Kunjungan Juru Bicara MHTI ke Tribunnews.com
HTI Press. Dalam rangka pasca-Idul Fitri dan menjalin shilah ukhuwah sebagai agenda rutin, Juru Bicara Muslimah HTI, Ustadzah Iffah Ainur Rochmah beserta rombongan tim Maktab Natiqoh Al-I’lamiyah (MNI) berkunjung ke Kantor Redaksi Tribunnews.com (Selasa, 03/09/2013). Rombongan diterima oleh tim redaksi Tribunnews.com dengan hangat dan ramah.
Selain ingin berkenalan lebih jauh dengan Tribunnews, dalam kesempatan itu Ustadzah Iffah juga menyampaikan pernyataan sikap MHTI terkait dengan penyelenggaraan Miss World. MHTI menolak bukan semata karena tidak ada kontes bikini. Namun, yang lebih penting lagi adalah karena adanya ideologi kontes kecantikan, yakni untuk mendongkrak industri fashion, kosmetik, termasuk rating media. Dan sejatinya, baik itu Miss World maupun Miss Universe, semua sama saja. Sama-sama mencari perempuan yang paling cantik fisiknya untuk dieksploitasi.
Agar ke depan penghargaan pada kaum perempuan tetap berlanjut, MHTI tidak ingin bahwa penolakan ini sebatas suara umat Islam. Tapi harus ditunjukkan pada dunia bahwa Muslimah HT sangat peduli tentang penghargaan kepada perempuan, baik dia muslim maupun non-muslim. Oleh karenanya, penolakan Miss World diharapkan bukan hanya dari kalangan umat Islam. Semestinya ini menjadi suara yang universal, karena Miss World tidak hanya melanggar syariat Islam tapi menghina kaum perempuan.
Selain ke media, MHTI juga gencar melakukan kontak dengan organisasi-organisasi yang lain. Karena memang kontes kecantikan berbobot ideologi seperti ini tidak seharusnya ada. Yang selayaknya dilakukan semestinya adalah pemberdayaan perempuan, bukan eksploitasi. Dan sebagai bagian dari aktivitas amar ma’ruf nahyi mungkar, Miss World harus dijelaskan posisi kebathilannya sebagaimana khamr. Artinya, mungkin Miss World memang ada manfaatnya tapi mudharatnya jauh lebih besar. Maka dari itu, meski ada sisi positifnya (karena diklaim mendongkrak pariwisata), tapi kerusakan yang ditimbulkannya akan jauh lebih besar. Dan tentunya kita jangan sekali-kali berpikir untuk mengambil manfaatnya karena keharamannya sudah jelas. Anggota rombongan, Rina Rahmalia menambahkan bahwa Miss World ini juga disikapi oleh Central Media Office Muslimah Hizbut Tahrir melalui Press Release-nya.
Arti penting meng-counter isu Miss World, karena ajang ini adalah salah satu model percontohan maraknya lifestyle (gaya hidup) dan liberalisasi budaya. Mengingat tahun 2013 ini layaknya sebagai tahun darurat seksual. Di mana betapa banyak generasi muda yang terjebak untuk menjadi pelaku bahkan pengelola pos-pos bisnis seksualitas demi meraih gaya hidup kekinian, misalnya hanya karena mereka membutuhkan smartphone. Terkait data empiris pengaruh Miss World dengan angka pelecehan seksual memang belum pernah ada. Tapi keterkaitannya sangat mudah dan jelas untuk disaksikan, sehingga mudah bagi nalar kita untuk menyimpulkan. Yaitu dari sisi gaya hidup yang melenakan mereka, sementara di sisi lain, keluarga sulit untuk menanamkan nilai-nilai moral. Bayangkan, berapa banyak generasi muda yang kemudian rusak akibat pelacuran, karena setiap saat di media ditampilkan pengumbaran aurat dan gaya hidup yang hedonistik. Maka nyata, atas nama gaya hidup, liberalisasi perilaku dan kehidupan generasi jelas makin terdistorsi. Oleh karenanya, counter-attack isu Miss World harus ini diangkat lebih luas lagi, karena jika dibiarkan efeknya akan jauh lebih besar.
Menurut Ustadzah Iffah, London dan Israel saja sudah khawatir dengan efek dari kasus-kasus kecantikan. Karena berakibat pada banyaknya bisnis medis untuk menjadi lebih cantik atau langsing. Bahkan, stasiun TV sampai dilarang menayangkan perempuan langsing. Hal semacam ini juga harus disadarkan kepada masyarakat. Dan tentu hal ini harus menjadi peringatan kepada para orang tua agar anak-anaknya tidak terpengaruh dengan gaya hidup hedonistik. Oleh karenanya, MHTI akan terus menyampaikan kepada pemerintah maupun kepada pihak penyelenggara, disamping pelaksanaan aksi massa di beberapa kota. Rencana aksi terdekat jelang Miss World, akan dilaksanakan di Banyuwangi, Bali dan Yogya. Yang menarik, Dinas Pariwisata DIY justru menyatakan menolak Miss World dan pihaknya mengganggap bahwa masih banyak cara untuk mendongkrak pariwisata.
Di akhir diskusi, Ustadzah Iffah menyatakan bahwa jika umat memiliki kesatuan politik tentang ketidakpedulian Hary Tanoesoedibjo dan Liliana tentang suara umat, maka isu Miss World ini bukan tidak mungkin bisa menjadi bunuh diri politik bagi mereka. Bagaimanapun, perkara umat adalah permasalahan sistemik. Demokrasi-kapitalistik perlu sistem alternatif, yaitu sistem Islam. Tapi sistem Islam tersebut bukan yang diimpor dari Arab Saudi atau Afghanistan, melainkan sesungguhnya Islam yang dekat dengan ruh kita. Karena sesungguhnya Islam tidak hanya sebagai agama, tapi juga mengatur kehidupan kita, termasuk tentang penghargaan perempuan. Potret kehidupan saat ini sudah sangat jelas membuktikan bahwa jika Islam dikawinkan dengan demokrasi itu akan jauh lebih banyak mengorbankan Islam-nya. Karena demokrasi sudah punya aturan mainnya sendiri. Jadi yang ingin mengubahnya menjadi Islam itu malah bisa termakan. Dalam demokrasi, yang haq dan bathil dapat dikompromikan. Tapi dalam Islam, yang haq adalah haq, yang bathil tetap bathil.
Kunjungan pun diakhiri dengan sesi foto bersama antara Ustadzah Iffah, rombongan tim MNI dan tim redaksi Tribunnews.com. [nin]