sangat belia dengan bebasnya menenggak miras.
Terkait maraknya miras yang beredar di tengah masyarakat ini, polisi angkat tangan. Secara jujur, pihak kepolisian mengaku tidak tahu soal miras di minimarket. Karena tak tahu soal miras itu, pengawasan polisi soal konsumen miras di minimarket tak jelas.
Saat coba dikonfirmasikan peredaran miras di minimarket, Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes pol Slamet Riyanto justru balik bertanya, “Ah masak, di mana? Oke, saya koordinasi dahulu,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) No 43 Tahun 2009 tentang pengadaan, pengedaran, penjualan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol, miras boleh diedarkan di minimarket dengan sejumlah syarat. Syarat tersebut di antaranya miras hanya berkadar alkohol 0-5 persen.
Akan tetapi, peraturan tersebut menentukan bahwa pembeli harus berusia di atas 17 tahun. Hal ini wajib dibuktikan pembeli dengan menyerahkan kartu identitas diri.
Namun, dalam Permendag tidak disebutkan dengan jelas siapa pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap ketentuan perdagangan miras ini. Salah satu pejabat Kemendag yang enggan disebut namanya justru melempar tanggung jawab soal miras kepada pemerintah daerah. (republika.co.id, 19/6)