Badan Keamanan Nasional AS dilaporkan juga menyadap diplomat Prancis di Washington dan PBB, demikian klaim terbaru dalam laporan koran Le Monde.
Memo internal NSA yang didapat Le Monde mengungkap bahwa spionase AS terhadap Prancis menggunakan program pengintaian canggih, diberi nama Genie.
Agen AS diduga meretas jaringan diplomat asing, dengan memasukkan spyware ke dalam piranti lunak, router danfirewall jutaan mesin.
Berita terbaru ini mengemuka setelah sebelumnya NSA dilaporkan menyadap jutaan sambungan telepon di Prancispada periode 10 Desember 2012 dan 8 Januari 2013..
Detil terbaru dalam artikel Le Monde ini berdasarkan bocoran mantan analis intelejen Edward Snowden, melalui Glen Greenwald, seorang wartawan Guardian, yang memberikan materi bocoran dari Brasil, demikian laporan wartawan BBC Christian Fraser di Paris.
Kabar ini juga terungkap saat Menteri Luar Negeri AS, John Kerry tengah berada di London guna membicarakan masalah Suriah.
Program ‘Genie’
Dalam laporan The Le Monde disebutkan bahwa Genie, sebuah program pengintaian NSA bisa dikontrol dari komputer luar negeri, termasuk kedutaan asing.
Disebutkan bahwa program ini dibawa melaluibugs yang dimasukkan ke Kedutaan Prancis di Washington, dengan kode nama “Wabash” dan ke komputer yang digunakan delegasi Prancis di PBB, dengan kode nama “Blackfoot”.
Program pengintaian yang berlangsung pada tahun 2011 ini memakan biaya sebesar US$652 juta, yang digunakan untuk “mengimplan mata-mata”. Sekitar puluhan juta komputer dilaporkan telah diretas pada tahun tersebut.
Sementara sebuah dokumen tertanggal Agustus 2010 menyebut bahwa data curian yang diambil dari komputer kedutaan asing bisa membuat AS mengetahui lebih cepat posisi anggota Dewan Keamanan lainnya, sebelum PBB menggelar pemungutan suara terkait resolusi bagi Iran.
Dalam bocoran yang diberitakan Le Monde disebutkan bahwa AS khawatir Prancis akan ikut dalam arus Brasil, yang menolak memberikan sanksi bagi Iran, padahal kenyataannya Prancis selalu menyamakan kedudukan dengan posisi AS.
Pemberitaan Le Monde juga memuat berita terkait kutipan Susan Rice, yang kemudian menjadi duta AS di PBB, yang memuji pekerjaan NSA dengan menyebut: “Itu sangat membantu saya untuk tahu… kebenaran, dan mengungkap posisi negara lain terkait sanksi, membuat kita satu langkah di depan dalam negosiasi.”
‘Kepercayaan terpukul’
Menyusul insiden spionase AS terhadap Prancis yang merupakan sekutu terdekatnya ini, Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius, Selasa kemarin meminta penjelasan dari Menlu AS dalam sebuah pertemuan sarapan pagi.
Presiden Hollande juga menelepon langsung Presiden Obama guna mendapatkan penjelasan, kepada wartawan Menlu Fabius mengatakan: “Saya katakan lagi kepada John Kerry apa yang Francois Hollande sampaikan kepada Barack Obama, bahwa perilaku spionase dalam skala besar yang dilakukan Amerika kepada sekutunya adalah sesuatu hal yang tidak bisa diterima.”
Ditanya apakah Prancis kini mempertimbangkan melakukan aksi balasan kepada AS, juru bicara pemerintah Najat Vallaud-Belkacem menjawab: “Terserah kepada Menteri Luar Negeri Fabius untuk memutuskan garis apa yang akan kami buat tetapi saya rasa tidak perlu untuk meningkatkan eskalasi.”
“Kami harus memiliki hubungan yang saling menghormati diantara rekan, diantara sekutu. Kepercayaan kami telah terpukul tetapi secara keseluruhan kami memliki hubungan yang sangat dekat.”
Komentar ini dikeluarkan sebelum perkembangan terbaru terkait spionase AS kembali diberitakan Le Monde.
Adalah Snowden, seorang mantan pekerja NSA yang mengungkap ke publik terkait operasi spionase AS pada bulan Juni silam.
Informasi yang dia bocorkan mengarahkan klaim spionase sistematik yang dilakukan NSA dan CIA dalam skala global, dengan target utama Cina dan Rusia, termasuk sekutu seperti Uni Eropa dan Brasil.
Akibat skandal ini, NSA dipaksa untuk mengakui bahwa mereka meretas jutaan surat elektronik dan menyadap data telepon warga Amerika.
Snowden sendiri saat ini berada di Rusia, dimana dia mendapatkan visa tinggal selama setahun sebagai bagian dari pengajuan suaka.
AS menginginkan dirinya diekstradisi guna menghadapi tuntutan kriminalitas. (bbc, 23/10/2013)