[Al-Islam edisi 667] Hari ini bertepatan dengan hari perayaan Nuzul al-Quran, peringatan diturunkannya al-Quran. Berbagai kegiatan digelar untuk memperingatinya selain dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur atas diturunkannya al-Quran. Peringatan Nuzul al-Quran itu diadakan setiap tahun, tidak pernah terlewatkan. Acara peringatan itu bukan hanya diadakan di masjid-masjid, tapi juga di sekolah-sekolah, majelis taklim, bahkan perkantoran dan tempat-tempat usaha. Hal itu merupakan hal yang patut disambut baik. Namun tentu saja tidak boleh sekedar kesemarakan seremonial. Penting untuk diresapi makna peringatan itu dan merealisasikannya pada tataran realita kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan hal itu hendaknya kita renungkan sejauh mana kita telah berinteraksi dengan al-Quran, sejauh mana kita telah hidup dengan al-Quran.
Peneguhan Keyakinan
Siapapun yang mau menggunakan akalnya untuk memperhatikan al-Quran niscaya dia akan mendapatkan keyakinan bahwa al-Quran berasal dari Allah SWT. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
﴿ أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا﴾
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.(TQS an-Nisa’ [4]: 82)
Allah pun menantang siapa pun manusia yang masih ragu terhadap al-Quran untuk membuat sepuluh surat semisal al-Quran (QS Hud [11]: 13); bahkan sekedar satu surat saja (QS al-Baqarah [2]: 23 dan Yunus [10]: 38), dan dalam hal itu disuruh untuk meminta bantuan dari siapa saja selain Allah.
Sebagai kalamullah, al-Quran dijamin oleh Allah SWT tidak mengandung keraguan di dalamnya (QS. al-Baqarah [2]: 2). Allah juga menjamin bahwa al-Quran adalah benar dan tidak didatangi apalagi dicampuri dengan kebatilan sedikitpun. Allah menegaskan:
﴿ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ $ لَّا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ ﴾
Dan sesungguhnya Al Quran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.(TQS Fushshilat [41]: 41-42)
Allah SWT tegaskan bahwa al-Quran dengan segala isinya adalah datang dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (QS. Ghafir [40]: 2). Allah juga menegaskan:
﴿ تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ ﴾
Diturunkan Kitab ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS az-Zumar [39]: 1; al-Jatsiyah [45]: 2; al-Ahqaf [46]: 2)
Al-Hakîm (Maha Bijaksana) yakni dalam firman-firman, perbuatan, qadar dan syariah-Nya (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr).
Al-Quran: Petunjuk Hidup dan Solusi Problem Kehidupan
Al-Quran secara bahasa artinya bacaan. Dan membaca al-Quran akan mendatangkan pahala (Lihat: QS al-Fathir [35]: 29). Namun al-Quran tentu diturunkan bukan sekadar agar dibaca. Membaca al-Quran harus disertai dengan upaya untuk memahami dan mentadaburi maknanya serta menjadikannya petunjuk hidup sehingga kita menjalani hidup dan menjalankan kehidupan dengan al-Quran. Sebab Allah menegaskan di dalam firman-Nya QS al-Baqarah [2]: 85 bahwa al-Quran diturunkan memang untuk menjadi petunjuk, penjelasan dan bukti atas petunjuk serta sebagai pembeda (al-Furqân) untuk membedakan antara kebenaran (al-haq) dan kebatilan (al-bâthil), antara kebaikan (al-khayr) dan keburukan (asy-syarr), antara terpuji (al-hasan) dan tercela (al-qabih), halal dan haram, pahala dan dosa. Dan Allah tegaskan:
﴿ إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا ﴾
Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (TQS al-Isra’ [17]: 9)
Sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan, al-Quran memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Allah menegaskan:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (TQS an-Nahl [16]: 89)
Imam al-Baghawi menjelaskan, yakni sebagai penjelasan atas segala sesuatu yang diperlukan berupa perintah dan larangan, halal dan haram serta hudud dan hukum-hukum (Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl). Ibn Katsir juga menjelaskan dengan mengutip Ibn Mas’ud ra. yang mengatakan, “yaitu bahwa sesungguhnya al-Quran meliputi segala pengetahuan yang bermanfaat berupa berita apa yang telah terdahulu, pengetahuan apa yang akan datang, dan hukum semua halal dan haram serta apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehiduan dan akhirat mereka” (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr). Artinya, selain memberikan panduan, rambu-rambu, aturan dan sistem, al-Quran juga memberikan penyelesaian atas setiap problem yang dihadapi manusia di dalam kehidupan.
Al-Quran yang merupakan petunjuk itu hanya berfungsi sebagai petunjuk jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan petunjuk. Yaitu ketentuan-ketentuannya diikuti. Al-Quran yang menjadi penjelasan segala sesuatu dan menjadi solusi problem kehidupan itu akan bisa berperan jika penjelasannya diambil dan solusi-solusi yang diberikannya dijalankan. Artinya di situ, al-Quran itu akan benar-benar menjadi petunjuk, penjelasan dan solusi jika kita menjalani hidup dengan al-Quran dan mengelola kehidupan sesuai al-Quran.
Di sinilah kita harus merenung dan bertanya kepada diri sendiri, sejauh mana hal itu terealisasi di dalam hidup dan kehidupan kita. Sejauh mana kita telah memperhatikan al-Quran. Tentu saja kita tidak ingin terkena pengaduan Rasul saw:
﴿ وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا ﴾
Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (TQS. al-Furqan [25]: 30)
Imam Ibn Katsir mencontohkan sikap hajr al-Qurân (tak mengacuhkan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak mentadaburi dan tidak memahaminya; tidak mengamalkan dan tidak mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qurân al-’Azhîm).
Menjadikan Al-Quran Pedoman Hidup
Kita mengimani bahwa al-Quran tidak mengandung keraguan, tidak didatangi apalagi dicampuri kebatilan sedikitpun, merupakan petunjuk, yang berasal dari Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Keimanan kita terhadap al-Quran itu haruslah kita tujukan kepada al-Quran secara bulat, utuh, dan menyeluruh. Keimanan terhadap al-Quran secara menyeluruh itu mengharuskan untuk tidak membeda-bedakan di antara ayat-ayatnya, perintah dan larangan, hukum dan ketentuan yang terkandung di dalamnya.
Ketika Allah SWT berfirman, “Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm -diwajibkan atas kalian berpuasa-“ (QS. al-Baqarah [02]: 183), kita segera saja menerima dan melaksanakannya. Demikian juga semestinya sikap yang kita tunjukkan terhadap firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum al-qishâsh -diwajibkan atas kalian qishash-“ (QS. al-Baqarah [02]: 178); atau “Kutiba ‘alaykum al-qitâl -diwajibkan atas kalian perang-“ (QS. al-Baqarah [02]: 216). Tentu semestinya kita juga menerima dan segera melaksanakannya. Begitulah semestinya kita dalam mempedomani al-Quran, secara keseluruhan, tidak memilih dan memilahnya.
Mempedomani al-Quran itu mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang diberikan oleh al-Quran dan hadits Nabi saw, baik dalam urusan akidah, ibadah, makanan, minuman, pakaian, dan akhlak; atau dalam urusan pernikahan, dan keluarga; atau dalam urusan ekonomi, politik dalam dan luar negeri, kekuasaan, pemerintahan, pidana dan sanksi. Sebab semua hukum itu sama-sama merupakan hukum Allah, bersumber dari wahyu Allah. Juga sama-sama termaktub di dalam al-Quran dan hadits atau digali dari keduanya.
Semuanya itu harus kita terima, kita ambil, kita pedomani dan laksanakan. Sebagiannya saat ini sudah dan bisa kita laksanakan pada tingkat individu dan keluarga. Hanya saja, ada banyak hukum di antara petunjuk dan hukum al-Quran dan hadits, yakni hukum Islam itu yang hanya bisa dan sah dilaksanakan oleh imam/khalifah melalui kekuasaan negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik luar negeri, sanksi pidana, dsb. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan individu dan hanya sah dilakukan oleh imam yakni khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.
Karena itu, mempedomani al-Quran itu tidak akan sempurna kecuali sampai pada penerapan hukum-hukum syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan totalitas. Dan itu tidak mungkin kecuali melalui kekuasaan pemerintahan yang berlandaskan akidah Islam dan menerapkan syariah yaitu Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Wahai Kaum Muslimin
Begitulah semestinya mempedomani al-Quran. Begitulah semestinya kita menjalani hidup dan mengelola kehidupan dengan al-Quran. Maka saatnyalah kita segera menyempurnakan diri dalam mempedomani al-Quran. Tidak lain adalah dengan segera menerapkan syariah Islam secara total di dalam Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
Ketua MPR Sidarto Danusubroto prihatin dengan praktek demokrasi di Indonesia yang terlalu ribut atau hingar bingar. “Keriuhan demokrasi sudah memprihatinkan,” katanya. (Republika.co.id, 23/7).
- Bukan hanya memprihatinkan, tetapi juga membahayakan. Begitulah demokrasi. Keriuhan dalam demokrasi di manapun tidak sebanding dengan perhatian terhadap nasib rakyat. Keriuhan demokrasi hanya demi kepentingan elit parpol, politisi dan para kapitalis.
- Tak selayknya keriuhan demokrasi yang tidak berguna dan membahayakan masyarakat bahkan umat manusia itu diperpanjang.
- Mari segera wujudkan sistem politik yang santun dan dengan spirit pemeliharaan urusan dan kepentingan rakyat. Yaitu sistem politik Islam dalam bingkai Khilafah.
Saya amat sangat setuju sekali jika Syariah Islam ditegakkan secara kaafaah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah. Tidak memilah memilih mana ayat ayat Al Quran yang enak, atau yang tidak enak dirasa. Karena itu sama-sama wahyu Alloh SWT yang wajib kita laksanakan. Itulah bukti Kita Menpedomani Al-Quran secara total, tidak setengah-setengah.