Buku Panduan Pelaksanaan Perang Gerilya di Perkotaan belum tentu diterbitkan oleh kelompok tertentu yang dituding aparat sebagai teroris. “Karena bisa saja kalau itu menjadi semacam konter isu, sengaja diterbitkan untuk menegaskan seolah-olah ada kelompok semacam itu, padahal sebenarnya tidak ada,” ungkap Jubir Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto, Kamis (19/9) di Jakarta.
Ismail pun menyatakan, bahwa buku elektronik berbayar yang sudah beredar sejak dua tahun lalu ini, tidak bisa dikatakan sebagai pemicu kelompok tertentu —yang dianggap dendam terhadap kepolisian lantaran prilaku Densus 88— untuk menembak polisi di depan gedung KPK, dan beberapa polisi lain di beberapa tempat berbeda dalam beberapa bulan terakhir ini.
Karena ‘musuh’ polisi banyak. “Ada kelompok narkoba, kelompok curanmor. Bahkan sangat boleh jadi juga ada aparat lain dalam hal ini TNI, revalitas antar korp di tubuh Polri sendiri, tetapi itu bersifat personal ya bukan institusional,” ungkapnya.
Terbukti, pada Selasa (17/9) Kabid Humas Mapolda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengungkapkan penembak Briptu Ruslan di Depok adalah anggota jaringan kelompok curanmor Lampung. Padahal sebelumnya, dikembangkan opini bahwa penembakan itu dilakukan oleh kelompok yang dituduh teroris.
Penembakan ini hanya berselang tiga hari setelah penembakan Aipda Anumerta Sukardi di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sukardi tewas ditembak orang tak dikenal saat mengawal 6 truk tronton pada Selasa (10/9) malam.[] Joko Prasetyo