Gus Uwik : Dana Kampanye Cawalkot Kecil, Rawan Selingkuh Dengan Pemilik Modal

Menanggapi pengakuan kelima pasangan calon walikota dan wakil kota yang menyatakan, bahwa dana kampanye mereka berkisar hanya antara Rp 100-500 juta, Gus Uwik (Ketua DPD II HTI Kota Bogor) mengatakan, bahwa hal tersebut tidak masuk akal dan cenderung berbohong.

“Dana kampanye resmi terlapor mungkin segitu, namun dana ‘siluman’ yang diklaim dari simpatisan atau pihak-pihak yang mendukung pasangan yang sejatinya jauh lebih besar,” tegas Gus Uwik.

Fakta di lapangan menunjukkan ketidakmasuk akalan dan kebohongan tersebut. Hampir semua pasangan memenuhi dan mengotori keindahan Bogor dengan banyak baliho, selebaran, pamflet dan kartu nama. “Semua tercecer di pinggir-pinggir jalan hingga sudut-sudut gang sempit. Menurut data yang ada itu tidak kurang dari Rp 500jt,” jelas Gus Uwik.

Belum lagi soal dana pemenangan partai politik atau yang disebut sebagai ‘mahar politik’ bagi pasangan calon non independen dan bukan dari kader partai.

“Jelas mereka akan melakukan deal mahar tersebut. Apalagi sebelumnya ada 11 orang yang ingin maju ke Cawalkot namun berebut ‘perahu’ untuk maju. Mereka akan melakukan ‘tawaran tertinggi’ agar bisa mendapat perahu. Tidak mungkin lah kalau free,” tegas Gus Uwik.

Menurut tokoh muda Bogor ini, para pasangan calon biasanya mengklaim bahwa besarnya dana yang keluar untuk pemasangan spanduk, baliho dan kampanye di media cetak dan elektronik ini ‘murni’ dari simpatisan untuk memenangkan dukungan mereka.

“Katanya, itu adalah inisiatif pribadi dan kelompok. Tanpa ada koordinasi dengan mereka. Jika demikian, apa akan ditolak? Ini kan kilah mereka saja,” tuturnya.

Yang perlu dicermati dalam konteks ini justru dengan kecilnya dana kampanye mengindikasikan bahwa ada ‘selingkuh’ antara calon pasangan dengan pemilik capital atau modal.

“Ini yang justru kami khawatirkan. Terjadi kongkalingkong antara penguasa dan pengusaha. Hampir semua pasangan bukan dari pengusaha kaya. Pertanyaannya darimana dana besar untuk kampanye kalau tidak dari pemilik modal?” tanya Gus Uwik sambil menjelaskan, bahwa HTI Kota Bogor telah mendatangi hampir sebagian besar pasangan dan menyampaikan kekhawatiran yang ada supaya tidak terjebak dalam putaran politik kotor ini.

Gus Uwik sekali lagi menegaskan, bahwa tidak mungkin seorang penguasa menggelontorkan uangnya untuk mendukung kampanye tanpa ada sebuah ‘deal’ tertentu.

“Tidak ada makan siang gratis Bung ! Logika ini akhirnya bisa menjelaskan fenomena Pemda obral asset, Pemda membangun gedung-gedung sentra bisnis berskala besar tanpa memperhatikan RTRW, tanpa memperhatikan budaya, estetika apalagi aspek AMDAL. Semua berjalan mulus walau banyak yang mempersoalkan,” jelasnya.

Gus Uwik pun menjelaskan, ini semua karena sistem demokrasi yang bobrok. Demokrasi memang ‘melegalkan’ hal-hal seperti ini. Ujungnya korupsi pun merajalela tanpa pernah terselesaikan dengan tuntas.

“Jika ingin efisien dan mendapat rahmat, pakailah sistem Islam dalam pemilihan amil (pemimpin daerah setingkat Kota/Kabupaten). Cukup Khalifah yang menunjukkan dengan persyaratan yang jelas dan ketat, yakni harus laki-laki, sudah baligh, berakal, adil, harus merdeka, bukan budak, termasuk di dalamnya tidak di bawah ketiak pengusaha dan orang yang benar-benar mampu menjadi kepala Daerah,” jelas Gus Uwik. (Bogorplus.com, 24/7/2013)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*