Dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah ditanya, “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah.” Beliau kembali ditanya, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab lagi, “Haji mabrur.” (Muttafaq ‘alaih).
Hadits ini sejatinya telah cukup menjadikan setiap Muslim untuk selalu mempertahankan keimanannya yang lurus kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, selalu merindukan bisa berjihad di jalan-Nya serta selalu merindukan bisa menunaikan ibadah haji minimal sekali selama hidupnya. Khusus terkait ibadah haji, kebanyakan Muslim bukan hanya rindu, tetapi juga banyak yang bekerja keras dan bersungguh-sungguh untuk bisa mewujudkan kerinduannya itu, yang sejatinya menjadi mimpi sekaligus salah satu cita-citanya itu. Karena itulah, tidak aneh jika, misalnya, banyak yang kemudian menabung bertahun-tahun demi mewujudkan mimpi dan cita-citanya beribadah haji ke Tanah Suci.
Khusus bagi seorang Muslimah, pahala ibadah haji disetarakan dengan pahala jihad di jalan Allah SWT. Bahkan bagi Muslimah, ibadah haji adalah ‘jihad’ yang paling utama. Dalam hal ini Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, kami melihat jihad adalah amalan yang paling utama. Bolehkah kami berjihad?” Baginda Rasulullah SAW, “Akan tetapi, jihad yang paling utama (bagi kaum Muslimah, pen.) adalah haji mabrur.” (HR al-Bukhari).
Begitu utamanya, ibadah haji akan menghapuskan dosa-dosa pelakunya sehingga ia seperti bayi yang baru lahir alias tidak memiliki dosa. Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra. “Siapa saja yang menunaikan ibadah haji, sementara di dalamnya dia tidak berbuat dosa dan kefasikan, maka dia akan kembali seperti pada hari saat ia dilahirkan oleh ibunya.” (Muttafaq alaih).
Baginda Rasulullah SAW juga pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Amr bin al-‘Ash, “Siapa saja yang datang (Ke Baitullah) untuk menunaikan ibadah haji ikhlas semata-mata karena Allah, Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, dan Allah akan memberikan syafaat kepada orang-orang yang dia doakan.”
Ibn Abbas ra menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pun pernah bersabda, “Siapa saja yang memasuki Baitullah, dia masuk dalam satu kebajikan dan keluar dari suatu keburukan dan dia akan diampuni.” (HR Ibn Khuzaimah).
Jabir bin Abdillah ra menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pun pernah bersabda, “Siapa saja yang telah menyelesaikan rangkaian ibadah haji, lalu kaum Muslim selamat dari lisan dan tangannya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.” (HR Abu Ya’la) (Lihat: Al-Qabuni, Basyarah al-Mahbub bi Takfir adz-Dzunub, I/10-11).
Lebih dari itu, Baginda Rasulullah SAW bahkan turut mendoakan orang-orang yang beribadah haji. Baginda Rasulullah SAW pernah berdoa khusus bagi orang-orang yang beribadah haji, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra, “Ya Allah, ampunilah orang yang menunaikan ibadah haji dan ampunilah siapa saja yang memintakan ampunan untuk dirinya.” (HR ath-Thabrani dan Ibn Khuzaimah). Doa beliau tentu saja pasti dikabulkan oleh SWT.
Keutamaan lain ibadah haji tentu saja karena bisa mengantarkan pelakunya masuk surga. Abu Hurairah ra menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, “Dari satu ibadah umrah ke ibadah umrah yang lain menjadi kafarat (penghapus dosa) di antara keduanya. Adapun haji mabrur tidak ada balasan (bagi pelakunya) kecuali surga.” (Muttafaq ‘alaih).
Lalu apa tanda atau ciri-ciri dari haji mabrur itu? Haji mabrur bisa dikenali tandanya saat ibadah haji itu ditunaikan. Disebutkan bahwa haji mabrur adalah orang yang saat menunaikan ibadah haji tidak melakukan kemaksiatan apa pun. (Lihat: Imam an-Nawawi, Riyadh ash-Shalihin, I/41)
Ciri lain haji mabrur ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Haji mabrur itu tidak ada balasannya selain surga.” Rasul SAW kemudian ditanya, “Apa ciri haji mabrur itu.” Beliau menjawab, “Selalu berkata-kata yang baik dan biasa memberi makan (kepada orang-orang yang membutuhkan, pen.). (Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub, II/39).
Menurut Imam al-Ghazali, ciri-ciri haji mabrur itu adalah pelakunya (saat kembali dari menunaikan ibadah haji) menjadi orang yang zuhud terhadap dunia, selalu rindu terhadap akhirat (surga) dan senantiasa berusaha mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah Pemilik Ka’bah setelah berjumpa dengan Ka’bah (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, I/272).
Semoga kita bisa meraih keutamaan haji mabrur. WalLahu a’lam bi ash-shawab. [] abi
Sumber: Mediaumat Edisi 114