Kezaliman dan Akibatnya

Salah satu tindakan yang haram di dalam Islam adalah melakukan tindakan zalim dan melampaui batas. Dalam bahasa Nabi Muhammad SAW, tindakan demikian dinamakan dengan al-baghyu. Al-Baghyu (bentuk masdar) berasal dari kata: baghayabghi, yang berarti “menghendaki”. Dalam perkembangannya, kata ini sering digunakan untuk makna yang negatif; kadang-kadang diartikan durhaka, melanggar hak, permusuhan, penganiayaan atau pelacuran. Dalam Alquran kata al-baghyu diulang sebanyak 11 kali, dengan arti yang berbeda-beda, sesuai dengan konteksnya. Kata al-baghyu dapat diartikan negatif, misalnya, pada surat Al-Baqarah [2]:90, An-Nisaa’ [4]: 19, dapat diartikan: penganiayaan atau perzinaan. Pada surat Hud [10]: 23, dapat diartikan “durhaka”, pada surat Al-An’am dapat diartikan “dosa”.

Dalam arti negatif, al-baghyu sering dimaknai sebagai tindakan zalim  atau melampui batas. Al-Baghyu dikaitkan dengan sikap atau tindakan lalim terhadap orang lain (Lihat: Tafsir al-Muyassar, VIII/459).

Al-Baghyu (kezaliman) bisa saja menyangkut badan, jiwa atau nyawa seseorang, yakni berupa tindakan menyakiti orang lain baik secara psikis (misal: melalui kata-kata yang penuh cacian dan penghinaan) maupun fisik (seperti: pemukulan, penyiksaan, pemerkosaan ataupun pembunuhan tanpa alasan yang dibenarkan). Seorang suami yang mencaci-maki dan menghinakan istrinya, apalagi sampai memukulnya tanpa alasan yang dibenarkan, misalnya, jelas telah melakukan tindakan al-baghyu (zalim). Demikian pula seorang anak yang durhaka terhadap kedua orangtuanya, baik dengan ucapan maupun tindakan.

Al-Baghyu (kezaliman) juga bisa menyangkut harta seseorang, yakni berupa tindakan mencuri, merampas, atau merampok harta orang lain dsb. Al-Baghyu (kezaliman) juga bisa terjadi saat seseorang tidak memenuhi kewajibannya terhadap orang lain. Seorang majikan, misalnya, yang telat membayar upah karyawannya—apalagi jika tidak membayarnya—jelas telah melakukan tindakan al-baghyu (lalim). Apalagi jika ia mempekerjakan karyawannya secara tidak manusiawi.

Al-Baghyu (kezaliman) juga bisa dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat. Penguasa yang menelantarkan rakyatnya, tidak mengurus rakyatnya dengan sungguh-sungguh, tidak memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, atau membiarkan rakyatnya banyak yang miskin, jelas adalah penguasa yang lalim. Apalagi jika ia merampas hak-hak rakyatnya, seperti menjual sumberdaya alam milik rakyat kepada pihak swasta atau asing. Semua ini merupakan kezaliman yang nyata.

Di luar itu, al-baghyu juga identik dengan sikap memberontak terhadap penguasa (imam/khalifah) yang sah, yang juga terlarang di dalam Islam, yang sering dikenal dengan istilah bughat.

Al-Baghyu (kezaliman) ini termasuk dosa yang tidak bisa dianggap ringan. Sebabnya, banyak nash yang menegaskan tentang balasan yang keras bagi para pelaku tindakan zalim tersebut. Bahkan balasan keras yang berupa hukuman dari Allah SWT tidak hanya akan dirasakan oleh pelakunya di akhirat saja, tetapi juga akan dia rasakan akibatnya di dunia. Abu Bakrah ra menuturkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih utama untuk disegerakan azabnya oleh Allah SWT atas pelakunya di dunia—sementara di akhirat ia akan tetap diazab—daripada memutuskan silaturahmi dan bertindak zalim (al-baghyu).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Dalam hadits di atas, tindakan zalim disetarakan dosanya dengan dosa memutuskan silaturahmi, yang juga merupakan dosa yang tidak bisa dianggap ringan.

Al-Baghyu (kezaliman) juga merupakan salah satu dosa di antara banyak dosa yang mesti diwaspadai berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Baginda Rasulullah SAW. Dalam hal ini, Abu Hurairah ra berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya umatku bakal ditimpa penyakit sosial.’ Para sahabat bertanya, ‘Apa itu penyakit sosial?” Beliau bersabda, ‘Keburukan, kesombongan, saling membanggakan diri, saling bersaing meraih dunia, saling membenci, saling iri-dengki hingga saling menzalimi (al-baghyu) serta membuat kerusuhan dan pembunuhan.’” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).

Sufyan bin Uyainah berkata bahwa seseorang telah berkata berdasarkan penuturan kakeknya, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menasihati seseorang dengan bersabda, “Aku melarang kamu atas tiga perkara: Janganlah kamu membatalkan janji dan membantu orang lain untuk membatalkan janjinya; kamu harus waspada terhadap tindakan zalim (al-baghyu) karena siapa saja yang berbuat zalim kepada orang lain maka Allah pasti akan menolong orang yang dia zalimi; kamu harus hati-hati terhadap tindakan makar karena makar yang buruk tidak akan menimpa kecuali kepada pelakunya, sementara Allah ‘Azza wa Jalla tetap akan menuntut dirinya.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).

Semoga kita bisa menghindari segala bentuk kezaliman terhadap orang lain supaya kita terhindar dari hukuman Allah SWT yang amat cepat kedatangannya. Wama tawfiqi illa bilLah. []

sumber: Tabloid Mediaumat Edisi115

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*