Diskusi Publik di Kampus International Islamic University Malaysia

Semangat Hijrah; Perubahan Dunia Menuju Izzil Islam wal Muslimin

Ahmad Ibrahim Kuliyah of Law IIUM – Kampus International Islamic University Malaysia. Pagi itu (23/11), ramai dikunjungi para mahasiswa dan masyarakat umum di Kuala Lumpur. Mereka menghadiri Diskusi Publik yang bertajuk “Semangat Hijrah; Perubahan Dunia Menuju Izzil Islam wal Muslimin”.

Acara yang diadakan atas kerjasama Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) Kuala Lumpur dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) IIUM, Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) IIUM, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malaysia, dan Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama (KMNU) IIUM, menghadirkan Prof. Dr. Anis Malik Toha (Dosen dan Ketua Jurusan Ushuluddin – IIUM), dan KH. Hafidz Abdurrahman, MA (Anggota Hizbut Tahrir Indonesia) sebagai panelis.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Anis dengan begitu tegas mengatakan bahwa kebanyakan umat Islam saat ini rusak dan terpuruk karena pengaruh modernisme, meski demikian beliau tidak ingin menghadapkan atau mempertentangkan Islam dengan kemoderenan itu sendiri,. Sebab Modernisme yg dimaksud adalah modernis merusak akidah umat, seperti kebebasan yang melanggar batas, sekularisme dan pluralisme. Disamping itu beliau juga mengatakan bahwa Masuknya pengaruh Liberalisme di Indonesia di awali oleh Prof. Dr. Harun Nasution yang menjadi rektor IAIN Syarif Hidayatullah (UIN sekarang) dan Prof. Dr. H.A. Mukti Ali sebagai Menteri Agama pada masa itu, keduanya merupakan alumni McGill Montreal Kanada. Seiring sejalan kemudian Prof. Dr. Harun Nasution mengadakan lokakarya mengundang para rektor IAIN seluruh Indonesia, dalam lokakarya tersebutlah kemudian Prof. Harun mengubah kurikulum IAIN dan memasukan beberapa mata kuliah baru dimana mata kuliah tersebut memiliki peran sangat penting dalam mengubah pola pikir mahasiswa IAIN menjadi liberal, tentunya atas izin Menteri Agama saat itu. Oleh karena itu menurut beliau wajar saja kalau banyak mahasiswa UIN sekarang ini tidak lagi shalat bahkan meminum minuman khamr yang jelas diharamkan Islam.

Sementara itu KH. Hafidz Abdurrahman, memaparkan dengan rinci penyebab kaum Muslimin dan Islam itu sendiri tidak lagi mulia sebagaimana pada masa Rasulullah dan para sahabat dikarenakan hilangnya pemikiran produktif dari diri umat, dan ini disebabkan dihembuskannya penutupan pintu ijtihad pada abad ke-4 H/10 M melalui fatwa al-Qaffal (w. 340 H), sehingga mengakibatkan umat Islam kehilangan kekayaan pemikiran (al-tsarwah al-fikriyyah). Dampak hilangnya intellectual resources ini terlihat dengan jelas ketika Khilafah Utsmaniyah berhadapan dengan kemajuan Eropa yang fantastis pasca Renaisans abad ke-18 M. Melalui Sultan ‘Abdul Majid (1839-1861 M), Khilafah Utsmaniyah melancarkan apa yang disebut dengan Tanzhîmât (reorganisasi). Sekolah-sekolah baru yang berciri sekular didirikan untuk melatih kalangan militer dan korps birokrasi dengan mengorbankan madrasah tradisional. Ketentuan hukum dan peradilan diadaptasi dari Eropa untuk mengatur masalah sipil, perdagangan, dan hukum menggantikan syariah, seperti yang terlihat dalam al-Ahkâm al-‘Adliyyah, yang dikeluarkan pada tanggal 10 Maret 1885 M. Inilah awal mula kerusakan umat, sehingga menyebabkan kaum muslimin terpecah belah dan kehilangan kemulian.

Karena itu dengan terang beliau sampaikan bahwa tidak ada solusi lain selain mendirikan kembali khilafah sebagai instusi umat Islam demi meraih kemulian tersebut. Hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah adalah mendirikan Negara Islam di Madinah, dari sanalah kemudlian kemulian terpancar luas hingga mencapai 2/3 dunia hingga berabad abad. Karena itu Semangat Hijrah untuk meraih Izzil Islam wal Muslimin hanya ada dalam Naungan Khilafah. (globalmuslim.web.id, 25/11/2013)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*