Indonesia Terancam Krisis Moneter, Islam Solusinya

Oleh : Ahmad Umar (Anggota HTI dan Mahasiswa Pasca ITB)

Nilai tukar rupiah terus melemah. Posisi rupiah diperdagangkan di atas level Rp 11.000 per dollar AS untuk pertama kalinya sejak April 2009 siang tadi (3/9). Data Bloomberg menunjukkan, pada pukul 11.31 WIB, mata uang rupiah di pasar spot melemah 0,5% menjadi 11.035 per dollar AS1. Pelemahan rupiah yang telah terjadi beberapa minggu ini tak pelak telah berdampak pada perekonomian Indonesia. Harga-harga komoditas impor atau berkandungan bahan impor merangkak naik. Harga kedelai dan tepung terigu yang banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah meroket2. Barang elektronik dan properti juga menyusul naik. Kondisi ini tentu juga berdampak kepada dunia usaha komoditas tersebut yaitu penurunan omset bahkan beberapa sudah mengalami kebangkrutan3. Efek buruk pelemahan nilai rupiah juga berdampak pada Negara dan juga perusahaan yang memiliki hutang dalam bentuk Dollar Amerika. Nilai hutang dalam bentuk dollar Amerika secara otomatis meningkat. Bila kondisi ini berlanjut, maka krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi sebagaimana terjadi pada tahun 1998 mungkin saja akan terulang.

Instabilitas nilai tukar mata uang seperti yang dialami rupiah saat ini bukanlah yang pertama kali terjadi dan bukan juga hanya terjadi terhadap rupiah. Tentu kita masih ingat krisis moneter yang pernah terjadi di beberapa Negara Asia tahun 1998 termasuk Indonesia. Krisis moneter juga berkali-kali terjadi di Eropa dan Amerika secara bergiliran. Indonesia tidak sendirian, pelemahan nilai tukar mata uang juga terjadi di beberapa negara asia seperti India (rupee), Jepang (Yen), Filipina (Peso), Malaysia (Ringgit), Thailand (Baht), Korea Selatan (Won), Singapura (Dollar), dan Taiwan (Dollar)4. Krisis moneter terjadi berulang-ulang dan juga menimpa banyak negara, sehingga dapat dikatakan bahwa krisis moneter merupakan sebuah keniscayaan dalam perekonomian dunia saat ini. Roy Davies dan Glyn Davies, dalam buku The History of Money From Ancient time to the Present Day, menguraikan sejarah kronologi secara komprehensif. Sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia5.

Penyebab instabilitas mata uang dikembalikan pada dua hal yaitu problem moneter dan problem ekonomi. Yang dimaksud dengan problem moneter adalah problem mata uang itu sendiri. Mata uang yang digunakan saat ini adalah mata uang kertas (fiat money). Mata uang kertas tidak memiliki nilai intrinsik (nilai bahan). Mata uang kertas hanya memiliki nilai nominal (nilai tertulis) yang ditetapkan oleh undang-undang. Sedangkan yang dimaksud problem ekonomi adalah problem ketidakmampuan dalam negeri memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama pada komoditas strategis yaitu pangan dan energi, sehingga menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi pada Negara lain.

Problem Moneter

Legitimasi mata uang kertas sangat rapuh sebab ia sama sekali tidak disandarkan pada komoditas yang bernilai seperti emas dan perak. Ia hanya ditopang oleh undang-undang yang dibuat pemerintahan suatu negara. Jika keadaan politik dan ekonomi negara tersebut tidak stabil maka tingkat kepercayaan terhadap mata uangnya juga akan menurun. Para pemilik uang akan beramai-ramai beralih ke mata uang lain atau komoditas yang dianggap bernilai sehingga nilai uang tersebut terpuruk6. Fenomena ini dapat kita baca pada fakta terpuruknya rupiah beberapa pekan ini yang dipicu oleh7:

Faktor Eksternal

  • Pasar khawatir bank sentral Amerika pada 23 September 2013 memutus langkah pertama kebijakan pemangkasan stimulus, yang menyebabkan aliran modal masuk ke Amerika dan stock market di berbagai negara jatuh.
  • Pasar khawatir akan ditutupnya pasar Merrill Lynch oleh Amerika, yang bisa mendorong stock dan capital market.
  • Lesunya bursa regional dan anjloknya sejumlah mata uang regional terhadap dolar AS.

Faktor Internal

  • Sentimen negatif pasar terhadap pengumuman Bank Indonesia bahwa defisit transaksi triwulan II meningkat dari US$ 5,8 miliar atau 2,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi US$ 9,8 miliar atau 4,4 persen.

Jelas sekali, pemicu pelemahan nilai rupiah lebih kepada faktor “pasar khawatir” dan “sentimen negatif” yang ini bermakna lemahnya legitimasi rupiah. Hal ini diperparah dengan ulah para spekulan yang menjadikan mata uang sebagai arena spekulasi untuk meraup keuntungan besar8. Bagi para spekulan fluktuasi mata uang adalah perkara yang harus ada agar mereka tetap meraih untung. Fenomena ini menambah problem moneter semakin sulit diatasi oleh pemerintah yang beraliran pasar bebas.

Terdapat dua problem mendasar pada masalah moneter ini yaitu

  1. Mata uang kertas yang tidak memiliki legitimasi yang kuat sehingga nilai tukarnya tidak stabil bahkan cenderung menurun dan
  2. Spekulasi mata uang yang memicu terjadinya instabilitas nilai mata uang.

Islam memandang bahwa mata uang dalam Islam adalah Dinar (Emas) dan Dirham (Perak). Menurut an-Nabhani (1990) ada keharusan untuk menjadikan emas dan perak sebagai standar mata uang dalam sistem ekonomi Islam. Beberapa argumentasi yang mendasari keharusan tersebut adalah:

  1. Ketika Islam melarang praktik penimbunan harta (kanzul mal), Islam hanya mengkhususkan larangan penimbunan harta untuk emas dan perak. Larangan ini merujuk pada fungsi emas dan perak sebagai uang atau alat tukar (medium of exchange).

“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak, serta tidak menafkahkannya di jalan Allah (untuk jihad), maka beritahukan kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) azab yang pedih” (TQS at-Taubah [9]: 34).

  1. Islam mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum Islam lainnya, seperti diyat dan pencurian. Islam menentukan diyat dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas. Islam juga mengenakan sanksi potong tangan terhadap praktik pencurian dengan ukuran melebihi emas sebesar ¼ dinar.

“Bahwa di dalam (pembunuhan) jiwa itu terdapat diyat berupa 100 unta dan terhadap pemilik emas (ada kewajiban) sebanyak 1.000 dinar” (HR an-Nasa’i dan Amru bin Hazam).“Tangan itu wajib dipotong, (apabila mencuri) 1/4 dinar atau lebih.” (HR Imam Bukhari, dari Aisyah r.a.).

  1. Zakat uang yang ditentukan Allah Swt berkaitan dengan emas dan perak. Begitu pula Islam telah menentukan nisab zakat tersebut dengan emas dan perak. Misalnya saja nishab zakat emas adalah 20 mitsqal atau 20 dinar. Hal ini setara dengan 80 gram emas.
  2. Rasulullah saw. telah menetapkan emas dan perak sebagai uang sekaligus sebagai standar uang. Setiap standar barang dan tenaga yang ditransaksikan akan senantiasa dikembalikan kepada standar tersebut.
  3. Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang (money changer) dalam Islam yang terjadi dalam transaksi uang selalu hanya merujuk pada emas dan perak, bukan dengan yang lain. Hal ini adalah bukti yang tegas bahwa uang tersebut harus berupa emas dan perak, bukan yang lain. Nabi saw. bersabda,”Emas dengan mata uang (bisa terjadi) riba, kecuali secara tunai” (HR Imam Bukhari).

Mata uang Dinar dan dirham memiliki legitimasi yang sangat kuat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan perak bernilai tinggi dan diterima luas oleh masyarakat dunia. Mata uang yang didasarkan pada emas dan perak memiliki keunggulan moneter sebagai berikut9:

Pertama, inflasi rendah dan terkendali. Dengan menerapkan mata uang emas, pemerintah suatu negara tidak dapat menambah pasokan uang dengan bebas. Akibatnya supply mata uang akan terkendali. Uang hanya bertambah seiring dengan bertambahnya cadangan emas negara. Dengan demikian inflasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan uang sebagaimana pada sistem mata uang kertas (fiat money) tidak terjadi. Memang tak dapat dipungkiri bahwa inflasi bisa saja terjadi ketika ditemukan cadangan emas dalam jumlah besar. Namun keadaan tersebut merupakan sesuatu yang jarang terjadi dan orang yang memiliki emas tidak langsung melempar emasnya ke pasar.

Keampuhan mata uang mengendalikan inflasi telah dibuktikan oleh Jastram, (1980) seorang profesor dari University of California. Ia menyimpulkan bahwa tingkat inflasi pada standar emas (gold standard) paling rendah dari seluruh rezim moneter yang pernah diterapkan termasuk pada rezim mata uang kertas (fiat standard). Sebagai contoh dari tahun 1560 hingga 1914 indeks harga (price index) Inggris tetap konstan dimana inflasi dan deflasi nyaris tidak ada. Demikian pula tingkat harga di AS pada tahun 1930 sama dengan tingkat harga pada tahun 1800.

Kedua, di dalam standar emas, nilai tukar antar negara relatif stabil sebab mata uang masing-masing negara tersebut disandarkan pada emas yang nilainya stabil. Pertukaran antara mata uang yang dijamin oleh emas dengan mata uang kertas negara lain yang tidak dijaminan emas juga tidak menjadi masalah. Hal ini karena nilai mata uang yang dijamin emas tersebut ditentukan oleh seberapa besar mata uang kertas tadi menghargai emas. Nilai emas memang bisa naik atau turun berdasarkan permintaan dan penawaran, namun ketika emas dijadikan uang maka masing-masing negara akan menjaga cadangan emas mereka. Dengan demikian supply mata uang akan relatif stabil sehingga nilainya pun stabil.

Disamping penggunaan mata uang dinar dan dirham, Islam juga menetapkan beberapa hukum yang menutup pintu spekulasi dan menjamin stabilitas mata uang diantaranya:

  1. Larangan Kanzul Mal; yaitu menyimpan uang tanpa ada hajat tertentu untuk pembelanjaannya. Larangan ini akan mencegah terjadinya kekurangan supply uang.
  2. Larangan Riba Fadhl (riba dalam tukar-menukar atau jual beli pada barang tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, dalam hal ini adalah tukar menukar mata uang sejenis wajib sepadan dan tukar-menukar mata uang tak sejenis wajib kontan). Hukum ini akan mengeliminasi tindakan spekulasi pada mata uang.

Problem Ekonomi

Problem yang turut melemahkan rupiah adalah defisit neraca perdagangan Indonesia. Ekonom Sri Adiningsih mengatakan, neraca perdagangan yang terus turun adalah penyebab dari terjadinya tekanan terhadap rupiah. Sepanjang neraca perdagangaan melemah maka dipastikan rupiah turun. “Sebelum ini, kan, neraca perdagangan selalu surplus,” kata Sri Adiningsih. Pernyataan yang sama diungkapkan oleh ekonom Mirza Adityaswara. Dia menilai, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus terjadi dipicu oleh tekanan impor terhadap ekspor. Mirza menyatakan, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dimotori oleh impor yang lebih besar ketimbang ekspor10. Badan Pusat Statistik mengumumkan defisit neraca perdagangan per Juli 2013 tercatat US$2,31 miliar dan secara kumulatif mencapai US$5,65 miliar dan tertinggi sepanjang sejarah11. “Defisit nilai perdagangan tersebut disebabkan oleh defisit komoditi migas sebesar 1,86 miliar dolar AS dan komoditi nonmigas sebesar 0,45 miliar dolar AS,” kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin (2/9/2013)12.

Defisit neraca perdagangan memberikan gambaran betapa Indonesia sangat bergantung pada Negara lain. Parahnya, ketergantungan ini justru terjadi pada komoditas yang sangat strategis yaitu pangan dan energi. Kedua komoditas ini adalah sesuatu yang wajib selalu tersedia sebab bila tidak maka akan terjadi goncangan ekonomi yang serius di dalam negeri. Tercatat produk pangan impor seperti garam, kedelai, tepung terigu, jagung, beras, bawang merah, kopi, teh dll.  Kita semua tahu bahwa komoditas impor tersebut dapat diproduksi secara massal di dalam negeri, namun sayang kebutuhan dalam negeri masih lebih besar dibandingkan produksi dalam negeri sehingga harus impor13. Demikian pula migas, seharusnya produksi dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun faktanya, ladang-ladang minyak malah 84% dikuasai oleh asing14 , sehingga migas belum sepenuhnya dapat diproduksi untuk kepentingan masyarakat sendiri. Konsekuensinya, tentu impor!

Problem ini dapat dipecahkan bila sistem Islam yang diterapkan. Pertama, Islam menetapkan bahwa kewajiban Negara adalah menjamin kebutuhan pokok setiap warganya dan Islam mewajibkan kaum Muslim untuk bisa mandiri dan mencegah hal-hal yang bisa menciptakan ketergantungan pada negara luar. Kewajiban ini berimplikasi pada upaya Negara untuk memastikan produksi pangan dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan setiap warga, sehingga Negara wajib membuat kebijakan untuk swasembada pangan. Bagaimana strategi swasembada pertanian dalam Islam?

Pertama: negara harus memberikan support penuh dalam pembangunan pertanian; misalnya dengan memberikan modal, lahan, sarana produksi pertanian, dll kepada petani.

Kedua: dilakukan kebijakan ekstensifikasi; dibuka lahan-lahan baru untuk pertanian. Lahan-lahan yang tidak produktif dan menganggur selama 3 tahun diambil oleh negara dan diberikan kepada mereka yang siap menggarap. Lahan pertanian yang subur harus tetap dipertahankan sebagai lahan pertanian, tidak dikonversi untuk keperluan lain.

Ketiga: dilakukan intensifikasi dengan penemuan bibit unggul, sistem budidaya, penyediaan pupuk, dan obat pembasmi hama yang efektif.

Keempat: dilakukan restrukturisasi pertanian. Misalnya, petani-petani gurem yang tidak efisien dengan lahan hanya 0,2-0,3ha harus ditingkatkan skala usahanya dengan lahan yang lebih luas.

Kelima: dilakukan penanganan yang baik pada sektor pemasaran produk pertanian. Misalnya, rantai pemasaran yang merugikan petani harus dihapus; disiapkan infrastruktur pendukung yang memadai seperti jalan, alat transportasi, pasar, dll; juga dibangun industri-industri yang dapat menyerap hasil pertanian.

Kedua, mengenai migas. Islam secara tegas menyatakan bahwa ladang-ladang migas adalah kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh Negara sebagai wakil ummat. Hasilnya, wajib dikembalikan kepada ummat dalam bentuk yang sesuai dengan kemaslahatan ummat menurut pandangan dari kepala negara. Jadi, sejak awal telah ditegaskan bahwa haram hukumnya menyerahkan pengelolaan migas pada pihak swasta apalagi swasta asing. Dari landasan hukum Islam ini, maka Negara wajib mengelola migas secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak asing. Negara wajib mengerahkan segala upaya agar migas dapat dikelola secara mandiri.

Kesimpulannya, problem krisis nilai tukar mata uang akan terus berulang selama akar masalahnya tidak dipecahkan yaitu penggunaan mata uang kertas dan ketergantungan ekonomi pada Negara lain. Islam sejak awal telah menutup peluang terjadinya krisis nilai mata uang ini dengan menerapkan sistem mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) dan berbagai hukum transaksi keuangan yang menutup pintu spekulasi. Islam juga mewajibkan berbagai kebijakan agar terpenuhi kebutuhan setiap individu masyarakat tanpa bergantung pada pihak luar. Terapkan sistem Islam, maka krisis moneter akan tinggal kenangan.

 

Referensi:

1 http://www.rimanews.com/read/20130903/116155/rupiah-terus-terjerembab-ditransaksikan-di-atas-level-11000

2 http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/27/ms64gs-setelah-kedelai-tepung-terigu-ikut-naik

3 http://m.inilah.com/read/detail/2023295/pengusaha-tahu-tempe-kelenger-gara-gara-kedelai

4 http://bisnis.liputan6.com/read/681022/urutan-mata-uang-paling-terpuruk-di-asia

5 Davies, Glyn. A History of money from ancient times to the present day, 2005

6 http://hizb-indonesia.info/2008/11/25/dinar-dan-dirham-vs-fiat-money-bahaya-mata-uang-kertas-fiat-money-1/

7http://www.tempo.co/read/news/2013/08/21/087505926/Beragam-Penyebab-Rupiah-Terjun-Bebas

8http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/05/29/14455155/Menkeu..Pelemahan.Rupiah.Akibat.Ulah.Spekulan

9 http://hizb-indonesia.info/2008/12/20/dinar-dan-dirham-vs-mata-uang-kertas-ii-emas-dan-perak-mata-uang-hakiki/

10 http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=324162

11 http://www.bisnis.com/rupiah-terpuruk-ke-rp11371us-gara-gara-defisit-neraca-perdagangan-tinggi

12http://www.antaranews.com/berita/393543/defisit-neraca-perdagangan-juli-231-miliar-dolar-as

13 http://finance.detik.com/read/2013/04/05/103236/2212256/4/1/ini-5-komoditas-impor-terbesar-ri#bigpic

14http://pesatnews.com/read/2013/06/22/29926/84-persen-ladang-minyak-kita-dikuasai-asing-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*