Tentu bukan tanpa alasan ketika Khalifah Umar bin Khaththab, saat menjadi kepala negara, menetapkan hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah sebagai dasar penetapan tahun pertama dalam penanggalan Hijriyah. Peristiwa itu begitu penting, antara lain sebagai tonggak awal penegakan daulah Islam (negara Islam) dan pilar kebangkitan umat Islam sebagai negara adidaya.
Rasulullah SAW dengan bimbingan wahyu dari Allah SWT tentu sangat menyadari pentingnya kekuasaan guna menerapkan seluruh syariah Islam yang mengatur segala aspek kehidupan. Dengan kekuasaan itu pula, keamanan umat Islam bisa dijaga dari serangan musuh-musuhnya yang buas. Kekuasan pun dibutuhkan agar Islam bisa disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia. Untuk itu Rasulullah SAW dengan gigih mendatangi pemimpin-pemimpin kabilah yang merupakan ahlul quwwah, yang memiliki kekuatan politik riil.
Setelah Rasul SAW mendapat nushrah (pertolongan) dari penduduk Madinah, yakni setelah Baiat Aqabah II—dikenal sebagai baiat atas pemerintahan–, Madinah menjadi Dar al-Islam (negara Islam) secara de jure. Sebab kekuatan yang terealisasi di sana adalah milik Islam dan kaum Muslimin. Dan Madinah menunggu kedatangan Rasulullah SAW untuk menjadi Dar al-Islam secara de facto di mana di situ ditegakkan hukum Islam.
Sebagaimana lazimnya sebuah negara, negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW ini adalah sebuah wilayah politik di mana Rasulullah SAW sebagai kepala negaranya. Beliau menerapkan hukum tertentu yang berdasarkan kepada akidah Islam yaitu syariah Islam, yang mengatur segenap aspek kehidupan masyarakat. Terdapat pula rakyat yang rela dan patuh diatur dengan hukum-hukum Islam tersebut.
Sebagaimana lazimnya sebuah negara, Rasulullah SAW sebagai kepala negara menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan yang penting dengan membangun struktur/lembaga kenegaraan baik di bidang pemerintahan maupun administrasi. Abu Bakar ra dan Umar bin Khaththab diangkat sebagai pembantu beliau dalam bidang pemerintahan (muawwin at tafwidh) yang memiliki kewenangan yang sifatnya umum.
Bersamaan dengan meluasnya kekuasaan daulah Islam, Rasulullah SAW mengangkat para wali yang menjadi pemimpin untuk satu wilayah (setingkat provinsi) tertentu. Muadz bin Jabal diangkat Rasulullah SAW sebagai wali di wilayah Janad, Ziyad bin Walid di wilayah Hadhramaut, dan Abu Musa al ‘Asy’ari di wilayah Zabid dan ‘Adn.
Rasulullah SAW menyelesaikan persoalan-persoalan perselisihan di tengah masyarakat, mencegah hal-hal yang membahayakan melalui mahkamah pengadilan (al Qadha). Rasulullah SAW mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai qadhi (hakim) di Yaman, Muadz bin Jabil di Janad.
Di medan perang, Rasulullah SAW sendiri merupakan panglima perang tertinggi negara yang riil bukan hanya simbol. Rasulullah SAW pernah mengutus Zaid bin Haritsah sebagai amir (pemimpin) dalam perang Mu’tah. Rasulullah SAW pun membentuk datasemen pasukan dan mengangkat komandannya seperti Usamah bin Zaid. Untuk menjaga keamanan dalam negeri Qais bin Saad diangkat sebagai sebagai komandan kepolisian (asy syurthah).
Sebagai sebuah negara, pastilah daulah Islam di Madinah akan berhadapan dengan urusan-urusan luar negeri baik dalam aspek politik dalam bentuk perjanjian, kesepakatan damai, gencatan senjata, perundingan, tukar menukar duta, pendirian kedutaan, konsulat dan lain-lain serta ekonomi dan perdagangan.
Untuk itu Rasulullah SAW pernah mengangkat Utsman bin Affan untuk berunding dengan Quraisy. Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW mengirim sejumlah utusan diplomatik kepada para raja. Sebagaimana Rasulullah SAW juga menerima utusan para raja dan pemimpin luar negeri lainnya.
Semua itu menunjukkan Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah membangun sebuah negara Islam. Setelah wafatnya beliau, kepemimpinan negara ini dilanjutkan para Khalifah seperti Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan khalifah-khalifah berikutnya dalam negara yang disebut khilafah.
Perkara penting kedua dari peristiwa hijrah ini, adalah keberadaan negara Islam di Madinah yang menjadi pilar penting kebangkitan umat Islam. Hampir tidak bisa dibayangkan sebuah bangsa bisa bangkit tanpa memiliki negara. Bersamaan dengan kebangkitan umat Islam, negara khilafah menjadi menjadi negara adidaya di dunia.
Hijrah Rasulullah SAW ke Madinah merupakan titik balik perubahan. Dengan keberadaan Daulah Islamiyah di Madinah, Islam mengalami perkembangan luar biasa. Bahkan hanya dalam kurun waktu 10 tahun kepemimpinan Rasulullah SAW di Madinah, Islam telah tersebar di seluruh jazirah Arab.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar jazirah Arab. Pada masa Kekhalifahan Umayah, Abasiyah, dan Utsmaniyah yang terakhir, kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia.
Islam menyebar hingga ke Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke jantung Eropa. Kekuasaan Islam bahkan pernah berpusat di Andalusia, Spanyol.
Saat itu Khilafah Islamiyah menjadi negara adidaya yang mampu mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin melalui penerapan syariah secara kâffah dalam pendidikan, ekonomi, politik, sosial budaya, hukum, hubungan luar negeri, dakwah, jihad, dan sebagainya.
Walhasil, peristiwa hijrahnya ini haruslah membangun kesadaran kita, tentang penting dan wajibnya negara Islam yang diperjuangkan Rasulullah SAW. (Farid Wadjdi)