Cawisan Mubalighah
HTI Press. Palembang. Sabtu, 26 Oktober 2013. LKM (Lajnah Khusus Mubalighah) Muslimah HTI Sumsel. Mengadakan Cawisan Mubalighah dengan tema “Saatnya Mubalighah Bicara Islam Agama Politik”, bertempat di Masjid Nurul Ikhwan PLN Palembang (Jl. Kapten, A. Rivai Palembang), peserta yang hadir kurang lebih 90 orang. Pembicara, Ustadzah Eti Sudarti Adilah, S.P. (DPD II Muslimah HTI Kota Palembang) membahas tentang gambaran Islam sebagai agama yang mengatur Aqidah Ruhiyah (Agama Ritual yang mengatur Manusia dengan Pencipta), beliau menjelaskan bahwa Allah itu tidak hanya sebagai Al-Khaliq (Sang Pencipta) tetapi juga sebagai Al-Mudabbir (Sang Pangatur), setiap perbuatan kito dimintai pertanggung jawaban pas di Yaumul Hisab. Ucap beliau dalam bahasa Palembang. Jadi pacak ibu bayangke kalau setiap jam, menit, sampe ke detik kito ninggal ke Aturan Allah bakal kemano agek tu, syurga apo nerako, bu? “nerako” jawab peserta, nah itu kato ibu ye! Sambil tersenyum kecil kepada peserta.
Eti menambahkan bahwa jika kita tidak menerapkan Aturan Allah SWT maka akan mendapatkan celaan dari Allah, bu. Islam adalah View Of Life, yang mengatur seluruh sistem kehidupan manusia ekonomi, politik, pemerintahan, sosial budaya, peradilan, dan lain-lain. Serta visi misi hidup yang digariskan Allah SWT adalah beribadah menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, termasuk dalam berpolitik pun wajib terikat dengan syariat Islam. Demokrasi itu rusak, karena menjadikan kedaulatan ditangan manusia. Padahal dalam QS. Al-Maidah: 44 Allah bersabda “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.
Pembicara ke 2, Ustadzah Qisthy Yetty Handayani, S.Pt. (DPD I Muslimah HTI Sumsel) menjelaskan mengenai politik dalam Islam adalah mengurusi urusan umat (rakyat) sesuai dengan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Maka kewajiban berpolitik secara Islami yakni melakukan pengurusan urusan umat sesuai syariat Islam yang diwajibkan kepada penguasa (pemilik kekuasaan-Khalifah), sedangkan institusi yang menjalankannya adalah KHILAFAH. Bu, KHILAFAH itu berbeda dengan Republik, kerajaan, monarki, dan federasi yang kalu pun nak nerapkan Islam, dak pacak sempurna. Ujar beliau dalam bahasa Palembang. Qisthy juga menjelaskan bahwa kewajiban politik yang dilakukan oleh umat (rakyat) adalah amar ma’ruf nahi munkar termasuk mengoreksi penguasa baik secara individu maupun kelompok (partai). Dak pacak beguyur (setahap demi setahap) tapi begitu diseru oleh Allah SWT Sami’na wa ‘atogna (aku mendengar dan aku patu). Jadi bu, kalu ado kampanye yang isinyo nyanyi-nyanyi dangdut yang dekat dengan maksiat. Seharusnya Mubalighah lah yang menjadi garda terdepan untuk menolaknya, tegas beliau kepada para peserta. Ketika Khilafah belum ada ditengah-tengah kehidupan kaum muslimin maka kewajiban berpolitik terbesar umat Islam adalah memperjuangkan tegaknya Khilafah. Inilah hakekat berpolitik dalam Islam. Antusias para peserta ditunjukkan dengan mendaftarkan diri untuk mengikuti kajian yang dijadwalkan oleh panitia. []