Pakar dan praktisi hukum Mahendradatta menyatakan orang yang masih pertahankan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai orang bodoh. “Jadi yang masih mempertahankan hukum thagut ini bukan naif kalau kata saya, tetapi sangat bodoh!” tegasnya seperti dilansir Tabloid Media Umat Edisi 114, Jum’at (25 Oktober-7 Nopember).
Hal itu dinyatakannya ketika ia menanggapi banyaknya celah bagi para pelaku pembunuhan berencana.
Menurut Mahendra, pembunuhan berencana itu kan ada di Pasal 338 KUHP. Kalau dikatakan banyak celah dalam KUHP, ya pastinya. Kenapa? Karena itukan hukum Belanda kuno yaitu Reglement Verondening. Sedangkan di Belanda sendiri sudah lama tidak dipakai. Tapi malah diberlakukan lagi oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1949. Jadi apa yang bisa diharap dari UU seperti itu?
“Yang lucu adalah, sekarang saya berbicara sebagai Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim ya, yang lucu adalah orang kadang-kadang terlalu menghina-hina syariah. Itu dianggapnya sebagai hukum dari luar. Apa tidak lebih parah ini, sudah hukum dari luar, kuno lagi, dalam arti kata buatan manusia lagi, sudah buatan manusia eh ternyata yang membuatnya itu adalah semangatnya untuk melindungi penjajah!”
Jadi, lanjut Mahendra, sudah pasti banyak celahnya dalam KUHP itu. Contohnya, sudah banyak orang yang menafsirkan sendiri pasal-pasalnya itu. Karena pasal itu tidak jelas. Seperti frasa “tidak sengaja” ditafsirkan sendiri-sendiri bahkan di Indonesia tafsirannya malah mengikuti pakar hukum Belanda yang sekarang sudah tidak laku lagi di Belanda, karena terlalu diperluas makna “kesengajaan”-nya.[]Joko Prasetyo