Hijrah dan Peran Perempuan

Oleh: Ir. Dedeh Wahidah Achmad

Makna Hijrah

Kini hijrah dimaknai banyak hal.  Ada yang mengatakan hijrah hati, hijrah lisan, dan sebagainya.  Makna tersebut terbatas pada makna hijrah secara bahasa.  Secara bahasa, hijrah berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637).  Hal ini telah digunakan oleh Baginda Nabi SAW saat bersabda:

 « الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »

Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya.  Dan al-Muhâjir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari).

Dalam kitab Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, Ibn Hajar al-Asqalani menerangkan bahwa hijrah itu ada dua macam, yakni hijrah lahiriah dan batiniah. Hijrah batiniah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan (nafs al-ammârah bi as-sû’) dan setan.  Sementara, hijrah lahiriah adalah menghindarkan diri dari fitnah dengan cara berpegang pada agama.

Pengertian ini dapat dipahami baik secara individual maupun kolektif.  Pembahasan hijrah Rasulullah SAW bersama para sahabat dari Makkah al-Mukarramah ke Madinah al-Munawwarah merupakan hijrah secara kolektif.  Pertanyaannya adalah apa makna hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dari Makkah ke Madinah tersebut?

Secara syar’i, para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276).   Imam Ibnu Katsir, memaknai hijrah sebagai:

تركوا دار الشِّرك وأتَوا إلى دار الإيمان

‘(Hijrah adalah) mereka meninggalkan dar asy-syirk menuju dar al-iman’ (Tafsir al-Quran al-Azhim, Jilid 2, hal. 190).

Darul Islam (dar al-iman) adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur (dar asy-syirk) adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi darul Islam).

 

Perempuan dan Hijrah

Suatu ketika Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya, Rasulullah, aku belum pernah mendengar perempuan disebut-sebut dalam hijrah.”  Tidak lama setelah itu, turunlah surat Ali ‘Imran ayat 195:

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian lain …’”  (TQS. Ali ‘Imran:195).

Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pun memiliki peran dalam hijrah.  Sejarah mencatat realitas ini.  Hijrah Rasulullah diawali dengan terjadinya bai’at Aqabah pada pertengahan bulan Dzulhijjah tahun ke-13 kenabian.  Pada saat itu terdapat 73 orang tokoh Madinah yang datang kepada Beliau.  Dua orang di antara mereka adalah sahabat perempuan (shahabiat).  Keduanya adalah Ummu Amarah ra. dan Ummu Mani ra.

Isi bai’at (janji setia) mereka pada Rasulullah saat itu bukanlah semata bersifat individual melainkan janji untuk mengokohkan dakwah ini di Madinah.  Bahkan, janji untuk menegakkan sistem kehidupan Islam.  Sambil menjulurkan tangan-tangan mereka kepada Nabi, mereka berbai’at: ‘Kami membai’at Rasulullah SAW untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan sulit maupun mudah, dalam perkara yang kami sukai atau kami benci; tidak menentang pemilik kekuasaan (Muhammad); kami berbicara kebenaran di mana pun kami berada; kami tidak takut di jalan Allah terhadap celaannya orang-orang yang mencela’.  Setelah mereka selesai mengucapkan hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda, ‘Ajukanlah oleh kalian kepadaku dua belas orang pemimpin sebagai penanggung jawab atas kaum di bawah mereka’.  Mereka pun memilih kedua belas orang tersebut, sembilan orang berasal dari suku Khajraj dan tiga sisanya dari suku Aus.  Lalu,  Rasulullah SAW bersabda kepada kedua belas pimpinan itu, ‘Kalian adalah penanggung jawab segala yang ada pada diri mereka sebagaimana tanggung jawab kaum Hawariyun bagi Isa a.s.  Sementara, aku bertanggung jawab atas kaumku.’  Mereka pun menjawab, ‘Ya’.  Setelah itu, mereka berangkat menuju peraduannya, kemudian pulang ke Madinah.  Rasulullah SAW pun memerintahkan kaum Muslim untuk berhijrah ke Madinah dengan cara keluar sebagian-sebagian.  Sesampainya di Madinah, Rasulullah pun melakukan berbagai aktivitas kenegaraan seperti mengokohkan persatuan dan persaudaraan, membangun pusat pemerintahan di masjid, membenahi ekonomi, mempersiapkan jihad, dll.

Berdasarkan realitas tersebut dapat dipahami bahwa hijrah itu sejatinya bersifat politis, yakni beralih dari sistem bukan Islam menjadi sistem Islam.  Mengubah tatanan hidup sekuler/kapitalis menjadi sistem khilafah.  Dan untuk itu bukan hanya laki-laki yang berperan melainkan juga kaum perempuan.

Peran Perempuan

Kini perempuan perlu berkiprah seperti kedua perempuan pejuang tadi.  Pertama, lahirkanlah dari rahim anda generasi pejuang!  Ummu Amarah ra. memiliki dua orang putra. Keduanya pun sukses dibina sebagai generasi pembela Islam. Ummu Amarah ra. Senantiasa ridlo melepas kedua putranya (Habib dan Abdullah) di setiap medan pertempuran dan tugas dakwah lainnya. Kegigihan kedua putranya dalam mengemban amanah dakwah Islam bisa menjadi bukti bahwa keduanya telah hidup dalam suasana keluarga yang kental dengan ruh perjuangan yang  dibangun oleh ibu teladan, Ummu Amarah ra.

Tidak beda dengan Ummu Amarah ra, Ummu Mani ra.pun berhasil menghantarkan putera tercintanya menjadi pejuang Islam yang dikenang sejarah.  Dialah salah satu kebanggaan Islam, pejuang yang faqih, cerdas dan murah hati. Muadz bin Jabal ra. Muadz ra. telah dikenal sebagai imamnya para fuqaha, gudangnya ilmu para ulama. Ia pun senantiasa terlibat dalam berbagai pertempuran seperti Perang Badar dan yang lainnya. Ia termasuk pemuda Anshar yang paling utama, tenang, pemalu, dermawan dan rupawan. Muadz ra. pun menjadi salah satu peserta Baiat Aqabah II. Muadz bin Jabal adalah salah seorang kepercayaan Rasulullah saw. dalam hal agama hingga beliau mengutus dirinya ke Yaman.

Kedua, Sebagai isteri pendamping suami yang akan menjadi motivator bagi perjuangan suami.

Ketiga, senantiasa terlibat aktiv dalam perjuangan menegakkan kebenaran Islam.  Kedua orang shahabiat tadi tidak menyerahkan amanah perjuangan hanya pada kaum lelaki saja, keduanya langsung terjun menyertai suami dan putera-putera mereka dalam berbagai medan perjuangan. Wallahu a’lam. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*