Jilbab Terancam Dilarang, Muslimah Hizbut Tahrir Inggris Tulis Surat Terbuka

Dua hari setelah dimautnya artikel seorang anggota parlemen Inggris Sarah Wollaston yang melarang berjilbab, Perwakilan Media Perempuan Hizbut Tahrir Inggris Shohana Khan langsung menanggapinya dengan melayangkan surat terbuka.

“Anda membuat beberapa klaim utama tentang jilbab, yang saya rasa perlu sedikit diskusi – untuk menyoroti bahwa ada sisi lain yang lebih dari sekedar ‘omong kosong’, seperti yang Anda klaim,” tulis Shohana, Selasa (17/9) di situs resmi Hizbut Tahrir Inggris www.hizb.org.uk.

Klaim yang dimaksud Shohana tersebut adalah tudingan Sarah bahwa: perempuan dipaksa untuk memakainya; jilbab menghilangkan kesetaraan wanita; jilbab menghambat komunikasi dan jilbab membuat seorang perempuan ‘tidak terlihat’.

Berikut petikan lengkap sanggahan Shohana atas klaim anggota parlemen Inggris itu.

 Kepada Yth Wollaston,

Saya menulis surat ini sebagai tanggapan atas komentar Anda di surat kabar the Telegraph tanggal 15 September 2013, yang berjudul Perdebatan Mengenai Jilbab Harus Menjadi Seruan Kebangkitan Kaum Feminisme.

Anda membuat beberapa klaim utama tentang jilbab, yang saya rasa perlu sedikit diskusi – untuk menyoroti bahwa ada sisi lain yang lebih dari sekedar ‘omong kosong’, seperti yang Anda klaim.

Perempuan dipaksa untuk memakainya

Tidak ada kelompok yang berkampanye tentang lemari Muslimah yang dulunya  berjilbab, tidak ada halaman Facebook yang mencoba meningkatkan kesadaran atas epidemi yang memaksa untuk berjilbab. Cukup sederhana – alasan para perempuan muda Islam untuk berjilbab, sebagaimana orang-orang yang meminta larangan tersebut dicabut karena tekanan yang mereka kenakan di perguruan tinggi Birmingham, adalah karena kemauan mereka sendiri. Terlepas dari kenyataan bahwa tidak semua gadis mulai memakainya pada usia 13 tahun, namun adalah aneh bahwa diskusi ini bukan mengenai meluruskan rambut, berias wajah atau memakai rok sekolah yang panjang, atau bagaimana keadaan sekolah-sekolah menengah di Inggris pada hari ini, yang siswa usia 13 tahunnya sudah mengadopsi ide tentang ‘kecantikan yang ideal’ karena mereka merasa harus melakukannya. Itulah masalahnya jika kita benar-benar ingin berbicara tentang pemaksaan bagaimana perempuan berpakaian.

Jilbab menghilangkan kesetaraan wanita

Seperti yang anda klaim, fakta bahwa perempuan berjilbab berpakaian berbeda dengan cara berpakaian laki-laki, berarti bahwa kaum perempuan tertekan. Jadi pertanyaan yang harus kita tanyakan adalah, jika seorang perempuan berpakian berbeda dengan pria, apakah ini berarti tekanan?

Fakta bahwa gaun, rok dan tas wanita bukanlah isi yang biasa ditemukan dalam lemari laki-laki dan saya yakin hal itu tidak mengkhawatirkan diri Anda sendiri. Perbedaan cara berpakaian laki-laki dan perempuan memang dimaklumi dan tidak menjadi kekhawatiran terhadap perempuan yang dipandang hidup dengan tertekan. Jadi, mengapa hal ini berlaku bagi cara berpakaian dari sebuah komunitas yang berbeda?

Jilbab menghambat komunikasi

Bagi mereka yang mengatakan bahwa siapapun yang berjilbab tidak bisa berkomunikasi dengan baik, saya membayangkan larangan total itu akan berlaku bagi semua jenis media sosial, korespondensi email atau komunikasi telepon karena bentuk-bentuk komunikasi yang sangat normal yang kita gunakan saat ini tergantung pada kemampuan kita untuk berkomunikasi tanpa melihat wajah orang lain.

Interaksi dan kohesi masyarakat jika kita pelajari salah satunya, tidak dibangun pada apakah anda melihat wajah seseorang atau tidak, namun pada apakah Anda menjunjung tinggi rasa hormat, kebaikan dan hidup bertetangga dengan baik dalam tindakan Anda dengan masyarakat luas. Ketegangan masyarakat ada di seluruh Inggris, tapi dapatkah jilbab dipersalahkan sebagai penyebab salah satu ketegangan itu?Adapun mengenai masalah identitas dan keamanan – tidak ada teka-teki yang nyata dalam hal ini, kaum Muslimah dapat memenuhi kebutuhan ini dalam lingkungan perempuan.


Jilbab membuat seorang perempuan ‘tidak terlihat’

Jika kita mengartikannya sebagai tubuh fisik perempuan dan wajah yang ‘tidak terlihat ‘, maka ya tidak ada perselisihan mengenai hal itu. Tapi pertanyaan yang lebih besar adalah, apakah semua itu adalah yang benar-benar kita maksudkan dan kita khawatirkan, dalam kaitannya dengan kehadiran perempuan dalam masyarakat? Seolah-olah hal itu akan sangat mengkhawatirkan.

Perjuangan kaum feminis yang Anda dorong pada awal komentar Anda, dari sejak awal dibangun untuk menjauh dari pandangan perempuan adalah hadiah fisik dan kepemilikan hingga partisipasi nyata kaum perempuan dalam kehidupan publik. Perempuan yang berkerudung akan dengan keras berpendapat bahwa berjilbab telah benar-benar menghentikan masyarakat untuk menilai perempuan dengan cara masyarakat melihat, lebih daripada apa yang kaum perempuan pikirkan: sehingga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat.


Yang benar adalah, bahwa meskipun para politisi Barat di seluruh Eropa seperti memiliki kartu domino satu sama lain, mereka merasa perlu untuk menjadi penyelamat dari  kaum perempuan Muslim yang berjilbab, namun perempuan Muslim tidak boleh menangis untuk menuntut agar mereka diselamatkan.


Memang, kita tahu ada teriakan – teriakan yang tumbuh di masyarakat Barat dari orang-orang yang telah mulai melihat Islam dan nilai-nilainya yang mengancam dan menentang norma-normal liberal sekuler, meskipun mereka bukanlah satu-satunya masyarakat yang memiliki praktek yang ‘berbeda’. Kita semua bisa duduk kembali dan merenungkan bagaimana dan darimana teriakan ini berasal dan dihasut.

Akhirnya, kekhawatiran Anda atas perlunya kebangkitan bagi perempuan, saya akan katakan bahwa hal itu sama sekali tidak benar. Yang lebih dibutuhkan adalah kebangkitan tentang ide pemaksaan yang nyata dalam masyarakat yang merampok kaum perempuan yang dinilai karena pikiran dan kemampuan mereka, merampok mereka dari harga dirinya, merampok mereka atas pilihan nyata tentang apa yang mereka inginkan. Ide ini adalah gambaran keindahan korosif yang diabadikan melalui media, hiburan, industri kecantikan yang telah terbukti mengganggu kehidupan kaum perempuan muda saat ini. Meskipun bagaimana Anda terlihat dianggap menjadi pilihan yang dibuat seorang perempuan, citra keindahan yang sangat spesifik terpampang di majalah-majalah, billboard dan TV yang pada saat ini telah membangun standar bahwa kaum perempuan baik yang tua maupun muda, semuanya harus menginginkan standar itu dan diukur dari standar itu.

Para pegiat bersikeras bahwa tampak cantik bisa ‘memberdayakan’ kaum perempuan. Hanya dengan cara yang sama mungkin hal ini seperti sebuah jubah gaib yang menutupi pikiran Anda, tetapi jika ini masalahnya mengapa jubah gaib seperti ini tidak dipakai oleh kaum laki-laki? Omong kosong seperti ini menyembunyikan kenyataan bahwa ini adalah budaya pemaksaan bukan budaya yang memberikan pilihan, yang menjadikan kaum perempuan tidak memiliki kekuatan apapun yang berarti.


Kita harus berani menolak mereka yang membolehkan citra kecantikan yang menyamar sebagai kebebasan pribadi. Menurut pendapat saya, untuk menampilkan citra kecantikan di sekolah-sekolah kita adalah hal yang merugikan kaum perempuan karena hal ini berkolusi dengan pandangan bahwa mereka harus terlihat secara fisik; sikap ini tidak memiliki tempat dalam masyarakat modern yang terbuka.

Sebelum saya akhiri, saya akui bahwa saya meminjam dua paragraf di atas dari tulisan Anda sendiri mengenai jilbab yang saya tanggapi. Karena untuk bersikap adil, saya rasa poin-poin yang Anda buat tentang perjuangan kaum perempuan adalah relevan –  namun Anda hanya memilih fokus yang salah.

Ide citra akan kecantikan adalah suatu ide yang tahun lalu menyebabkan jumlah orang yang masuk ke rumah sakit karena anoreksia meningkat sebesar 16 % , dan tahun sebelumnya hampir seratus lima orang yang berusia 7 tahun merasa khawatir tentang penampilan mereka, sehingga hal ini membutuhkan perhatian mendesak. Ini adalah sikap dan pandangan yang membuat kaum perempuan menangis dan ingin membebaskan dari darinya. Ini adalah suatu sikap dan pandangan, bukan sepotong kecil kain yang dipakai oleh kaum minoritas perempuan di Inggris, yang dalam suatu masyarakat yang berusaha membebaskan kaum perempuan, hal ini seharusnya tidak memiliki tempat sama sekali.

Hormat saya,

Shohana Khan

Perwakilan Media Perempuan
Hizbut Tahrir Inggris

 

[]RZ/Joy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*