Ketika kita berbicara tentang Mesir dalam tulisan ini, maka kita tidak berbicara tentang bumi dan tanah Mesir, yakni kita tidak berbicara tentang Mesir dari sudut pandang nasionalisme.
Sebab nasionalisme itu konsep yang rendah dan murahan, yang tidak layak untuk mengikat antar manusia di saat manusia ingin berjalan di jalan kebangkitan; serta tidak berbicara tentang Mesir dari sebuah statemen “hubbul wathan minal iman, cinta tanah air sebagian dari iman”, yang oleh sebagian ia digunakan untuk mengelabui masyarakat dan berbohong terhadap Rasulullah SAW, untuk menanamkan pemikiran nasionalisme dalam pikiran kaum Muslim.
Nasionalisme adalah pemikiran yang tidak memiliki landasan dalil sama sekali, dan ia sebagian dari pemikiran yang dicekokkan kaum kafir penjajah ke dalam pikiran kaum Muslim, untuk menghancurkan persatuan mereka. Sehingga rakyat Mesir menjadi ashibiyah (fanatik) dengan Mesirnya.
Bahkan lebih dari itu, mereka membanggakan ke-Fir’aun-annya dan sejarah sebelum Islam; rakyat Suriah membanggakan bangsa Asirianya; rakyat Irak membanggakan bangsa Fenisianya; rakyat Maroko membanggakan kota Berbernya atau Kartagonya; dan seterusnya.
Sehingga kita menjadi serpihan serpihan kecil, yang sebelumnya kita telah menjadi satu umat tampa kecuali, yang diikat oleh ikatan akidah dan persaudaraan Islam. Fanatik terhadap bumi dan tanah itu adalah fanatik yang tercela dan dicela oleh Rasulullah SAW, bahkan dinilainya sebagai bagian dari seruan jahiliyah, dimana kita diperintah untuk meninggalkannya, sebab ia merupakan pemikiran busuk.
Jadi, kita berbicara tentang Mesir sebagai masyarakat yang tegak berdasarkan hubungan yang langgeng di antara individu-individu warganya, dimana hubungan ini didasarkan pada pemikiran tertentu tentang kehidupan dan perasaan.
Pemikiran dan perasaan ini berasal dari landasan berpikir (qâidah fiqriyah), keyakinan (qanâ’ât), serta konsep (mafâhîm) tertentu, dan diterapkan oleh sistem yang sejalan dengan pemikiran, konsep dan perasaan tersebut. Jika kita melihat Mesir hari ini melalui perspektif ini, maka kita menemukan bahwa Mesir sekarang bukanlah Mesir yang kita kenal.
Sebab Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang memiliki sejarah panjang lebih dari tiga abad. Sehingga Mesir yang ada pada abad terakhir tidak dapat menghilangkan apa yang telah mendarah daging selama berabad-abad. Mesir yang kita kenal dan dikenal oleh setiap Muslim di dunia adalah Mesir penaklukan Islam, yaitu Mesir yang dipimpin Amr bin Ash, Abdullah bin Saad, Shalahuddin al-Ayubi, Saifuddin Qutuz, Zahir Ruknuddin Baibars, dan Ibnu Thulun, bukanlah Mesir diperintah oleh para thaghut yang jeratkan kaum kafir penjajah di leher kami. Mereka adalah para thaghut yang tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kami dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Bahkan salah seorang dari mereka bangga telah meangkap tiga puluh ribu dari warganya dalam satu malam saja! Dan sebagian lagi bangga bahwa ia berhasil membubarkan aksi massa warganya, lalu membunuh, melukai, membakar, serta menangkap ribuan dari mereka, tanpa belas kasih sedikitpun. Dalam hal ini, apa yang ia lakukan melebiha apa yang dilakukan Amerika dalam perang melawan Vietnam atau Perang Dunia II!
Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang diperintah oleh orang-orang yang sangat takut dengan sabda Rasulullah saw: “Setiap penghianat memiliki panji (bendera) di pantatnya pada hari kiamat, sebanyak pengkhianatannya. Ketahuilah bahwa tidak ada pengkhianatan yang lebih besar dari pengkhianatan seorang pemimpin umum (penguasa).” (HR. Muslim). Begitu juga sabda beliau saw: “Tidak seorang pemimpinpun yang diberiri (kekuasaan) untuk memimpin rakyat, namun ia tidak mau mendengarkan nasihat, sehingga ia tidak akan masuk surga bersama mereka.” Sehingga kalian melihat mereka tidak berkhianat pada umatnya, justru mereka sangat belas kasih pada umatnya. Akibatnya, Allah meridhai mereka. Begitu pula dengan umat, sangat mencitai mereka.
Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang memerangi Tentara Salib, dan mengusirnya keluar dari Baital Maqdis (Yerusalem); serta menghentiakan keperkasaan tentara Tatar dan meleyapkannya, bukan Mesir yang melenyapkan Sinai, Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, Gaza dan al-Quds Timur dalam enam hari, pesawat-pesawatnya dihancurkan sementara ia bersebunyi di negerinya selama enam jam! Kami mendapat seragan ketika kami sedang tidur, sementara pemimpin Mesir hanya mengecam dan mengancam entitas Yahudi dengan umpatan-umpatan yang tidak berarti! Bukan Mesir yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan entitas yang telah merampas tempat Isra’-nya Rasulullah saw, kiblat pertama, dan kedua dari dua masjid suci, bahkan penguasanya sangat disibukkan untuk menjamin keamanan Yahudi di depan Sinai, untuk itu ia menggunakan tangan besi atas siapapun yang berani menyakiti dan membahayakan Yahudi. Sehingga penguasanya berkoordinasi dengan Amerika dan anak angkatnya “Israel” untuk menjaga perbatasan, menutup terowongan, dan mengejar para mujahidin .
Mesir yang kita kenal adalah wilayah, namun wilayah yang besar di negara besar, yaitu negara Khilafah Islam, yang kebesarannnya tidak terbantahkan. Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang “seluruh wilayahnya sama dengan Khilafah” seperti yang dijelaskan oleh Amr bin Ash, atau “kekuasaannya adalah kekuasaan bumi” seperti yang dikatakan Abu Bashra al-Ghaffari. Mesir yang tidak aku kenal adalah Mesir yang menjadi “negara”, namun negara lemah dan tidak berdaya, yang tidak memiliki nilai di panggung internasional. Bahkan ia adalah boneka yang buat maninan oleh Amerika. Amerika yang menggulingkan Presiden “broker”, lalu membuat pemimpin lain, dan kemudian melemparkannya juga, karena Amerika akan memberikannya pada “broker” lain yang murah, yang membebabi rakyatnya dengan seburuk-buruk penyiksaan! Apakah kita bangga dengan kondisi kita ini, bahwa kita punya “negara”?! Negara yang ada ini hanya sekedar nama tanpa substansi sama sekali.
Ya! Mesir adalah wilayah dalam negara Islam. Namun ini tidak mengurangi peran sejarah dan kedudukannya! Bahkan, ketika Mesir masih menjadi wilayah dalam negara Khilafah yang besar, Mesir merupakan jantung dunia Islam yang bergetar; Mesir adalah batu besar yang akan menggilas semua ambisi kaum kafir penjajah, apakah mereka tentara Salib Katolik yang mengobarkan “perang suci” melawan umat Islam, dan Mesir juga memerangi Kristen Ortodoks, atau menghancurkan tentara Tatar yang menebarkan malapetaka di bumi, serta membinasakan manusia, bebatuan dan pepohonan. Sehingga apabila beberapa dari mereka yang menyerukan pada nasionalisme busuk itu cemas, takut dan tidak rela Mesir menjadi wilayah dalam negara berperadaban besar, yang ucapannya ditakuti di panggung internasional, maka apakah mereka rela Mesir menjadi negara sipil sekularis, yang tidak bernilai dan tidak diperhitungkan di panggung internasional, seperti dalam beberapa dekade terakhir, dan seperti kondisi saat sekarang ini?! Bahkan masih merupakan boneka Paman Sam, yang menjalankan semua keinginannya, tidak memiliki wibawa sama sekali, sehingga menyebutnya dengan “negara merdeka” hanya kepalsuan dan kebohongan semata!
Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang di dalamnya hidup orang-orang Koptik, dimana mereka memiliki hak seperti kami, mereka punya kewajiban seperti kewajiban kami, mereka tidak merasa dizalimi dan dipaksa; Mesir yang mengembalikan kedudukan Paus Koptik Benyamin I, yang sebelumnya berada dalam persembunyian dan pelarian di padang gurun selama tiga belas tahun, setelah bangsa Byzantium membunuh salah satu saudaranya di depan matanya. Amr bin Ash mengirim pesan ke seluruh penjuru Mesir, yang isinya: “Posisi Benjamin, Patriark Koptik Kristen, berada dalam perjanjian, keamanan, dan perdamaian. Untuk itu datanglah dalam keadaan aman dan tentram, guna mengatur umatnya dan gerejanya.” Dan tidak lama setelah berita itu sampai pada Benyamin, ia kembali ke Alexandria dan menjalankan kepausannya. Bersamanya kembali para imam dan biara mereka. Kemudian mereka merenovasi dan memperbaiki apa-apa yang hancur akibat pengrusakan yang dilakukan oleh Persia dan Byzantium. Cerita ini sesuai dengan apa yang diceritakan dalam kitab sejarah terpenting milik kaum Koptik sendiri, bernama “Synaxarium” atau “Kumpulan berita para nabi, rasul, suhada’ dan orang-orang suci”. Adapun Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang para penguasanya yang memainkan ketegangan fitnah (perselisihan) sektarian, dan mengobarkannya setiap kali mereka ingin menutupi kegagalan mereka, atau menutupi setiap rencana jahat tuannya. Dan bukti telanjang dalam hal ini, adalah pemboman Gereja Saints di Alexandria pada masa pemerintahan yang digulingkan, Husni Mubarak.
Mesir yang kita kenal adalah Mesir tempat al-Azhar, sebuah mercusuar ilmu dan para ulama yang menyerang dan menghujat Syeikh Ali Abdur Raziq, yang telah membuat bid’ah dengan mengingkari adanya sistem pemerintahan dalam Islam, dalam kitabnya “al-Islam wa Ushulul Hukmi”, sehingga mereka pun mengeluarkannya dari golongan para ulama. Dan bukan Mesir tempat al-Azhar yang mengeluarkan piagam yang isinya menetapkan bolehnya mendirikan negara sipil demokratis sekuler untuk menghidupkan kembali bid’ah yang telah dibuat oleh Ali Abdur Raziq sejak lebih dari delapan puluh tahun yang lalu, sehingga ia mendapat sanksi dari para ulama pewaris nabi ketika itu. Dan buka Mesir tempat al-Azhar yang Syeikhnya berpartisipasi dalam kudeta bersama rezim kudeta dan mendukungnya, bahkan sebagai “ulama”nya membolehkan membunuh rakyat Mesir yang disebutnya sebagai “kaum Khawarij” yang layak dibunuh. Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang telah melahirkan Imam al-Laits bin Sa’ad, imam rakyat Mesir dalam ilmu fiqih, dan melahirkan al-Izz bin Abdus Salam, yang menjadi “Sulthanul Ulama”. Dan sebenarnya masih melahirkan ulama-ulama seperti mereka, namun para ulama mukhlis itu mereka asingkan dan mereka singkirkan sehingga tidak ada yang mengenalnya. Para ulama yang mukhlis ini tidak akan pernah tampil di sejumlah TV Channel mereka, meski semuanya terbuka bagi para intelektual dan “ulama” upahan pemerintah yang rela menjual agamanya dengan dunia yang fana.
Mesir yang kita kenal adalah lumbung makanan dunia. Pada tahun paceklik, Mesir yang mengirim makanan ke Madinah al-Munawwarah, melalui konvoi bantuan yang ujung depannya sudah di Madinah dan ujung belakangnya masih di Mesir. Dan bukan Mesir para penguasanya saat ini bangga dengan mengemis ke sana-sini, dimana setiap tahunnya mengemis pada Amerika 1,3 miliar dolar, yang diberikan pada Mesir sebagai kompensasi atas kehinaan dan ketundukan, yang sama sekali tidak sesuai dengan Kinanah Allah di negerinya! Juga mengemis dari negara-negara Teluk: Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait dan lain-lainnya untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan yang mungkin dihindari. Mereka memperlihatkan pada kita: negeri lumbung makanan dunia mengalami kemiskinan, kekurangan dan bahkan kadang-kadang kelaparan! Apakah Mesir menginginkan ini semua? Aku kira kalian juga tidak akan menginginkannya!
Mesir yang kita kenal adalah Mesir yang menerapkan Islam dalam segala urusan; Mesir mengikuti syariah Tuhannya, dan dengannya semua tindakan diaturnya; Mesir yang sadar akan arti berhukum dengan apa yang Allah turunkan, sebab jika tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan akan membuatnya kafir, zalim dan fasik, serta menyebabkan kehinaan, ketidakberdayaan dan kesulitan hidup.
Dan bukan Mesir yang kita kenal, Mesir yang berpaling dari syariah Tuhannya, dan konstitusinya mengemis dari Timur dan Barat; bukan Mesir yang kita kenal, Mesir yang menolak untuk menjadikan syariah Islam sebagai satu-satunya sumber hukum. Dan bukan Mesir yang kita kenal, Mesir yang membentuk sebuah komite konstitusi untuk membuat undang-undang, yang sebagian besar anggotanya—jika tidak dikatakan semuanya—adalah orang-orang yang tidak layak untuk kehormatan seperti ini, apalagi mereka tidak memenuhi syarat untuk tugas ini, sebab hati mereka penuh dengan kebencian, kedengkian dan kemarahan untuk setiap yang berbau Islam.
Kepada Mesir yang kita kenal itulah, maka kami mengundang kalian semua, wahai kaum Muslim di negeri Kinanah (Mesir)! Dan kepada Mesir yang kami harapkan akan menjadi kenyataan. Untuk itu kami berusaha mengembalikannya pada posisinya yang seharusnya, yang insya Allah dalam waktu dekat segera terwujudkan, yaitu ketika Khilafah Islam tegak, maka insya Allah, Mesir akan menjadi titik sentralnya. Kemudian berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempersatukan umat manusia di bawah naungan Khilafah yang tegak berdasarkan metode kenabian, yang akan diridhai oleh penduduk langit dan bumi, dan yang sebelumnya diridhai oleh Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Sehingga tidak ada satu negeri pun yang berada di bawah kekuasaannya yang hidup dalam kegelapan, berkah di langit akan diturunkan, dan seluruh negeri di bumi ini semuanya akan tersinari oleh cahaya Islam. Dan bagi Allah, mewujudkan semua itu sangatlah mudah. [Syarif Zayad – Ketua Media Informasi Hizbut Tahrir Wilayah Mesir]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 24/09/2013.
Subhanallah, serasa seperti membuka kitab-kitab ulama klasik, ilmu ketakwaan kecintaan kepada Nabi dan ummatnya kemuliaan dan kehormatannya, dituangkan dicurahkan dalam sebuah makalah yang berbobot. Tak ada kompromi dalam pengkhianatan dan penyesatan atas Islam.
Subhanallah kedekatan mesir dg khilafah masa lalu akan lebih cepat menyulut kebangkitannya kembali dibandingkan indonesia. Ala kulli hal baik mesir ataupun indonesia yg tegak khilafah terlebih dahulu kami berbahagia ya allah