Roundtable Discussion Tokoh Perempuan “Melawan Imperialisme AS terhadap Perempuan di Asia Tenggara melalui KTT APEC dan Rezim Pasar Bebas” (1)
HTI Pers. Jakarta, 10 Oktober, 2013. Tokoh-Tokoh perempuan dari kalangan eksekutif, intelektual, peneliti, birokrat, aktivis LSM IGJ (Indonesia For Global Justice), P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), IWAPI/URINDO, mubalighoh, politisi, dan jurnalis hadir dalam Roundtable Discussion Tokoh Perempuan, di Gren Alia Cikini Jakarta. Diskusi berjudul “Melawan Imperialisme AS terhadap Perempuan di Asia Tenggara melalui KTT APEC dan Rezim Pasar Bebas”, yang diselenggarakan Muslimah Hizbut Tahrir bekerjasama dengan Central Media Office of Hizb ut-Tahrir.
Satu dari tujuh kesepakatan yang dicapai pada KTT APEC 2013 adalah peningkatan keterlibatan perempuan dalam pembangunan ekonomi. Para pemimpin negara APEC telah sepakat mengadopsi rekomendasi Women’ s Economic Forum 2013 yang mengajukan peran strategis perempuan sebagai pengendali ekonomi keluarga dan bangsa (women as economic drivers). Sekilas nampak sebagai sebuah kesempatan potensial bagi perempuan untuk berperan besar mengentaskan kemiskinan keluarga dan bangsanya. Perempuan pelaku bisnis rumahan yang disebut Bank Dunia tahun 2010 sekitar 6 juta orang di wilayah Asia Timur dan di Indonesia mencapai jumlah 60% dari seluruh bisnis UMKM akan diberi berbagai kemudahan untuk mendapatkan akses dunia usaha, perizinan, permodalan, sarana peningkatan kapasitas dan mobilitas.
Bila utuh memahami tujuan utama keberadaan APEC sebagai motor penggerak rezim pasar bebas, maka akan disadari bahwa forum APEC dan semisalnya tidak akan pernah mengentaskan kemiskinan negeri-negeri dunia ketiga. Sebaliknya justru akan memperluas pintu penjajahan ekonomi dan politik negara-negara Barat kapitalis. Sementara itu, berbagai strategi yang ditempuh diantaranya dengan peningkatan keterlibatan perempuan melalui jargon pemberdayaan ekonomi, tidak lain adalah eksploitasi dan penjajahan model baru.
Diskusi ini penting karena bertujuan mengekspos agenda ekonomi pasar bebas kapitalis yang berbahaya terhadap perempuan di Asia Tenggara dan dunia Muslim serta menghadirkan profil negara Khilafah yang murni yang hanya didasarkan pada konstitusi Islam sebagai satu-satunya sistem yang menawarkan hukum dan kebijakan ekonomi Islam yang sehat untuk menyelesaikan kemiskinan dan eksploitasi yang dihadapi perempuan di wilayah tersebut.