Shiddiq Al Jawi: Sistem yang Dorong Orang Gampang Membunuh

Muhammad Shiddiq Al Jawi, Anggota DPP HTI

Pembunuhan merajalela lantaran sistem yang diterapkan meminggirkan syariat Islam. Sehinggga pemikiran, perasaan dan aturan yang berkembang di tengah masyarakat menjadi rusak dan merusak. Lantas bagaimana syariat Islam meminimalisir angka pembunuhan? Bagaimana pula agar syariat Islam dapat ditegakkan? Temukan jawabannya dalam perbincangan wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Shiddiq Al Jawi. Berikut petikannya.

Bagaimana tanggapan Anda dengan maraknya pembunuhan di Indonesia?

Ini tanda masyarakat Indonesia telah mengalami kerusakan hebat. Karena dalam ajaran Islam, membunuh satu jiwa itu seakan-akan membunuh seluruh manusia (QS Al Maidah : 32). Bahkan jika korban pembunuhan itu seorang Muslim, Islam menilainya sebagai sesuatu yang sangat besar di sisi Allah, sampai-sampai Nabi SAW bersabda, “Sungguh hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim.” (HR Ibnu Majah no 2619).

Apa penyebab pembunuhan-pembunuhan itu terjadi?

Banyak faktor penyebabnya. Tapi secara garis besar ada tiga. Pertama, faktor individu pelakunya. Yakni, sikap dan mentalnya sudah rusak, misalnya tidak takut dosa, meremehkan nyawa manusia, kehilangan kontrol diri,  dan sebagainya.

Kedua, faktor kondisi keluarga atau masyarakat. Misalnya ada sengketa rumah tangga, terlilit utang, gagal usaha, dan sebagainya.  Ini bisa mendorong orang nekat membunuh.

Ketiga, faktor lemahnya penegakan hukum oleh negara. Misalnya hukum yang bisa direkayasa atau dibeli, atau hukuman ringan yang tidak menimbulkan efek jera.

Mengapa dengan alasan-alasan tersebut, mudah sekali seseorang melampiaskannya dengan membunuh?

 Karena tidak ada sesuatu yang dia takutkan. Dia merasa tidak perlu berpikir panjang sebelum membunuh. Mengapa? Karena dia sudah belajar dari realitas yang rusak ini, yang memberi banyak peluang atau dorongan untuk gampang membunuh.

Pembunuh paling dikenai pasal 338 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun. Kalau diadili hakimnya bisa disuap agar vonis lebih ringan. Kalau dipenjara petugasnya bisa disuap supaya mendapat fasilitas, seperti ruang penjara ber-AC, ruang khusus untuk bercinta, boleh membawa HP, dan sebagainya. Dan seterusnya. Jadi, apa yang perlu ditakutkan?

Bukankah dengan realitas seperti itu, orang jadi tidak takut dan tidak perlu berpikir panjang lagi untuk membunuh?

Ada yang menyatakan dendam dan amarah tak terbendung sebagai penyebab utama pembunuhan. Bagaimana pendapat Anda?

Yang Anda sebutkan itu, seperti kebencian dan dendam, adalah faktor yang menyangkut individu. Prinsipnya, individu bisa rusak karena masyarakatnya rusak. Masyarakat itu sendiri tidak hanya kumpulan individu, melainkan suatu sistem sosial yang diikat oleh unsur pemikiran, perasaan, dan peraturan. Sekarang ini sayangnya kita dipaksa hidup dalam masyarakat demokrasi-sekuler yang didominasi oleh pemikiran, perasaan, dan peraturan yang serba rusak.

Pemikiran rusak, misalnya sekulerisme yang menyingkirkan peran agama dari kehidupan. Perasaan rusak, misalnya pemujaan yang berlebihan terhadap harta benda, sehingga orang tidak mikir lagi halal dan haram. Peraturan rusak, misalnya sistem ekonomi kapitalis yang menimbulkan kesenjangan lebar antara si kaya dengan si miskin, dan sebagainya.

Wajar, akibat dari kerusakan masyarakat ini adalah rusaknya mentalitas individu-individunya.

Ditambah lagi hukuman yang tidak membuat jera…

 Iya, hukuman bagi pembunuh yang berlaku saat ini memang tidak ada efek jeranya. Terlalu ringan hukumannya, maksimal hanya penjara 15 tahun. Jarang ada yang dihukum mati. Kalau dihukum mati pun, tidak langsung dieksekusi. Tapi menunggu waktu lama karena ada proses banding, kasasi, grasi, dan sebagainya, sehingga publik sudah lupa kasusnya.

Kalau dieksekusi mati pun, tidak dilakukan di muka umum, tapi dilakukan secara tertutup dengan penuh kerahasiaan. Jadi, mana mungkin sistem hukum yang toleran terhadap pembunuhan ini bisa membikin jera?

Bagaimana syariat Islam memberikan solusi atas berbagai masalah pembunuhan tersebut?

Syariah Islam memberikan solusi pada dua level. Pertama, perbaikan umum, yaitu perbaikan masyarakat, dengan cara mengoreksi berbagai pemikiran, perasaan, dan peraturan yang menyimpang dari Islam.

Pemikiran rusak seperti sekulerisme tidak boleh ada, wajib dihancurkan. Perasaan rusak seperti pemujaan berlebihan kepada harta benda, dihilangkan dengan dakwah Islam yang menggugah kesadaran. Selanjutnya peraturan rusak juga harus dienyahkan, seperti sistem kapitalis yang tidak adil, sistem pidana Barat yang tidak memberi efek jera, dan sebagainya.

Kedua, perbaikan khusus, yaitu perbaikan sistem pidana (nizhamul ‘uqubat), dengan cara menghentikan penerapan sistem pidana Barat warisan penjajah, diganti dengan sistem pidana Islam berdasarkan Alquran dan Sunah.

Bagaimana syariat Islam bisa menekan berbagai faktor penyebab dari berbagai aspek yang membuat seseorang dengan mudahnya, timbul kebencian, dendam, mudah tersinggung, dll, yang ujungnya dilampiaskan dengan membunuh?

Syariah Islam mengatasi masalah itu dengan dua cara. Pertama, memperbaiki sikap dan mental individunya dengan memperkuat keimanan dan ketakwaannya. Syariah Islam, misalnya, telah menerangkan bahwa membenci orang lain itu tidak baik, kecuali membenci karena Allah, misalnya membenci orang yang berbuat maksiat. Dendam itu tidak baik, karena yang lebih utama adalah memberi maaf dan bersabar. Dan seterusnya.

Kedua, menyelesaikan akar masalahnya, mengapa kok sampai timbul kebencian, dendam, mudah tersinggung, dll? Jika karena perselisihan rumah tangga, atau karena utang piutang, atau karena sengketa bisnis, syariah Islam mempunyai hukum-hukum syara’ yang sangat mencukupi sebagai solusinya, termasuk solusi berupa pengadilan syariah (al qadha`) yang adil.

Apakah syariat Islam tersebut bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan yang berlaku sekarang?

Tidak bisa, kecuali secara parsial. Karena sistem pemerintahan saat ini adalah pemerintahan sekuler, yang memosisikan agama hanya menjadi persoalan pribadi yang mengatur hubungan individu dengan tuhannya. Agama, dalam hal ini Islam, tidak diposisikan secara benar sebagai pengatur segala bidang kehidupan, seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Islam sekarang telah mengalami reduksi atau distorsi yang luar biasa, yakni tidak diposisikan secara benar sesuai contoh Rasulullah SAW, melainkan diposisikan sesuai ideologi sekulerisme yang dipaksakan oleh kaum kafir penjajah. Inilah mengapa syariat Islam tak bisa diterapkan pemerintahan sekarang.

Lantas apa yang harus dilakukan agar syariat Islam tersebut dapat terlaksana secara sempurna sehingga darah warga negaranya pun terjaga?

Yang harus dilakukan, adalah menegakkan sistem pemerintahan yang pro syariah. Itulah khilafah. Karena khilafah sajalah satu-satunya sistem pemerintahan yang menjamin penerapan syariah Islam secara keseluruhan (kaaffah).

Sistem pemerintahan sekarang adalah sistem sekuler yang buruk dan terbukti gagal, termasuk gagal melindungi darah warga negaranya sendiri. Apakah kegagalan ini mau terus dipertahankan? Tidak bisa. Karenanya, harus segera diganti dengan Negara Khilafah.[]