Agenda Gender di Balik “Men Care Campaign”
Oleh: dr. Arum Harjanti (Lajnah Siyasiyah DPP MHTI)
Keluarga terbentuk dari ikatan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. dengan lahirnya anak-anak, maka masing-masing menjadi ayah dan ibu, yang memiliki peran tertentu, dan fungsi tertentu. peran yang berbeda ini memungkinkan tercapainya tujuan terbentuknya keluarga, demikian juga peran keluarga dalam masyarakat. Ayah adalah kepala keluarga, dan pencari nafkah, sedangkan istri adalah ibu generasi dan pengatur rumah tangga. Ini adalah peran yang sesuai dengan kodrat masing-masing yang telah diberikan Sang Pencipta.
Namun saat ini, ada gerakan yang dikampanyekan untuk meningkatkan peran ayah. Sejak tahun 2011, muncul kampanye laki-laki peduli “Men Care Campaign”. Kampanye ini adalah kampanye global untuk mendorong para ayah meningkatkan partisipasi mereka dalam kehidupan anak-anak mereka. Men Care Campaign mengatakan keterlibatan ayah akan bermanfaat bagi anak-anak, pria sendiri, dan membantu mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Dijelaskan pula, bahwa bagian dari tanggung jawab ayah terhadap keluarga yang dkampanyekan ini adalah mengambil tanggung jawab dalam keluarga, mulai dari pekerjaan rumah tangga sampai perawatan kehamilan ”(voaindonesia,17/6)
Sepintas, Men Care Campaign ini sangat bermanfaat terhadap banyak pihak, baik anak, ibu maupun ayah itu sendiri. Namun benarkah demikian? Mari kita cermati.
Apa sebenarnya Men Care Campaign?
Men Care Campaign merupakan kampanye global yang diluncurkan pada tahun 2011. Kampanye ini berlangsung di banyak negara. saat ini ada 17 negara yang sudah menerapkan kampanye ini.
Salah satu program turunan dari Men Care Campaign adalah The MenCare + Program. Program tiga tahunan ini merupakan kolaborasi 4 negara – yaitu Brazil, Indonesia, Rwanda dan Afrika Selatan- dengan Rutgers WPF dan Promundo-AS, yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri Belanda. Program Men Care + ini diciptakan untuk melibatkan laki-laki, usia 15-35, sebagai mitra dalam pengasuhan kesehatan ibu dan anak ( Maternal and Child Health/MCH) dan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi (Sexual and Reproductive Health and Rights/SRHR).
Dengan program tersebut, 4 negara mitra tsb akan melakukan pendidikan terhadap berbagai pihak. para ayah dan laki-laki muda akan membahas tentang SRHR, Kesetaraan gender, pengasuhan anak. Selain itu juga ada konseling dan terapi terhadap laki-laki yang telah menggunakan kekerasan. Lokakarya dengan pekerja sektor kesehatan, dan kampanye masyarakat dengan fokus peningkatan kesadaran peran pria sebagai ayah dan dalam pengasuhan, juga Advokasi dan membangun aliansi dengan organisasi / pemerintah yang bekerja pada isu-isu ini.
Men Care Campaign : kampanye gender dan kebebasan hak kesehataan seksual dan reproduksi
Bila kita cermati, ternyata Men care Campaign bukanlah sekedar kampanye peningkatan perhatian dan kepedulian laki-laki sebagai ayah terhadap pengasuhan anak-anak mereka. Namun ternyata ada tujuan lain yang sesungguhnya, yaitu pengokohan kesetaraan dan keadilan gender, termasuk di dalamnya hak reproduksi dan akses terhadap kontrasepsi. Hal ini jelas terbaca dalam hasil yang diharapkan.
Dalam kelompok-kelompok para ayah, misi yang ingin diwujudkan adalah mempromosikan kesetaraan gender di rumah dan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan, membantu para ayah untuk memiliki ketrampilan bagaimana mnengurusi bayi mereka dan membangun rasa percaya diri para ayah untuk terlibat dalam pengasuhan anak di rumah yang diterjemahkan ke dalam kesetaraan yang positif dan memberdayakan. Kampanye ini juga membentuk para ayah sebagai mobilisator masyarakat yang mendorong secara progresif institusi legislasi keluarga agar memandang keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan merupakan dimensi utama dalam mewujudkan kesetaraan gender. (www.men-care.org)
Hasil pertama yang diharapkan adalah Pria dewasa dan muda akan berpartisipasi lebih merata dalam pengasuhan, dan akan diberdayakan untuk membuat pilihan sehat mengenai seksualitas mereka, hubungan, dan partisipasi dalam kesehatan ibu. Keterlibatan dan kepedulian para ayah dapat memberikan peluang kepada para ibu untuk ‘meninggalkan anak”, dana beraktivitas sesuai dengan arahan kesetaraan gender. Maka para ibu akan terlibat dalam aktivitas pemberdayaan ekonomi, dan aktivitas yang lainnya, tanpa merasa bersalah karena ada ayah yang menjaga anak.
Peningkatan akses kontrasepsi pada remaja putra dan pasangannya, menunjukkan legalisasi hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah. Demikian juga terwujudnya penghormatan yang lebih besar terhadap hak reproduksi dan seksual pada pihak-pihak yang selama ini hak-haknya ditolak. Pihak yang saat ini haknya ditolak adalah mereka yang orientasi seksualnya menyimpang seperti lesbian dan gay. Kelompok tersebut masih belum diterima oleh semua masyarakat, termasuk di Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya;
Jadi jelaslah bahwa Men Care Campaign adalah perpanjangan tangan upaya memuluskan terwujudnya nilai-nilai gender. Dan ini menjadi lebih jelas lagi ketika kita melihat siapa yang menjadi sponsor . Kampanye ini disponsori oleh Promundo-AS dan Rutgers WPF.
Promundo- AS adalah sebuah organisasi berbasis Brasil yang berkantor di Washington, DC, Amerika Serikat. Aktivitasnya melibatkan perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki. Misi mereka adalah berusaha untuk mengubah norma-norma gender dan hubungan kekuasaan dalam lembaga-lembaga kunci di mana norma-norma ini dibangun. Misi Promundo adalah untuk mempromosikan maskulinitas yang peduli, non-kekerasan dan adil serta relasi gender di Brazil dan dunia internasional. Sementara itu, Rutgers WPF merupakan pusat keahlian tentang kesehatan dan hak seksual dan reproduksi yang terkenal. Kegiatannya terutama dilakukan di Belanda, Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak di seluruh dunia,
Keluarga memegang peran penting dalam kehidupan Islam. Justru karena peran strategis keluarga inilah, barat/ musuh-musuh Islam berusaha untuk merusak tatanan keluarga dalam Islam atas dasar nilai-nilai universal. Targetnya jelas, ingin menghancurkan Islam. Namun sayangnga taraf berpikir umat yang rendah membuat umat terkesima dan menganggap ide barat tentang keluarga dianggap sebagai kemajuan. Umat tidak sadar bahaya besar mengancam eksistensi keluarga dan juga masyarakat Islam bila ide kesetaraan gender diwujudkan di tengah keluarga kaum muslim.
Pandangan Islam
Sesungguhnya Islam telah mengatur peran laki-laki dan perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat sedemikian rupa agar semua seimbang dan tercapai apa yang menjadi tujuan keluarga, baik dalam skala keluarga maupun masyarakat. Islam telah menetapkan laki-laki (ayah) sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah, sementara perempuan (ibu) sebagai pengurus rumahtangga dan pembina generasi. Pembagian peran ini telah ditetapkan Allah Sang Pencipta sesuai dengan kodrat masing-masing. Meskipun berbeda peran, namun hal ini tidak berarti bahwa satu pihak menjadi lebih mulia dan utama daripada pihak lain. Justru pembagian peran ini membuat fungsi keluarga terpenuhi.
Demikian juga keberadaan laki-laki sebagai kepala keluarga tidak menjadikannya mengabaikan pengasuhan anak-anak dan urusan rumah tangga. Hal ini bahkan sangat didorong oleh Islam. Namun kepedulian ini tidak kemudian merubah posisinya sebagai kepala rumahtangga. Sebagai kepala keluarga, ayah wajib memperhatikan dan peduli kepada anak dan istri dalam segala hal. Justru kepedulian dan perhatian ini adalah perwujudan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga,
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى»
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluargaku” HR at-Tirmidzi (no. 3895) dan Ibnu Hibban (no. 4177), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban
Allah Ta’ala ber firman:
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).’
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ}
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233).
Dengan demikian jelaslah bahwa seorang ayah adalah pemimpin di dalam keluarga, yang selain wajib mencari nafkah, juga diperintahkan untuk berlaku sebaik-baiknya terhadap keluarganya. Artinya para ayah diperintahkan Allah SWT untuk peduli terhadap anak dan istrinya, memperhatikan tumbuh kembang anak dan keadaan istrinya. Demikian pula posisi istri sebagai ibu, tetap pada peran sebagai ummun warabbatul bait –ibu dan pengatur rumah tangga- meski suami memiliki kepedulian yang tinggi kepada anak, bahkan membantu istri dalam menjalankan perannya. Tidak berarti pula, karena suami peduli, maka istri terlepas dari kewajiban alaminya bahkan bertukar peran dengan suami, sehingga istrilah yang mencari nafkah dan suami sebagai pengurus anak.
Maka tidaklah tepat himbauan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP dan PA) Linda Amalia Sari Gumelar. Beliau menyatakan “ Anak membutuhkan idola dan ketauladanan dari sosok ayah. Tanggung jawab dalam pengasuhan anak juga tanggung jawab ayah dan ibu. Jangan hanya ibu saja. Kalau misalnya istrinya memiliki penghasilan yang lebih besar dan kebetulan suaminya kena PHK, maka tidak ada salahnya jika ayah yang mengambil peran dalam pengasuhan,” Menteri Linda juga berharap tahun ini Peraturan Menteri mengenai pengasuhan anak dapat dikeluarkan. (republika, 3 Juli 2013)
Ketika Allah telah menetapkan aturan, maka kewajiban manusia untuk tunduk dan melaksanakannya dengan penuh ketaatan. Dan Ketika kemiskinan terjadi di mana-mana, dan ibu terpaksa ikut bekerja membantu mencari nafkah, maka kita memahami, bahwa ada yang salah dalam pengaturan kehidupan ini. demikian juga ketika para ibu lebih memilih untuk bekerja dan meninggalkan peran sebagai ibu generasi semata karena tuntutan aktualisasi diri demi mewujudkan kesetaraan gender, maka telah terjadi kekeliruan dalam mendudukkan peran ayah dan ibu. Inilah buah dari sistem sekuler kapitalis, yang membuat penguasa tidak mengurus rakyat dengan baik. Rakyat hidup sengsara dalam tatanan kehidupan yang jauh dari aturan Allah.
Jelaslah, Fungsi keluarga hanya dapat terwujud ketika peran kodrati ayah dan ibu dapat berjalan sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Keluarga dengan ketahanan yang tangguh hanya akan terwujud ketika kehidupan keluarga dan masyarakat diatur dengan aturan-aturan Allah secara kaffah. Aturan islam yang kaffah tersebut, hanya akan terwujud ketika daulah Khilafah islamiyyah tegak, karena Daulah lah yang mampu menjalankan aturan islam secara sempurna, dan menjamin kesejahteraan dan keharmonisan keluarga. Wallahu a’lam [].