Audiensi Muslimah DPD II HTI Sleman ke Dinas Kesehatan Sleman tentang Kuesioner Alat Vital

HTI Press. Menyikapi pemberitaan beredarnya ‘kuesioner alat vital’, Muslimah DPD II HTI Sleman mengadakan audiensi ke kantor Dinas Kesehatan Sleman, Jum’at (20/9). Delegasi MHTI terdiri dari Meti Astuti, M.Ek. (Ketua DPD I MHTI ) didampingi suami, Ustadz Agung Dwi Sutrisno, dan tim Lajnah Fa’aliyah MHTI Sleman (Kustyaningsih, Shinta Asri Risnaeni, Aryanti). Audiensi diterima langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Sleman dr. Mafilindati Nuraini, M.Kes., didampingi dr. Cahya Purnama (sekretaris), dan Cahya (dokumentasi media pemkab).

Meti Astuti menyampaikan bahwa dengan spirit amar ma’ruf nahi mungkar, audiensi MHTI ini bertujuan memberikan masukan terkait kuesioner kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dipandang kurang patut diedarkan di sekolah karena mengandung konten porno. (Perlu diketahui, bahwa kuesioner tersebut sudah diujicobakan di beberapa sekolah di Sleman pada tahun 2012).

Meti menjelaskan pandangan MHTI terhadap masalah ini. Pertama, bahwa KRR hampir tidak mengambil nilai-nilai Islam dan program-program yang dikembangkan pemerintah berlepas dari nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Yang dikedepankan hanyalah aspek reproduksi dan dampak, dengan materi yang justru mendorong remaja mencari tahu dan tergiur melakukan, termasuk keberadaan program ABCD (Abstain, Be Faithful, Condom, Drug). Pada faktanya, setelah program KRR diselenggarakan justru menambah angka free seks. Kedua, hendaknya program ini bisa digali dari nilai Islam, misalnya ketika remaja menjelang baligh bahkan sejak dini, diajarkan tentang mengetuk pintu ke kamar  orangtua, berpakaian menutup aurat, larangan berikhtilat sampai larangan zina. “Aspek pendidikan seksualitas ini kami pandang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan solusinya tidak sekedar tataran teknis, tapi hendaknya lebih fundamental dengan mengembangkan program KRR secara islami,” imbuh Meti.

Menanggapi masukan MHTI, dr. Mafilindati Nuraini, M.Kes. menyampaikan bahwa kebijakan ini berasal dari pusat dan mempersilahkan berbagai elemen untuk memberi usulan dan berdialog dengan kementerian kesehatan. “Upaya pendidikan KRR melalui sekolah pun tidak bisa sendiri, kami dalam pembangunan bidang kesehatan selalu melakukan kerjasama lintas sektor,” papar Mafilindati.

Lebih lanjut Meti mengungkapkan, “Kami melihat kuesioner semacam ini merupakan bentuk edukasi yang tidak menurunkan seks bebas dan kehamilan tidak dikehendaki, karena pemerintah mengadopsi asas liberal yang sekedar memberi tahu struktur tubuh tanpa dibarengi pemahaman nidzam ijtima’i (aturan pergaulan) islami.” Mafilindati sepakat dengan penyampaian Meti, hanya saja tidak bisa menerapkan seluruhnya karena ada berbagai sektor yang saling bekerjasama dalam hal ini. Dia merekomendasikan agar MHTI membuat konsep kuesioner KRR yang disetujui oleh jubir delegasi MHTI.

Di sesi terakhir, delegasi MHTI menyampaikan produk berupa tabloid Media Umat dan press release Jubir MHTI “Kuesioner Tak Mendidik untuk Siswa Sekolah Menengah, Negara Gagal Lindungi Moralitas Bangsa.”

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*