Siaran Interaktif Jubir MHTI di RRI Surakarta

HTI Press. Kamis, 18 Juli 2013, selama berada di kota Surakarta, Juru Bicara MHTI Iffah Ainur Rochmah, berkesempatan melakukan siaran interaktif di RRI Surakarta. Siaran  yang dipandu oleh  Ibu Hani Supono (penyiar RRI) diawali tepat pukul 11.30 WIB. Diawali dengan banyaknya reaksi pro kontra terkait pelaksanaan Miss World 2013 yang akan dilaksanakan di dua tempat di Indonesia. Ditanyakan kepada Iffah Ainur Rochmah, bagaimana tanggapan HTI terkait pelaksanaan kontes tersebut?  Ibu Iffah menyatakan, kontes kecantikan yang bertujuan untuk mencari perempuan yang paling cantik fisiknya sama saja dengan eksploitasi terhadap tubuh perempuan. HTI menyatakan dengan tegas penolakannya, apalagi mengingat bahwa MW ini sebagai kontes tertua yang mengilhami kontes kecantikan lainnya. Dilihat dari sejarah lahirnya kontes ini adalah dalam rangka mencari model untuk under wear produk Inggris dan amerika. Selanjutnya konsep penilaian 3B yaitu Beauty, Brain, dan Behaviour, hanyalah embel-embel atau stempel belaka untuk legalisasi acara ini. Kenyataannya penilaian hanya pada satu saja yaitu Beauty.

Ibu Hani melanjutkan pertanyaan kepada Ibu Iffah, jika penyelenggaraan MW di Indonesia tidak ada pelaksanaan dengan menggunakan bikini, apakah MHTI tetap punya pandangan yang sama? Menurut Ibu Iffah, HTI menolak bukan hanya persoalan bikini, tapi juga pada tujuan penyelenggaraan dan dampak nya. Dalam kontes ini meskipun ada seorang perempuan yang cerdas tapi tidak cantik tentu saja tidak akan bisa menjadi juara. Pada dasarnya kecantikan itu adalah anugerah sehingga tidak pantas untuk dikonteskan. Kemudian dilihat dari dampaknya yaitu bagaimana taruhan akan moral anak bangsa, dimana penyelenggaraan MW ini tidak terlepas akan adanya liberalisasi budaya. Resiko anak bangsa terjebak dengan budaya haedonisme, industri pornografi, dan juga gaya hidup fashionable. Lebih jauh lagi Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia, memiliki pengaruh yang luar biasa, ketika MW akan diadakan di Indonesia sebagai negeri muslim, maka seolah-olah hal ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak heran jika Brunei Darussalam langsung menyatakan kesediaanya untuk menjadi peserta setelah tau penyelenggaraannya tahun 2013 di Indonesia, padahal tahun-tahun sebelumnya Brunei tidak pernah ikut dalam kontes ini.

Dalam Siaran interaktif ini RRI juga mengundang melalui telepon dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta, Bapak Budi Sartono yang menanggapi Jika MW diadakan di Indonesia, harusnya Indonesia berani mengajukan konsep yang berbeda, menyampaikan persyaratan-persyaratan pelaksanaan agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya, selebihnya jika persyaratan itu bisa dipenuhi tidak masalah untuk diadakan di Indonesia, dan justru mendukung program Pariwisata dengan hadirnya 130 kontestan dari berbagai negara. Dari tanggapan tersebut Ibu Iffah menyampaikan pandangannya, untuk mengembangkan pariwisata  sebenarnya adalah tantangan untuk pemerintah membuat program-program yang layak dan cerdas, tentunya pemerintah tidak ingin dicap masyarakat dengan program yang seperti MW menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menghadirkan program-program yang lebih elegan daripada hanya sekedar penilaian kecantikan. Masih banyak kekayaan alam Indonesia yang bisa dikembangkan, dibanding sekedar mengeksploitasi perempuan.

Kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab interaktif, yang pertama dari Mas Ari, yang menanyakan apakah HTI sudah melaksanakan penelitian secara  akademis dampak dari pelaksanaan MW? Disambung dengan tanggapan dari mbah Pawiro terkait dengan perspektif suatu konsep.  Jubir menggapi hal ini bahwa HTI bukanlah organisasi akademis tetapi sebuah organisasi yang sifatnya politik, senantiasa memperhatikan urusan umat dan kesesuaiannya dengan Islam. Terkait dampak buruk pelaksanaan MW pernah ada yang melakukan penelitian di Inggris, banyaknya wanita yang ingin menjadi cantik sehingga rela miskin dan sengsara agar bisa mendapatkan tubuh kurus seperti para peserta kontestan yang dianggap cantik. Banyak masyarakat di Inggris dan mereka yang menderita anorexia semacam penyakit mental takut gemuk sehingga tidak berani makan. Kemudian terkait perspektif, seperti yang mempersepsikan cantik adalah berkulit putih, tinggi sekin dan berat sekian dampaknya juga merusak, selain marak penyakit anaroxia, bulimia, juga banyaknya orang berlomba membeli kosmetik-kosmetik pemutih yang konon berbahaya untuk kesehatan.

Walhasil sudah jelas bagimana dampak pelasanaan MW, jika ada keuntungan maka itu hanya untuk segelintir orang terutama penyelenggara. Dan jika MW ini tetap dilaksanakan di Indonesia maka ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah gagal dalam melindungi moral bangsa kita. Maka Hizbut Tahrir Indonesia secara tegas menolak diselenggarakannya kontes Miss World dan Kontes-kontes sejenis. Siaran ini diakhiri tepat pukul 12.25 WIB. [MHTI DPD II HTI Kota Surakarta].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*