Alhamdulillah, akhirnya Muktamar Khilafah 2013 usai kita selenggarakan. Muktamar yang diselanggarakan selama bulan Rajab itu digelar di 31 kota besar di Indonesia, dari Aceh hingga Papua itu berjalan dengan sukses.
Sebagai sebuah momentum, Muktamar Khilafah 1434 H memang sudah usai. Namun, bukan berarti kita boleh istirahat dan berhenti berjuang. Sebab, Khilafah yang kita perjuangkan masih belum tegak. Aktivitas penyadaran dan pembinaan harus kian digalakkan. Kontak terhadap umat dan tokoh-tokoh berpengaruh mesti lebih digiatkan. Dukungan ahl al-quwwah juga harus terus diusahakan. Semoga Allah SWT segera memberikan pertolongan-Nya berupa tegaknya Khilafah dalam waktu yang dekat. Semoga pula, kita tercatat dalam barisan para pejuang syariah dan Khilafah yang berhak atas surga dan ridha-Nya.
Kewajiban yang Harus Ditunaikan
Perkara penting yang harus selalu diingat, bahwa menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Yang mewajibkan adalah Allah SWT, Tuhan Yang menciptakan kita. Dia pula yang menghidupkan, memberikan rezeki dan memenuhi semua kebutuhan kita. Lalu atas dasar apa kita berani menolak perintah-Nya? Sungguh, tidak layak bagi makhluk ciptaannya berani durhaka terhadap Allah SWT.
Layaknya kewajiban, siapa pun yang berjuang untuk menunaikan kewajiban ini akan diganjar dengan pahala. Apalagi Khilafah termasuk kewajiban yang agung, bahkan tâj al-furûdh (mahkota kewajiban). Pahala yang diberikan kepada pejuangnya tentulah amat besar. Inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk terus bergerak dan tidak berhenti berjuang. Hidup yang hanya sekali harus benar-benar digunakan untuk mencari bekal mendapatkan pahala dan ridha-Nya.
Sebaliknya, siapa pun yang meninggalkan kewajban ini, apalagi menghalanginya, diancam dengan azab yang sangat pedih. Ketakutan terhadap besarnya azab ini sejatinya melecut kita agar lebih semangat lagi berjuang menegakkan Khilafah. Siapakah yang dapat menghindar dari pengadilan-Nya? Siapa pula yang bisa mengelak dari siksa-Nya? Siapakah yang tahan menerima siksa-Nya yang amat dahsyat? Tidak ada seorang yang menghadapinya! Allah SWT berfirman:
ٱصْلَوْهَا فَٱصْبِرُوٓا۟ أَوْ لَا تَصْبِرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٦﴾
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya). Baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian. Kalian diberi balasan atas apa yang telah kalian kerjakan (QS ath-Thur [52]: 16).
Menyongsong Janji yang Pasti Ditepati
Selain fardh[un], Khilafah juga merupakan wa’d[un] (janji) Allah SWT. Janji tersebut disebutkan dalam QS an-Nur [24]: 55. Janji tersebut dikuatkan dengan busyrâ (berita gembira) dari Rasululullah saw. tentang akan berdirinya Khilafah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah pasca berakhirnya mulk[an] jabriyy[an] (kekuasaan diktator). Juga berita gembira tentang Kota Roma yang akan ditaklukkan setelah penaklukkan Kota Konstatinopel. Telah maklum, yang berhasil ditaklukkan baru Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih, sementara, Roma belum pernah ditaklukkan. Dengan demikian hadis tersebut mengokohkan bakal berdirinya Khilafah di akhir zaman. Bukan hanya terhadap Roma, Khilafah yang akan berdiri itu akan menaungi seluruh bumi yang pernah dihimpunkan kepada Rasulullah saw.
Janji Allah SWT itu pasti akan terealisasi. Sebab, Dia tidak akan mengingkari janji-Nya (lihat QS Ali Imran [3]: 9, al-A’raf [13]: 31, ar-Rum [31]: 6). Dia juga pasti bisa mewujudkan janji-Nya. Tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi kehendak-Nya. Siapa pun yang menghalangi tegaknya Khilafah, niscaya akan gagal dan sia-sia. Siapakah yang bisa menghalangi datangnya fajar subuh di pagi hari. Siapakah yang bisa mencegah terbitnya matahari setelah malam usai? Seperti itulah Khilâfah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah ats-tsâniyyah akan tegak!
Lalu atas dasar apa kita ragu untuk berjuang menyongsong janji-Nya? Jika para sahabat, tabi’in dan umat Islam terdahulu berlomba-lomba untuk menaklukkan Konstantinopel, maka seharusnya juga kita bersemangat menaklukkan Roma. Dulu ‘Uqbah bin Nafi’ berkata, “Tuhanku, kalaulah tidak terhalang lautan ini, aku pasti berjalan di banyak negeri, guna berjihad di jalan-MU (Ibnu al-Ashir, Al-Kâmil fî al-Târikh). Tekad yang sama juga harus kita tancapkan dalam dada. Berjuang keras menegakkan Khilafah, lalu menaklukkan seluruh penjuru dunia, hingga tidak ada yang tersisa sebagaimana diberitakan dalam Hadis Nabi saw.
Kita membayangkan, betapa bahagianya kaum Muslim ketika janji Allah SWT itu tiba. Ketika Khilafah diproklamirkan, khalifah dibaiat, dan Liwa-Raya dikibarkan, seluruh kaum Muslim menyambutnya dengan suka cita. Betapa bahagianya tatkala kita termasuk orang-orang yang berada dalam barisan pejuangnya, orang-orang yang menghibahkan hidupnya untuk memperjuangan tegaknya Khilafah. Allah SWT berfirman:
وَيَوْمَئِذٍۢ يَفْرَحُ ٱلْمُؤْمِنُونَ ﴿٤﴾ بِنَصْرِ ٱللَّهِ ۚ يَنصُرُ مَن يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلرَّحِيمُ ﴿٥﴾
Pada hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang Dia kehendaki. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang (QS ar-Rum [30]: 4-5).
Senantiasa Terikat dengan Syariah-Nya
Perlu juga dicamkan dalam dada, bahwa tegaknya Khilafah merupakan pertolongan Allah SWT atas kaum Mukmin. Untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT, kita harus bersungguh-sungguh menolong agama-Nya (lihat QS Muhammad [7]: 47). Menolong agama-Nya adalah dengan terikat dengan akidah dan syariah-Nya secara keseluruhan tanpa kecuali. Pelanggaran sedikit saja terhadap perkara tersebut bisa menjauhkan diri dari pertolongan Allah SWT. Kasus Perang Hunain bisa menjadi pelajaran berharga. Pada perang itu, pasukan umat Islam sempat hampir menderita kekalahan karena ada sebagian orang yang menduga bahwa jumlah pasukan yang banyak menjadi sebab kemenangan (lihat QS al-Taubah [9]: 25). Oleh karena itu, perjuangan menegakkan Khilafah mengharuskan pelakunya untuk terikat dengan syariah-Nya. Abdullah bin Rawahah berkata:
مَا نُقَاتِلُ النَّاسَ بِعَدَدٍ وَلاً قُوّةٍ وَلاَ كَثْرَةٍ مَا نُقَاتِلُهُمْ إِلَّا بِهَذَا الدِّيْن الَّذِي أَكْرَمَنَا اللَّه به
Kita memerangi manusia bukan dengan jumlah, kekuatan dan pasukan yang banyak. Namun, kita memerangi mereka dengan agama ini, yang dengan agama inilah Allah memuliakan kita (HR Ibnu Ishaq).
Selain aspek kewajiban syar’i, harus pula dilakukan berbagai persiapan dan cara yang benar sesuai dengan keperluannya. Dalam dakwah, selain ketaatan terhadap syariah, gerakan dan pengemban dakwah juga harus menggunakan uslûb (cara) dan wasîlah (sarana) yang mendukung pencapaian tujuan tersebut. Peristiwa Perang Uhud bisa menjadi pelajaran dalam perkara ini. Karena sebagian di antara mereka—yakni pasukan pemanah yang bertugas di atas bukit—tidak disiplin terhadap uslub yang telah ditetapkan Rasulullah saw., kemenangan yang sudah hampir di tangan terpaksa harus tertunda.
Lebih Semangat Tergabung dalam Barisan Pejuang
Menegakkan Khilafah memang berat. Namun, beratnya perjuangan itu tidak boleh mengendorkan semangat kita untuk berjuang; malah harus membuat kita semakin bersemangat. Semakin berat medan perjuangan, semakin besar pula pahala yang dijanjikan.
Menegakkan Khilafah memang tidak mudah. Meskipun telah diperjuangkan puluhan tahun, hingga kini Khilafah belum berdiri. Kita juga tidak tahu, kapan janji Allah SWT itu tiba. Karena itu memperjuangkan khilafah membutuhkan semangat yang tinggi dan kesabaran ekstra. Kesabaran itu harus terus dijaga hingga Allah SWT mencabut nyawa kita. Kita juga harus terus menjaga keikhlasan dan memelihara sikap istiqamah hingga kita menghadap Allah SWT sebagai pejuang syariah dan Khilafah. Sikap ini semakin diperlukan mengingat tantangan ke depan bisa jadi jauh lebih berat.
Jangan sampai kita mundur dari medan perjuangan sebelum nafas penghabisan. Sungguh, kerugian besar bagi siapa pun yang telah ikut berjuang, bahkan berpuluh-puluh tahun menghabiskan hidupnya untuk berjuang, namun ia keluar dari perjuangan sesaat sebelum kematian. Dia menghadap Allah SWT sebagai pecundang. Sungguh, betapa besar kerugiannya!
Menegakkan Khilafah memang tidak ringan. Apalagi dilakukan sendirian. Karena itu menjadi keharusan berjuang bersama dalam barisan kaum Muslim yang sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya Khilafah.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT karena ada Hizbut Tahrir. Partai Politik yang didirikan al-âlim al-‘allâmah al-Syaikh Taqiyuddin an-Nabahni ini telah terbukti menunjukkan kesungguhan dan keseriusannya dalam memperjuangkan Khilafah. Meskipun banyak rintangan dan hambatan, hal itu tidak membuat Hizbut Tahrir berhenti. Sebaliknya, Hizbut Tahrir terus maju menyongsong janji Allah SWT.
Layak Menjadi Titik Sentral Bagi Tegaknya Khilafah
Kaum Muslim di negeri ini memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menegakkan Khilafah. Indonesia adalah negeri Muslim terbesar. Wilayahnya paling luas. Penduduknya paling banyak. Kekayaan alamnya juga melimpah ruah. Negeri ini amat layak menjadi titik sentral bagi tegaknya Khilafah. Tidakkah kita bahagia Indonesia menjadi Madinah kedua bagi tegaknya Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah? Tidakkah kita gembira menjadi kaum Anshar kedua yang dimuliakan Allah ‘Azza wa Jalla, Tuhan Pencipta alam semesta?
Oleh karena itu, kami menyampaikan seruan hangat kepada seluruh kaum Muslim. Sambutlah panggilan Allah SWT untuk menjadi anshâral-Lâh, para penolong agama Allah SWT.
Wahai para ulama, intelektual, pemuda dan mahasiswa, para buruh dan pengusaha, para istri dan ibu-ibu, dan seluruh kaum Muslim; jadilah para penolong agama Allah dengan berjuang menegakkan Khilafah! Bersatulah dalam barisan perjuangan yang mulia ini.
Wahai para jenderal dan para perwira militer, sekaranglah saatnya bagi Anda untuk mengubah sejarah dunia. Kekuasaan sesungguhnya ada di tangan Anda. Jadilah Anda sebagaimana para pemimpin Anshar yang menyerahkan kekuasaan mereka untuk penegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Jika ini Anda lakukan, kemulian dunia dan akhiratlah yang bakal Anda dapatkan.
Songsonglah perubahan besar dunia menuju Khilafah! []