Kebijakan pemerintah yang memberikan karpet merah kepada investor asing tak luput dari saran-saran lembaga internasional tersebut.
Depresi rupiah terhadap dolar AS yang belum mampu dikendalikan membuat pemerintah ‘panik’. Berbagai langkah kebijakan pun diambil guna mencegah Indonesia masuk jurang krisis ekonomi jilid kedua.
Salah satu kebijakan pemerintah menjaga agar pertumbuhan ekonomi tetap aman adalah menjaga investasi. Tapi lagi-lagi, kebijakan pemerintah menyelamatkan perekonomian Indonesia yang tengah memburuk mengikuti permintaan investor, khususnya asing.
Ibarat menggelar ‘karpet merah’, pemerintah berjanji memberikan banyak kemudahan bagi investor yang berniat menanamkan koceknya di Indonesia. Bukan hanya memangkas prosedur perizinan, tapi juga memberikan kemudahan dalam perpajakan.
Dengan alasan investor sangat memperhatikan langkah pemerintah dalam menangani defisit transaksi berjalan, Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, investor harus diutamakan. Bahkan mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini menganggap percuma jika kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi tidak penting bagi investor. “Jadi kita harus address isu yang dihadapi investor,” ujarnya.
Setali tiga uang. Menteri Perindustrian, M.S Hidayat juga mengatakan, pemerintah akan mengandalkan investasi untuk menggenjot perekonomian menyusul melemahnya nilai tukar rupiah. Beberapa sektor industri yang menjadi andalan menggenjot investasi adalah pertambangan, agrobisnis, petrokimia, dan logam dasar. “Kalau perdagangan kurang, maka bargaining kita investasi harus masuk,” katanya.
Untuk menarik investasi, pemerintah akan memangkas aturan investasi yang selama ini dianggap terlalu ketat bagi pelaku usaha. Salah satu prioritas pemangkasan perizinan adalah sektor migas dan mineral. Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan sinyal mengeluarkan aturan perpajakan yang bisa meringankan pengusaha.
Tidak efektif
Pengamat ekonomi Kwik Kian Gie menilai langkah pemerintah mengatasi masalah ekonomi dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, khususnya investasi kurang efektif. Contohnya pemberian izin satu atap, termasuk untuk industri berada di tangan BKPM. Kebijakan tersebut tidak mungkin, karena sangat banyak aspek yang harus diteliti dan melibatkan keahlian dari berbagai kementerian.
Bahkan Kwik juga menyoroti kebijakan percepatan Peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi yang lebih ramah terhadap investor. Hal itu dianggap Kwik sebagai kebijakan yang tidak adil bagi investor dalam negeri. Bahkan belum tentu dapat menarik investor asing di tengah situasi pasar yang tidak tenang.
Meski cara mengatasi krisis ekonomi tahun ini berbeda dengan tahun 1997/1998 saat pemerintah mengundang IMF (Dana Moneter Internasional) untuk menyelesaikan masalah dalam negeri. Tapi kebijakan pemerintah yang memberikan karpet merah kepada investor asing tak luput dari saran-saran lembaga internasional tersebut.
Menengok ke belakang, Direktur Eksekutif IMF Christine Lagarde saat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhyono 10 Juli 2012 lalu, pernah menyarankan perlunya pemerintah mengundang asing. Lagarde menekankan pentingnya investasi langsung dari pihak asing atau foreign direct investment (FDI). “FDI lebih baik, tak hanya sekedar arus modal yang masuk, yang berpotensi keluar lagi,” katanya.
Sangat terlihat kebijakan pemerintah mengatasi krisis ekonomi justru lebih pro investor ketimbang rakyat. (Joe Lian)
Bth perubahan