Diskusi Terbatas Tokoh Perempuan dan Konferensi Pers “Miss World 2013: Kapitalisasi Tubuh Perempuan, Penghinaan terhadap Umat Islam”
HTI Press. Jumat (28/06), Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) menggelar Diskusi Terbatas Tokoh Perempuan dan Konferensi Pers. Tema yang diangkat adalah “Miss World 2013: Kapitalisasi Tubuh Perempuan, Penghinaan terhadap Umat Islam”. Tokoh yang hadir berasal dari kalangan media, ormas dan tokoh nasional, diantaranya dari Syiar Islam, Republika, Liputan6.com, RKK AWRA, FORSAP dan PAN.
Menghadirkan pembicara yaitu Ustadzah Iffah Ainur Rochmah (Juru bicara MHTI) dan Ustadzah Dedeh Wahidah Achmad (DPP MHTI), diskusi berlangsung hangat dan menghasilkan satu suara di kalangan peserta untuk menolak Miss World. Ustadzah Iffah menekankan tentang tujuh alasan tolak Miss World, sedangkan Ustadzah Dedeh menyampaikan pandangan Islam terhadap kontes kecantikan serta perlindungan Khilafah terhadap kehormatan perempuan.
Tujuh alasan tolak Miss World itu adalah alasan Ideologis, dusta konsep 3B, proyek liberalisasi budaya, motif ekonomi, kedok pariwisata, ajang penyesatan dan membawa negara tunduk pada kepentingan korporasi. Sejarah awal Miss World merupakan Bikini Contest, sebagai ajang untuk mencari model bikini pada tahun 1950an. Pada perkembangannya, diikuti oleh kemunculan kontes kecantikan internasional lain, hingga ikon pornografi dan eksploitasi.
Meski Miss World berdalih kemajuan, pemberdayaan dan penggalian potensi diri perempuan. Namun tiada lain, atas nama bungkus kriteria penilaian 3B, yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behaviour (kepribadian), sejatinya adalah konsep dusta yang hanya bisa dimaknai Body, Body dan Body.
Dalam hal ini, posisi Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, dipertaruhkan. Penerimaan Indonesia atas Miss World justru akan meneguhkan opini bahwa Islam seolah tidak mempermasalahkan eksistensi perempuan melalui kontes kecantikan. Akibatnya, ini akan menjadi model bagi negeri-negeri muslim lain agar lebih toleran dan terbuka terhadap “kemajuan” kaum perempuan. Dan lebih parahnya, Indonesia akan menjadi kiblat liberalisme budaya. Baru direncanakan diadakan di Indonesia saja sudah menaikkan jumlah peserta. Brunei yang tidak pernah ikut, tahun ini mendaftar ikut. Na’udzu billaah.
Jika dengan berbagai penolakan yang ada pemerintah tetap mengijinkan, berarti pemerintah lebih memenangkan kepentingan industri kosmetik, fashion dan media yang mengambil untung dari kepornoan. Padahal, survei PEW Research Mei 2013, menyimpulkan 72% penduduk Indonesia menginginkan penerapan syariah dan menolak gaya hidup liberal Barat. Oleh karenanya, sungguh aneh jika ada kalangan muslim yang mendukung ajang maksiat ini.
Islam menempatkan perempuan pada posisi mulia, sebagai kehormatan sebuah keluarga bahkan sebuah bangsa. Perempuan harus dihargai. kecantikannya adalah anugerah Allah SWT yang harus dijaga dan dijauhkan dari eksploitasi. Kecantikan bukan tolak ukur kehormatan dan kemuliaan perempuan. Sejarah membuktikan, kontes kecantikan tidak pernah ada di masa Rasul saw dan kekhilafahan Islam. Budaya ini memang berasal dari budaya Barat.
Rasul saw bersabda: ”Sesungguhnya ALLAH tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian,tapi ia melihat hati dan amal kalian.” (HR.Muslim,Ahmad dan Ibnu Majah). Dalam hadits lain, Rasul saw mengatakan bahwa: ”Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhisannya adalah wanita shalehah.” (HR.Muslim,Ibnu Majah dan An Nasai). Maka jelas, bahwa yang akan berkonsekuensi pada hisab Allah (pahala dan dosa) bukan kecantikan, tapi kesholehan amal.
Kemuliaan perempuan akan terwujud ketika dia mampu menjalankan peran yang sudah ditetapkan Allah. Yaitu sebagai istri dan pengatur rumah tangga, sebagai ibu pendidik generasi, serta sebagai anggota masyarakat yang peduli pada masalah umat.
Dengan demikian, sejatinya umat membutuhkan penerapan syariat Islam kaffah dalam negara Khilafah agar kehormatan kaum perempuan terlindungi dan umat terjaga dari liberalisasi global karena negara dan pemimpinnya mandiri dan memiliki integritas. Khilafah membentengi umat dari pengaruh budaya liberal dengan cara mengokohkan akidah umat (akidah Islam ditanamkan sejak dini), menjauhkan umat dari apa pun yang bisa melemahkan akidah (liberalisme, sekulerisme, pluralisme), membina umat dengan hukum-hukum syariah Islam, serta memberikan sanksi tegas kepada pelaku pelanggaran.
Acara diakhiri dengan konferensi pers untuk membacakan press release dan testimoni. Press release dibacakan oleh Ustadzah Fika Monika Komara (anggota Central Media Office Hizbut Tahrir wilayah Asia Tenggara) dan Ustadzah Iffah Ainur Rochmah. Sementara testimoni disampaikan oleh Ustadzah Sumayyah Ammar, anggota Hizbut Tahrir Malaysia melalui rekaman video.