Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)
Tahun 2013 bagi Indonesia bisa jadi istimewa. Sebelum berakhirnya masa pemerintahan lima tahunan, Indonesia dipercaya sebagai ketua APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Anggota APEC juga mendukung penuh Indonesia. Hal ini diyakinkan dengan pidato Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada APEC 2012 di Rusia.
“Dunia sedang melihat APEC sebagai mesin pertumbuhan global karena kawasan Asia Pasifik telah menunjukkan ketahanan di tengah krisis keuangan terbaru” Presiden Yudhoyono di APEC CEO Summit 2012 di Vladivostok.
Sejak Januari 2013 sudah dimulai di Jakarta. Berlanjut di Surabaya dan akan diadakan di Bali 1-8 Oktober 2013. Setiap pertemuan membahas hal krusial dan tertutup. Hal ini karena forum APEC merupakan forum tertinggi dan penting. Banyak hal yang tidak dipublikasikan ke umum. Tema APEC Indonesia 2013 adalah “Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth”. Tema ini menjawab tantangan situasi dunia yang tengah berada dalam pengaruh krisis keuangan dan ekonomi serta tentunya mendukung kepentingan nasional Indonesia.
Setiap pertemuan dapat dipastikan membahas pengamanan ekonomi dan hal-hal yang dapat mengganggu perekonomian. Misalnya, di Surabaya membahas HIV/AIDS dan Counter Terorisme. APEC di Bali bertujuan menciptakan sebuah platform yang unik untuk membahas masa depan Asia-Pasifik dan berkontribusi untuk mencapai pertumbuhan inklusif berkelanjutan secara global. Sebagai pemangku kepentingan kunci dalam masa depan untuk bekerja sama menuju dunia yang lebih tangguh dan untuk membangun jembatan pertumbuhan yang menciptakan lebih banyak kesempatan untuk perdagangan dan investasi untuk kepentingan orang-orang di Indonesia.
Rundown time APEC in Indonesia
Sumber: http://www.dfat.gov.au/apec/
APEC di Bali akan dihadiri Presiden dan Perdana Menteri dari Asia-Pasifik – beberapa di antaranya baru, CEO perusahaan global, serta pemimpin berpikir dalam format interaktif yang dinamis. Melalui diskusi di atas panggung, dan melalui jaringan berkualitas tinggi, untuk memastikan peserta akan mendapatkan wawasan dan perspektif terbaru pada isu-isu yang paling penting bagi bisnis. Presiden AS Barack Obama dan Vladimir Putin dipastikan akan hadir.
Jika dianalisis secara kritis, pemberian kesempatan Indonesia sebagai ketua APEC 2013 bukan tanpa kompensasi. Ada hal menarik di balik itu semua. Serta APEC akan menjadikan Indonesia sebagai model bagi ekonomi pasar bebas. Lantas, apakah keuntungan didapat? Atau justru buntung yang didapat? Ataukah akan menjadi bunuh diri politik dan ekonomi bagi Indonesia?
Di balik Kepentingan APEC
Watak dari organisasi Internasional bergantung pada ideologi. Negera yang berideologi akan mampu mempengaruhi kebijakan pada setiap pertemuan. AS merupakan salah satu anggota APEC. AS memiliki kepentingan di Asia-Pasifik. Selain merebut pengaruh, juga untuk mengamankan kepentingan ekonomi AS. Ikhwal pembentukan APEC, untuk membendung pengaruh Eropa. Adapun Eropa bersatu di bawah bendera UNI-EROPA. Di sisi lain, AS juga bersembunyi tangan diam-diam menjadi sekutu Eropa. Sebuah permainan politik bagi negara berideologi kapitalisme. Memang AS memiliki kesamaan ideologi dengan Eropa.
Asia-Pasifik merupakan kawasan perdagangan yang ramai. Terlebih masih banyak negara berkembang. Di sisi lain dominasi China, Jepang, dan Korea berpengaruh cukup signifikan untuk menandingi ekonomi di wilayah lainnya. Indonesia, misalnya, merupakan wilayah potensial dan subur dalam penawaran produk industri. Maka bagi Indonesia ataupun negara peserta APEC perlu ada jaminan keamanan. Keamanan untuk melindungi investasi, barang yang diekspor atau diimpor, dan dominasi politik luar negeri.
APEC bagi merupakan kaki bagi ekonomi AS. Meskipun AS juga menancapkan kakinya di organisasi ekonomi lainnya. Semacam WTO, IMF, dan World Bank. Bagi AS, APEC merupakan jalan baru untuk memperbaiki kondisi ekonominya. Terpaan krisis ekonomi global dan biaya perang yang tinggi. AS menggunakan cara baru untuk meraup pundi-pundi dolar. Begitu pula dengan negara Asia-Pasifik lainnya yang mencari lahan baru meraup untung. Dibalik itu Indonesia diproyeksikan menjadi ekonomi terbesar ke-7 di dunia dalam 20 tahun ke depan.
Invansi Ekonomi dan Politik
Janji keberlangsungan dan kestabilan ekonomi harus diwaspadai. Khususnya bagi negera yang tidak berideologi jelas dalam politik dan ekonomi. Siapa pun akan dapat melihat bahwa negara yang berideologi jelas mampu membuat pengaruh dan keputusan penting. AS, Rusia, dan China sebagai anggota APEC merupakan negara yang berideologi jelas. AS berideologi kapitalisme. Rusia dan China dominasi masih kepada komunis-sosialisme. Meskipun ideologi itu sekarang sudah mulai pudar. Adapun negara lainnya bersektu dan diwarnai oleh kedua ideologi tadi. Posisi Indonesia sangat tidak menguntungkan. Luas wilayah dan sumber daya manusia yang besar tidak menjadikan Indonesia mempunyai nilai tawar tinggi. Yang terjadi adalah Indonesia dibuat bual-bualan untuk mewujudkan kepentingan Internasional.
Posisi Indonesia seperti bandul. Mudah terombang-ambing, galau dalam menentukan kebijakan. Hal ini dikarenakan Indonesia tidak memiliki ideologi yang khas. Bukti ini dapat dilihat dari kebijakan yang ada di negeri ini. Tumpang tindih, bahkan merugikan rakyat. Seharusnya Indonesia sadar secara ekonomi dan politik. Jangan hanya karena alasan citra di mata dunia. Lantas rakyat dikorbankan untuk kepentingan penguasa dan asing.
Terkait dengan ekonomi, Indonesia dipaksa tunduk pada pasar bebas. Produk luar negeri membanjiri Indonesia tanpa ada filter. Impor kedelai, daging sapi, beras, dan kebutuhan lainnya menjadi bukti kelemahan Indonesia tidak mampu melindungi rakyat. Indonesia terlalu sibuk mengurusi ekonomi makro yang kekayaan itu beredar di kalangan kaya saja. Perusahaan asing yang berkolaborasi diberikan keleluasaan penuh. Belum lagi AS dan Rusia juga berebut pengaruh untuk pembelian altutista, semacam helikopter, pesawat tempur, dan lainnya. China dengan produk murahnya membanjiri konsumen Indonesia. Lantas, dimana negara ini melindungi rakyatnya? Bukankah mereka dipilih rakyat? Dimana kedaulatan ekonomi Indonesia?
Terkait politik, penting bagi dunia Internasional bahwa 2014 akan ada pergantian presiden. SBY tidak lagi dapat mencalonkan diri. Maka hal yang penting bagi dunia adalah menjaga keamanan investasi dan keberlangsungan perdangan dunia dalam pasar bebas. Dunia internasional tidak ingin kehilangan kepentingan politiknya. Jika presiden terpilih 2014 tidak sesuai dengan kepentingan dunia internasional. Bisa dipastikan anggota APEC dan lainnya akan gelisah. Karena itu, di puncak pertemuan APEC akan dihadiri pemimpin negara, mentri, dan CEO perusahaan berpengaruh. Kedatangan mereka tentu akan membawa misi penting.
Pada medio 2013 untuk membuktikan kesungguhan pada ketetapan internasional, Indonesia telah melakukan langkah pencitraan. Isu kontra-terorisme masih menjadi fokus. Stabilisasi ekonomi pasar Indonesia dijaga betul. Pemberantasan korupsi, demokratisasi politik, dan perbaikan hukum jadi isu sentral. Serta TNI dan POLRI disiapkan untuk menjaga stabilisasi keamanan. Terlebih APEC yang akan dihadiri petinggi negara dan tamu undangan penting. Indonesia juga dipaksa untuk mengikuti berbagai forum tingkat dunia.
Indonesia harus sadar. Keikutsertaan dalam berbagai forum ekonomi dan politik tidak membuahkan kebaikan. Justru menjadikan Indonesia sebagai lahan subur untuk meraup untung. Karena kondisi masyarakat Indonesia masih konsumtif . Di sisi lain untuk menjaga kepentingan ekonomi. Cara politik ditempuh untuk memengaruhi kebijakan dan regulasi agar investasi terjaga aman. Inilah bentuk invansi politik dan ekonomi. Yang terjadi Indonesia akan semakin liberal dalam politik dan ekonomi.
Inilah konsekuensi bagi negara yang tidak berideologi khas. Meskipun Indonesia menjadi ketua APEC 2013. Tidak akan mampu memengaruhi forum. Malahan yang terjadi sebaliknya, dijadikan ajang negara Kapitalisme dan Komunis-sosialisme untuk mengokohkan penjajahannya. Kesepakatan dan hasil dari APEC seolah-olah mengakomodasi setiap anggota. Faktanya negara yang tidak berideologi dibuat mengikuti kepentingan negara berideologi. Di luar forum APEC seolah-olah AS dan China dalam politik berseteru, tetapi untuk urusan ekonomi mereka bersatu. Bahkan saling mendominasi pasar bebas.
Saatnya Bersikap
Indonesia sudah saatnya bersikap idealis dan menunjukan kedaulatan sebagai negara merdeka. Jangan sampai ada lagi penjajahan berbentuk politik dan ekonomi. Indonesia sebagai negeri mayoritas muslim, hendaknya mampu melindunginya. Bukan malah dijadikan sebagai obyek jajahan negara yang mayoritas memusuhi Islam. Dalam melakukan hubungan kerjasama luar negeri—politik dan ekonomi—harus bisa membedakan status negara yang diajak kerjasama. Apakah negara itu mempunyai agenda tersembunyi?, semisal ingin menjajah Indonesia dan memerangi Islam dan umatnya. Ataukah negara itu termasuk bagian dari negeri kaum muslimin? Di sinilah peranan pembedaan status negara dibutuhkan.
Penentuan sikap politik akan berdampak pada perekonomian. Sebagaimana dalam Islam ada dua status negara: daarul Islam dan daarul kufur. daarul Islam adalah negara yang menerapkan syariah Islam secara kaafah (politik, ekonomi, pemerintahan, dll), serta keamanan berada di tangan kaum muslimin. Adapun daarul kufur adalah negara yang tidak menerapakan syariah Islam secara kaafah (politik, ekonomi, pemerintahan, dll), serta keamanan berada di tangan kaum kafir. Dari dua definisi tadi maka Indonesia harus menentukan sikap tegas dan tidak dengan mudah menerima kerja sama dalam bentuk apa-pun.
Saat ini belum ada satupun negara yang menerapkan syariah secara kaafah (aqidah, ibadah, politik. Pemerintahan,dll). Begitu pula keamanan negara saat ini masih dikuasai orang-orang asing. Untuk negara kufur perlu dibedakan antara yang memerangi umat Islam atau yang terikat dengan perjanjian damai. Jika negara kafir harbi fi’lan (memerangi umat Islam)—AS dan sekutunya, Rusia, China,dll—mengajak kerja sama. Maka Indonesia harus tegas menolak. Karena hakekat kerjasama akan membawa dampak buruk dan madharat. Hubungan nyata dengan negara kafir harbi fi’lan adalah perang. Hal ini sebagai bentuk pembelaan kepada saudara muslim di seluruh dunia yang diperangi. Sementara itu, untuk negara kafir yang tidak memerangi umat Islam. Maka harus diteliti dulu kerjasamanya. Tidak boleh mereka mendominasi atau bahkan menguasai Indonesia. Jika penguasaan—ekonomi, politik, budaya, dll—yang terjadi, maka Indonesia akan tetap dalam penjajahan negara kafir.
Oleh karena itu, kedatangan para pemimpin negera kafir penjajah harus ditolak. Tiada guna menyambut mereka dengan tangan terbuka. Hakikatnya mereka akan mengokohkan dominasinya di negeri kaum muslim. Mereka tidak akan beritikad baik. Justru sebaliknya mereka ingin menancapkan kuku penjajahan serta memilih orang-orang yang siap melayani kepentingannya. Maka tidak mengherankan antek-antek asing bermunculan di negeri ini. Menerima para pemimpin negera kafir penjajah sejatinya menyakiti umat Islam. Di kala AS, Rusia, dan China memerangi umat Islam di Suriah. Membombardir dan menumpahkan darah umat Islam di Suriah. Apakah etis, Indonesia sebagai negeri kaum muslimin menerima mereka dengan tangan terbuka? Menerima negara kafir yang menumpahkan darah kaum muslimin di Pelestina, Irak, Afghanistan, dan lainnya?
Dengan demikian, baik APEC ataupun forum internasional lainnya semisal IMF, WTO, World Bank, dan PBB merupakan pintu masuk negara kapitalisme untuk menjajah. Negara kapitalisme tidak akan pernah berhenti untuk mengeruk kekayaan di negeri kaum muslim. Jeratan utang dan perdagangan bebas akan menjadikan negeri kaum muslim semakin liberal. Hegemoni politik negara kafir penjajah ditujukan untuk menekan kerinduan umat Islam kepada Syariah dan Khilafah. Sehingga sudah jelas dan gamblang bahwa forum APEC dan lainnya yang semisal merupakan invasi baru ekonomi dan politik. Gaya baru penjajahan negara kafir penjajah. Waspadalah! Jagan terjebak dalam lubang biawak yang disediakan oleh mereka. Jika Indonesia ingin berdaulat. Maka harus ada perubahan besar menuju Khilafah. Institusi negara yang berideologi Islam dan akan menjaga kepentingan umat Islam. Wallahua’lam bisshawwab.