Kudeta terhadap pemerintahan Ikhwanul Muslimin di Mesir sekali lagi mengungkapkan peran dari drama militer yang berpengaruh di negara itu. Muhammad Morsi dan Ikhwanul Muslimin tidak berdaya ketika Jendral Abdul Fatah al-Sisi mengumumkan pelengseran pemerintah yang terpilih secara demokratis. Lebih dari 300 pejabat Ikhwan dikepung sepanjang malam dan secara efektif menjadi tahanan. Militer telah mengorganisir pihak oposisi, unsur-unsur sekuler dan Kristen Koptik, serta Al-Azhar pada persiapan pemerintahan pasca Ikhwanul Muslimin. [1] Tentara sekali lagi membuktikan mereka adalah kekuatan nyata di negeri itu, meskipun pemerintah terpilih menang dalam pemilu setahun yang lalu. Pengaruh ini dapat dilihat dari sejumlah faktor di seluruh penjuru negeri.
Tentara Mesir mengambil alih kekuasaan pada bulan Juli 1952 melalui sebuah kudeta yang didukung AS untuk menggulingkan boneka Raja Farooq, yang merupakan boneka Inggris. Proyek CIA telah digambarkan oleh Miles Copeland, seorang agen CIA, pada tahun 1970 dalam bukunya ‘The Game of Nations’, dan kemudian dalam memoarnya pada tahun 1989, “The Game of Player.” Gerakan Perwira Merdeka (Free Officers Movement), yang merupakan sekelompok perwira militer yang umumnya masih muda, membentuk sistem politik baru yang menjadikan militer menjadi institusi paling terorganisir dan paling penting di negeri tersebut. Pada tahun 1956, Gamal Abdul Nasser mengambil peran sebagai presiden Mesir. Nasser menasionalisasi Terusan Suez, yang menyebabkan perang dengan Inggris, Prancis, dan Israel dan dalam proses selanjutnya menjadikan Nasser sebagai pahlawan nasional yang meningkatkan reputasinya di dunia Arab yang lebih luas. [2] Kekalahan terhadap Israel dalam perang enam hari tahun 1967 menyebabkan keputusan oleh kepimpinan militer untuk menjauhkan diri dari pemerintahan harian yang sesungguhnya, dengan meninggalkan urusan ini di tangan kepemimpinan sipil, sambil menjaga agar kebijakan luar negeri, pertahanan dan anggaran nasional secara tegas tetap di bawah kendalinya. Sampai saat ini, promosi untuk jajaran senior militer hanya dilakukan setelah pemeriksaan yang ketat dari kecenderungan politik dan kecenderungan Islam.
Saat ini, militer Mesir adalah militer yang terbesar di Afrika dan Timur Tengah, dan merupakan tentara terbesar ke-10 di dunia. [3] Organisasi Proyek Pelayanan Nasional Mesir untuk Pengembangan Industri mendominasi perekonomian Mesir melalui berbagai usaha patungan baik dengan perusahaan manufaktur domestik maupun internasional bagi militer. Militer terlibat dalam sektor industri dan jasa, termasuk senjata, elektronik, produk konsumen, pembangunan infrastruktur, agribisnis, penerbangan, pariwisata dan keamanan. [4] Demikian pula sebagian besar gubernur daerah di Mesir adalah para pensiunan perwira tentara. Banyak institusi sipil yang besar dan perusahaan-perusahaan di sektor publik yang dijalankan oleh para mantan jenderal. Tiga otoritas pengembangan lahan negara (pertanian, perkotaan dan pariwisata) dipimpin oleh para mantan perwira militer. Tentara sangat terlibat dalam perekonomian nasional,. Menurut beberapa perkiraan, sebanyak 40% perekonomian Mesir dikendalikan oleh militer dan mereka akan punya alasan yang jelas untuk mempertahankan posisi tersebut [5]
Militer Mesir telah memainkan peran sentral dalam melindungi kepentingan AS di wilayah tersebut. [6] Sejak kudeta militer pada tahun 1952, AS telah memanjakan militer Mesir dengan bantuan lebih dari $ 30 miliar. [7] Bantuan AS ini sesungguhnya merupakan uang suap untuk menjaga keseimbangan regional, dimana para pemimpin militer Mesir sangat senang untuk melaksanakannya. Pemimpin pertahanan negara Mesir saat ini, Abdel Fattah al-Sisi, adalah alumnus US Army War College di Pennsylvania, sedangkan Kepala Angkatan Udara Mesir, Reda Mahmoud Hafez Mohamed, melakukan tur di Amerika Serikat sebagai pejabat penghubung. Lebih dari 500 perwira militer Mesir mendapat pelatihan dan lulusan di sekolah militer Amerika setiap tahun. Bahkan ada rumah khusus di barat laut Washington, DC, di mana para pejabat militer Mesir yang berkunjung di sana dapat tinggal ketika berada di ibukota Amerika [8] Perjanjian damai dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979 di bawah sponsor AS, adalah dasar keseimbangan kekuasaan regional. Hal ini mengakhiri perang dengan Israel, dan memilih Sinai sebagai zona penyangga demiliterisasi antara kedua negara, yang secara efektif menghilangkan ancaman perang negara dengan negara, dan dengan demikian memperkuat Israel. [9]
Peran militer di Mesir telah memastikan tidak ada lembaga saingan lainnya yang pernah bisa berkembang. Akibatnya, sebagian besar lembaga negara adalah korup atau menjalankan kronisme. Dengan ekonomi yang ada hanya di tangan segelintir orang, karir di militer merupakan satu-satunya cara agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dalam kondisi ekonomi yang buruk. Sementara para personil militer direkrut dari desa-desa dan kota-kota di seluruh negeri, hanya ada sembilan posisi perwira. Akibatnya, mencapai posisi senior di jajaran militer Mesir berubah menjadi lahan bagi siapa yang Anda kenal. Arsitektur ini membantu pimpinan militer Mesir untuk mempertahankan loyalitasnya dalam jajaran militer, karena hanya perwira yang mendapat pelatihan di AS saja yang bisa tersaring dengan hati-hati sehingga dapat mencapai posisi senior.
Pemecatan yang dilakukan mantan presiden Morsi terhadap dua jenderal militer di awal masa kepresidenannya, dipandang sebagai langkah berani yang menegaskan posisinya sebagai pemimpin tertinggi angkatan bersenjata. [10] Tetapi faktanya adalah bahwa Morsi tidak benar-benar mengambil kendali militer. Jenderal yang ditunjuk Morsi, Jendral Abdul Fattah al-Sisi, adalah pemimpin militer berikutnya, dan pada akhirnya, adalah orang yang melengserkan Morsi. Jadi, Ikhwanul Muslimin tidak pernah memiliki kekuatan nyata, karena mereka tidak pernah mengubah realitas politik ini. Dengan monopoli tentara Mesir atas kekuasaan dan ekonomi, satu-satunya cara untuk menghasilkan perubahan yang sesungguhnya adalah dengan memperbaiki arsitektur militer dengan menghapuskan sistem saat ini dan mengembalikan militer ke fungsi alaminya.
[1] http://www.themalaysianinsider.com/world/article/egypt-orders-arrest-of-300-islamists
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Gamal_Abdel_Nasser
[3] https://en.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Armed_Forces
[4] http://www.jadaliyya.com/pages/index/3732/
[5] http://www.nybooks.com/articles/archives/2011/aug/18/egypt-who-calls-shots/
[6] Jeremy M. Sharp. Egypt: Background and US Relations. http://www.fas.org/sgp/crs/mideast/RL33003.pdf