Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari provinsi Jambi, Juniwati T Masjchun menyatakan rezim yang sekarang berkuasa bisa disebut raja tega. Hal ini antara lain ditandai dengan diterbitkannya PP No. 46/2013 tentang pengenaan pajak penghasilan (PPh) bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar 1% dari omset. Pada saat yang sama, pemerintah justru menerbitkan PP No. 47/2013 tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya.
“Saya baru tahu, betapa Presiden sekarang bisa disebut raja tega. Bagaimana mungkin dia bisa menerbitkan peraturan pemerintah yang membebani pajak bagi UMKM sebesar 1% dari omset. Tapi, pada saat yang sama justru menghapus PPn-BM bagi pengusaha asing dan lembaga internasional. Ini benar-benar keblinger,” ujar Juniwati geram pada Dialog Kenegaraan bertema “Meredam Gejolak Harga Sembako Jelang Ramadhan”, Selasa (3/7).
Menurut Senator berusia 66 tahun ini, dengan menerbitkan dua PP tersebut, secara tegas menunjukkan bagaimana garis kebijakan ekonomi penguasa. Rezim sekarang mengenakan pajak tambahan terhadap pengusaha kecil dan menengah. Pada saat yang sama, pemerintah justru membebaskan pajak untuk pihak asing.
Sementara itu ekonom senior yang juga jadi pembicara dalam Dialog Kenegaraan Rizal Ramli, menyatakan dasar perhitungan pengenaan pajak bagi UKM berupa omset Rp4,8 miliar per tahun sangat tidak lazim. Di negara mana pun, lazimnya pajak selalu dikenakan atas laba yang diperoleh.
“Yang namanya omset tidak otomatis menghasilkan keuntungan. Bisa saja perusahaan membukukan omset besar, namun karena berbagai ongkos dan biaya yang harus dibayar, dia justru merugi. Aneh betul pemerintah kita, kok bisa-bisanya memberlakukan peraturan yang tidak masuk akal dan merugikan UMKM seperti itu,” sergah Rizal Ramli, Capres Paling Ideal versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI).
PP nomor 46 Tahun 2013 sudah diteken Presiden pada 12 Juni. Sedangkan PP No. 47/2103 diteken 17 Juni. Namun kedua PP tersebut berlaku efektif mulai 1 Juli 2013.
“Kedua PP tersebut sekali lagi menunjukkan rendahnya semangat dan keberpihakan pemerintah kepada pengusaha kecil dan menengah. Sedangkan untuk PP No. 47/2013 yang membebaskan PPn BM bagi lembaga asing dan para pejabatnya, membuktikan pemerintah kita lebih suka menyenangkan pihak asing,” tukas Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini.
Terkait PP No 47/2013, Menteri Keuangan Chatib Basri beralasan pengenaan PPh bagi UMKM ini merupakan proses formalisasi sektor UMKM. Dengan demikian UMKM bisa lebih mudah mendapat akses perbankan.
Namun faktanya argumentasi Chatib Basri itu ternyata sangat berbeda jauh dengan jawaban para bankir. Mereka menyatakan tidak ada hubungannya antara pengenaan pajak dengan akses perbankan.(Mediaumat.com, 6/7)
Memang harus segera ada REVOLUSI ! Mengganti sistem busuk cacat gagal Kapitalisme-Demokerasi-Sekulerisme dengan Khilafah Islam yang akan menebarkan keadilan dan kesejahteraan !