Taher (52) warga Tungkal II yang sehari-hari kerja sebagai nelayan mengaku, uang BLSM Rp 300 ribu per tiga bulan yang diantrinya sejak pagi, sama sekali tidak sesuai dengan tambahan pengeluaran yang harus ia keluarkan akibat naiknya harga BBM.
“Uang Rp 300 ribu ini untuk satu minggu saja tidak cukup, karena ada empat orang yang harus saya tanggung. Dana BLSM ini sama sekali tidak sesuai dengan tambahan modal yang harus dikeluarkan sejak naiknya harga BBM,” tutur Taher kepada Tribunjambi.com, Senin (1/7/2013).
“Sekarang modal yang harus keluar untuk melaut lebih banyak. Kalau seandainya kami masyarakat kecil ini disuruh milih, lebih baik BBM tidak naik, daripada diberi BLSM, karena jelas kemaren pengeluaran tidak seberat sekarang, sekarang apa-apa sudah naik semua, tapi hasil laut kita masih dibeli dengan harga lama,” pungkasnya. (tribunnews.com, 2/7/2013)
Ini tanda ketidakseriusan pemerintah dalam mengurusi umat. Bukankah sudah jelas bahwa BLSM tidak akan pernah memenuhi kebutuhan rakyat? Pemasukan bertambah, namun pengeluaran pun meningkat karena kenaikan harga kebutuhan pokok pun meningkat seiring kenaikan BBM….
Tapi mungkin pemerintah pun dilema karena mau tak mau BBM harus dicabut subsidinya sebagai konsekuensi berhutang pada IMF dan World Bank.
Ketika kesengsaraan sudah terlalu membelit dan keadaan semakin dilematis, kemana lagi tempat kita bertanya dan bersandar selain kepada Allah?