Meski penyadapan yang dilakukan Amerika terhadap Indonesia melanggar kedaulatan, namun menurut Muhajir Effendi, pemerintah tidak dapat berbuat lebih dari sekedar memberikan nota protes. “Jadi ini masalahnya teknologi maupun political bargain kita powerless,” ungkapnya seperti dilansir Tabloid Media Umat Edisi 115 Jum’at (8-21 Nopember).
Menurutnya, praktek penyadapan semacam ini termasuk tindakan ilegal dan bisa dikatagorikan sebagai international cyber crime. Tuduhan Serendah rendahnya, untuk tindakan itu adalah melanggar etika diplomasi. Tentu tindakan itu dapat dikatagorikan melanggar kedaulatan negara. “Kecuali yang menjadi sasaran adalah pejabat negara musuh dan dalam keadaan perang,” tegasnya.
Muhajir juga menegaskan seharusnya lebih dari sekedar protes. “Masalahnya, adakah kemampuan kita untuk melakukan itu? Pelanggaran kedaulatan yang lebih parah dari itu saja kita tidak berdaya. Misalnya pelanggaran laut oleh kapal-kapal selam dan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat tempur siluman negara lain yang selama ini tidak terendus oleh kemampuan radar yang kita punya,” bebernya.
Makanya, menurut Muhajir, ada langkah yang cukup tepat yang dilakukan Kemenhan yaitu melengkapi BAIS dengan teknologi anti sadap. Hanya sayang alat itu dibeli dari perusahaan Inggris, tidak dibikin sendiri. artinya kunci rahasia teknologi itu tetap di tangan orang lain. Tidak bisa dijamin berfungsi 100%.
“Dan jangan sampai disalah gunakan, misalnya digunakan untuk menghindari penyadapan oleh KPK sehingga kalau ada korupsi di lingkungan Kemenhan bisa tidak terendus,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo